CH. 44

1.7K 61 5
                                    

Delisha memperhatikan garis dan lekuk wajah Cheryl. Sangat cantik, perasaan bangga sebagai seorang ibu selalu mengembang penuh di dada.

Tidak menyangka, bayinya yang dulu merah tak berdaya serta perjuangannya melahirkan sendiri di toilet sampai ada rasa untuk mencekik bayi itu hingga mati, tapi lihatlah kini, bayi itu menjelma jadi seorang gadis cantik.

Delisha senang hubungannya bersama Cheryl kembali membaik, bahkan begitu hangat. Keduanya sedang makan walau fokus Cheryl pada ponselnya. Delisha tahu ada yang tidak beres, dia juga tahu jika Cheryl menyukai Juna dan Cheryl harus membunuh perasaan itu.

Mungkin butuh waktu agar Cheryl bisa mengenal Ayden sebagai ayahnya. Cheryl tumbuh tanpa sosok ayah dan itu tak mudah.

"Mau tambah?" tawar Delisha.

Cheryl menggeleng. Begitu sayangnya seorang ibu pada anaknya.

Delisha pandangi Cheryl dengan sayang, dia ingin Cheryl senang dan tidak merasa sia-sia di dunia ini. Delisha tersenyum, ingin dia peluk Cheryl dan mengatakan dia menyayangi Cheryl dan akan melakukan apa pun demi kebahagiaan putrinya.

"Kamu bisa cerita masalah apa pun sama Mami. Kalaupun tidak bisa membantu, Mami bisa jadi pendengar yang baik."

Cheryl hanya menarik napas panjang, masalah remaja dan drama percintaan memang tidak ada habisnya jika dibahas.

"Nggak dulu," tolak Cheryl menyambar ponselnya dan langsung berlari menuju kamarnya, Delisha hanya bisa menarik napas panjang. Semoga Cheryl mau bercerita apa pun padanya.

Setelah membereskan meja makanan, mencuci piring dan semuanya beres Delisha masuk ke kamar.

Wanita itu mengambil ponselnya, dia tahu Ayden akan mendengarkan apa pun yang dia keluhkan, terkadang Delisha terus memaki dan mengutuk dirinya dengan semua keegoisan yang dia lakukan pada laki-laki itu.

Delisha berbaring dan menelepon Ayden, mereka bukan lagi remaja tanggung tetap saja Delisha merasa muda setiap saat ketika dia mengingat Ayden.

Laki-laki itu mengangkat sambungan telepon di menit pertama dan sedang berada di depan laptop. Ayden mengangkat alisnya, Delisha hanya tersenyum.

"Aku belum bicara sama Cheryl tentang kamu, dia sepertinya masih galau."

"Ya, Juna cerita. Dia dan siapa temannya?" tanya Ayden di ujung telepon.

"Floren."

"Nah, sama Floren lagi nggak baikan gara-gara Cheryl baca diary Floren. Floren marah, Cheryl juga marah karena ternyata Floren suka sama Juna, padahal Juna pacar Floren sendiri."

Delisha terdiam, merasa bersalah pada Cheryl, nasib putrinya tidak beruntung untuk mendapatkan laki-laki yang tulus mencintainya. Selamanya, Juna tidak akan pernah bisa menjadi milik Cheryl, Juna sudah punya kekasih dan yang Juna tahu Ayden itu ayahnya dan Juna tahu Ayah Cheryl itu Ayden, jadi dia tidak akan suka sama adik sendiri. Rumit, bukan?

"Pelan-pelan aku akan bilang sama dia, semoga Cheryl mengerti," tutur Delisha.

Ayden mengangguk. Delisha terdiam, sebenarnya mereka adalah orang tua yang kompak dan akan selalu mendukung Cheryl, hanya saja tidak mereka tunjukkan dan membuat Cheryl merasa jika dunia ini kejam.

Dulu Delisha merasa dunia itu kejam, tapi saat dewasa dan bisa menikmati hidup, dia merasa semua itu karena pikirannya, ternyata saat dijalani tidak seberat yang kita pikirkan. Pikiran bisa membuat siapa saja menjadi sesat.

Delisha menarik selimut dan menyelimuti tubuhnya.

"Andai Papa di situ kan bisa Papa peluk Mami jadi hangat tubuhnya," goda Ayden.

DELISHA (END+LENGKAP) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang