CH. 6

12.8K 227 4
                                    

Untuk pertama kalinya dalam hidup aku berani bersuara. Aku harus berontak karena tak bisa dibiarkan terus tersiksa seperti ini.

"Kenapa Lisha nggak pernah disayang, Ma? Apa Lisha anak haram?" tanyaku dengan lirih berharap hati orang tuaku luluh.

Aku tak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia jika tahu hidupku hanya akan membuat orang di sekitar benci dan menganggap jadi pembawa sial.

"Nggak usah banyak tanya! Jangan panggil aku mama!" Teriakan Mama semakin membuatku hancur.

Aku sempat melirik ke arah Papa yang memalingkan wajah. Tubuhku semakin bergetar, jika memang kehadiranku tak bisa diharapkan siapa pun lebih baik aku tidak hidup di dunia ini. Aku mengepalkan tangan kuat, rasa untuk bunuh diri begitu besar.

"Tapi, Mama nggak pernah jahat sama Meisha. Kenapa harus Lisha? Kenapa, Ma?" Aku mendesak Mama untuk menjawab. Tapi lagi-lagi tamparan yang menjadi jawaban.

Mama langsung menarik kepalaku ke tembok dan membanting berkali-kali membuatku meringis sakit. Aku tidak tahu ada iblis berwujud orang tua di depanku.

"A-ampun, Ma," mohonku.

"Mati kau anak sial!" kata Mama penuh emosi setelah membanting kepalaku dengan keras. Mama menganggap kepalaku adalah bola dan berharap kali ini kepalaku langsung pecah.

Ya Tuhan, bagaimana mungkin Kau beri orang tua seperti ini padaku?

Aku menahan tangis. Seorang Lisha tak boleh terlihat lemah di hadapan para iblis ini. Mulai detik ini, aku menganggap mereka iblis. Mereka bukan orang tuaku lagi.

Aku menutup mata memikirkan harus melakukan apa setelah ini. Bunuh diri? Kabur? Jika bunuh diri, maka semuanya selesai. Apa bisa dikata seperti itu? Jika aku mati, semua orang akan bersenang dengan kepergianku karena nyatanya aku hanya pembawa sial dalam hidup semua orang.

Jika kabur, aku harus kabur ke mana? Terkadang sudah kondisi seperti ini, tapi bodohnya aku sempat memikirkan bagaimana sekolahku. Walau aku bukan siswa yang berprestasi tapi sangat suka sekolah, aku ingin menjadi seorang yang terpelajar.

Aku menarik napas panjang, terlalu banyak berpikir.

Dengan cepat berlari ke kamar. Masih mendengar orang tuaku bertengkar, ah tolong ingatkan jika mereka itu iblis.

"Mama harusnya jangan terlalu keras. Jangan bersikap keras. Lisha masih terlalu kecil," tegur Papa.

"Papa jangan menyalahkan Mama. Semua gara-gara Papa, kalau bukan Papa semua nggak akan kayak gini!" Aku langsung mengunci pintu.

Jika di novel-novel anak yang dibenci karena mereka membunuh saudara mereka, maka aku bukan seorang kriminal yang membunuh orang. Aku bukan psikopat berdarah dingin yang siap menghabiskan nyawa orang. Aku hanya anak kecil yang haus perhatian dan kasih sayang.

Aku langsung mengganti baju dan ingin berbuat sesuatu yang menyenangkan malam ini.

Kubuka laci nakas yang memang sengaja menyimpan beling di sana dan juga ada pisau lipat yang lumayan keras, jika menusuk tepat di ulu hati maka aku bisa merenggangkan nyawa sekarang. Begitu mudahnya nyawa hilang?

Sebelum membuat hal yang menyenangkan, aku meneguk obat tidur dengan banyak kali ini. Setelah ini aku ingin tidur sampai tak sadarkan diri. Aku ingin mati!

Aku mengunyah obat itu seperti mengunyah permen dan mengaca, sekarang hanya memakai dalaman. Bra berwarna cokelat dan panties berwarna hitam. Tubuh kurusku terlihat di depan kaca semakin menyedihkan.

Aku tersenyum culas, orang yang disakiti banyak kali maka ia akan tumbuh menjadi orang yang kejam, tanpa hati, dan tidak berperasaan sama sekali. Apa aku bisa begitu? Di masa depan aku akan menjadi orang yang kejam? Walau aku sendiri meragukan nyawaku panjang, karena memikirkan menghabiskan nyawa sendiri semacam ada sesuatu yang menjanjikan di sana.

DELISHA (END+LENGKAP) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang