CH. 12

9.2K 237 11
                                        

Dari kecil Delisha meragukan Tuhan. Dan sekarang dia masih mempertanyakan Yang Maha Kuasa. Bagaimana mungkin dia diberi cobaan bertubi-tubi yang seolah tak ada habisnya?

Menangis juga rasanya percuma, semuanya sudah terjadi.

Delisha diam! Gadis itu hanya bisa terdiam dalam waktu yang tak bisa ia katakan. Terdiam dalam waktu yang lama.

Langkah kakinya berjalan menuju toko buku. Delisha ingin membeli buku tentang kehamilan, entah kenapa gara-gara perkataan manusia laknat itu Delisha langsung sadar dan membuka matanya tentang apa yang terjadi padanya selama ini.

Menyesal? Kata itu seolah tak layak untuk dirinya, dia juga yang bodoh jadi memang Delisha harus menghapus kata menyesal dalam kamus hidupnya.

Gadis kurus itu hanya berjalan kaki siang ini ke toko buku yang berjarak satu kilo, walau tubuhnya belum begitu sehat, tapi Delisha terus berjalan karena ujian dalam hidupnya lebih berat sekedar menahan teriknya panas.

Dia menunduk memeriksa penampilannya yanga hanya memakai sweater yang membungkus tubuhnya mungkin sweater ini akan abadi di tubuhnya.

Delisha mengelus perutnya, masih rata, walau tahu ibu hamil itu lama-lama perutnya akan membengkak. Ada perasaan membuncah dalam dada Delisha, tak sadar air matanya mengalir.

Bagaimana usianya masih begitu muda dan harus menjadi ibu? Delisha berhenti dan melihat keadaan sekeliling. Dunia seolah berputar dalam kepalanya, kenapa semua bisa terjadi seperti ini? Kenapa dia bisa hamil di usia semuda ini? Dia belum bisa menjadi seorang ibu.

Tidak! Ia masih belum percaya fakta ini. Delisha hamil! Dan sebentar lagi punya anak. Apa memang ini yang Tuhan inginkan agar dia tak kesepian? Tapi punya anak Ya Tuhan! Makhluk bernyawa yang tak bisa dia buang sembarangan.

Delisha masih bersandar di pagar sebuah gedung sambil melihat jalanan yang ramai. Orang-orang pada sibuk dengan kegiatannya, tapi gadis itu merasa dunianya berhenti sampai di sini.

Delisha masih menangis, walau hanya air matanya yang terus membanjiri pipi mulusnya. Perutnya terus merintih kelaparan, tapi kenyataan hidup yang dia terima lebih sulit dari ini.

Masih terdiam merenungi usianya yang masih terlalu kecil. Usia 14 tahun apa yang bisa diharapkan?

Sadar dirinya dilihat sebagai orang gila, Delisha berjalan lagi masih dengan menunduk dan air matanya tak berhenti mengalir.

Gadis itu melihat sebuah restoran dan masuk ke dalam untuk makan.

Saat kakinya melangkah ke dalam Delisha melihat orang-orang yang makan dengan begitu lahap, walau ia sendiri tak begitu berselera.

"Masih sekolah?" tanya waitress menyambutnya. Mungkin melihat seorang gadis cantik dengan penampilan menyedihkan sendirian.

Delisha mengangguk dan memesan menu yang tertera walau dia tak berselera sekarang.

Kebanyakan melamun melihat makanannya sendiri mata Delisha terus memanas walau dia tahan, jangan sampai tumpah di sini sekarang.

Bagaimana dengan nasibnya sekarang? Apa benar ada orang yang siap menampungnya dan anaknya?

Bagi orang lain, keluarga adalah tempat kita berpulang, tapi tidak dengan dirinya. Saat bertemu dengan Ayden ia mengira bisa berbagi sedikit semua beban dan permasalahan yang ada, tapi Ayden malah memberinya masalah terbesar dalam hidupnya sekarang.

Ya Tuhan, Delisha ingin dipungut orang yang sayang padanya dan mau menerima kondisinya yang tengah berbadan dua. Setiap mengingat kata hamil, air mata itu tak berhenti untuk berproduksi.

DELISHA (END+LENGKAP) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang