Setelah dirasa puas memeluk batu nisan tersebut. Hera mulai mencabuti rumput yang terpajang di makam ini.
Dengan pelan ia mengusap batu itu menggunakan air, membuatnya terbaca dengan jelas nama, binti, tanggal lahir dan tanggal kematian. Tertulis Hames Drato binti Yahta terukir dibatu nisan. Kemudian Hera menabur bunga diatas gumpalan tanah. Lalu ia mengirimkan doa.
"Ayah, Hera kangen ayah."
"Tahu gak yah?"
"Semenjak ayah meninggal, Hidup Hera menderita."
"Hera hilang arah."
"Hera gak tahu lagi, dimana letak kebahagiaan itu." ucapnya setelah selesai mengirimkan doa."Mor..."
Panggilan itu membuat Hera terkejut, ia menatap ke belakang. Terdapat Yesi yang berdiri, menatapnya sedu.
"Yes, kok loe bisa disini?"
"Gue tadi gak sengaja liat loe, terus gue ikutin loe sampai sini."
Hera mengangguk sebagai jawaban.
"Udah selesai?"
"Kita pulang yuk!" ajak Yesi, dengan wajah gelisah, memperhatikan sekeliling."Udah yes, ayok." jawab Hera mengiyakan, walaupun wajah gelisah Yesi, membuatnya bertanya-tanya.
Dengan cepat Yesi menarik tangan Hera, agar dapat mempercepat jalan keduanya.
"Yes, loe gak papa?"
Tak ada jawaban, Yesi terus saja fokus kedepan, memperhatikan jalan.
Hingga keduanya telah sampai diluar gerbang pemakaman.
Dengan cepat Yesi menimba air disumur. Ia terus saja mengusap kedua lengan tangannya dengan air berkali-kali.
"Yes?" ucapnya, sembari menepuk pundak Yesi. Hera terus memperhatikan tindakan Yesi, terlihat jelas wajah gelisahnya. Yang tentu membuat Hera khawatir. "Yes, loe kenapa?"
Seketika Yesi menghentikan aktivitas nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
JugendliteraturAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...