Flashback
Kini Hera sedang belajar lebih giat dari sebelumnya, ia ingin memiliki nilai sempurna walau sang mama tak menginginkannya.
Hingga sebuah teriakan menghentikan aktivitasnya. "Hentikan....." dengan kesal Hanum membuang buku-buku yang dibaca Hera.
Lalu Hanum mencambak Hera dengan mendekamnya di tembok. "Kenapa kamu gak nurutin perintah mama, jangan sampai nilaimu melebihi Amora, kenapa kamu gak ngerti-ngerti.""Mama yang gak ngerti sama Hera, untuk apa Hera sekolah ma, kalau Hera dilarang belajar?" lirih Hera.
Hanum mendekatkan wajahnya pada Hera. "Kalau gitu, gak usah sekolah sekalian." Hanum mulai melepaskan rambut Hera.
"Ma." Hera mulai bersujud dikaki Hanum.
"Hera mohon jangan kayak gini ma, Hera janji gak akan belajar sekeras ini lagi, Hera mohon ma, Hera masih mau sekolah."Hanum tersenyum puas, melihat putrinya memohon padanya. "Sudah terlambat Hera, keputusan mama sudah bulat."
Hanum pun mulai beranjak pergi , tapi tangan Hera yang memegangi kakinya membuatnya terhenti. "Lepasin mama, kamu apa-apaan sih."
"Ma... Hera mohon." Mohon Hera disertai tangisan.
"Enggak..." Dengan Amarahnya Hanum mendorong Hera, hingga membuat Hera terjatuh. Membuat kepalanya terbentur nakas.
"Auu.. ma." ucap Hera sampai pada akhirnya ia tak sadarkan diri.
"Ra, jangan aleman kamu, mama gak suka lho." ujar Hanum, ia masih tak percaya jika Hera pingsan pasalnya tak ada darah sedikitpun dikepalanya.
Dengan rasa khawatir Hanum mendekati tubuh Hera, ia mengoyang-goyangkan tubuh tersebut. Namun tak ada respon sama sekali. "Mas... mas..."
Dengan sigap Brata menuju sumber suara. "Ada apa?" tanya Brata saat berada di tempat kejadian.
"Hera pingsan."
"Kok bisa?" tanya Brata lagi.
"Jatuh tadi, udahlah mas kita bawa kerumah sakit aja, aku khawatir."
"Yaudah ayok." Brata mulai membopong Hera menuju mobilnya.
Sesampainya dirumah sakit
Hera membuka matanya sedikit demi sedikit, tampak ia melihat dengan samar kedua orangtuanya sedang berbicara dengan dokter. Ia melihat sosok Hanum menangis mendengar keadaannya, yang membuat Hera tersenyum senang. "Ternyata mama masih sayang sama aku." Batin Hera, dan pada akhirnya kesadarannya mulai hilang kembali.
Satu jam kemudian Hera kembali sadar, ia melihat Hanum disampingnya menatap dengan senyum yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya. "Alhamdulillah putri mama sudah sadar."
"Sekarang kamu makan dulu ya, habis itu minum obat, biar cepet sembuh."Hera mengangguk, dengan sabar Hanum menyuapi Hera. "Makasih, ma."
"Gak perlu makasih, ini sudah menjadi kewajiban mama untuk merawat kamu." jawab Hanum yang membuat hati Hera semakin senang.
Sudah satu minggu berlalu Hera berada di rumah sakit, dan pada hari ini Hera diperbolehkan untuk pulang. "Ma, aku masih ingin sekolah." ujar Hera pada Hanum saat berada di mobil.
"Sekolah saja, mama janji akan menyekolahkan kamu sampai kuliah."
Bola mata Hera melebar, ia sedikit terkejut dengan ucapan Hanum barusan. "Beneran, ma?"
Hanum mengangguk.
Saking senangnya Hera memeluk Hanum. "Makasih, ma."
"Sama-sama sayang." jawab Hanum sembari mengelus rambut Hera.
Sejak kejadian itu Hanum merawat Hera sampai sembuh, kasih sayangnya kini ia curahkan pada putri keduanya itu. Tapi semua itu tak berlangsung lama. Hanum mulai berubah seperti dulu, saat Hera mulai berhenti minum obat. Dengan perasaan sedih, kecewa yang ia rasakan. Hera tetap merasa senang karena mendapatkan kembali kasih sayang mamanya setelah sekian lama hilang, walau hanya sebentar.
Kini Hera mulai menyiapkan alat tulis untuk memulai ujian akhir semester disekolah. Setelah selesai sarapan ia beranjak pergi menuju sekolah dengan jalan kaki. Tak ada rasa khawatir dihatinya karena seperti biasa ia sudah menyiapkan diri untuk ujian dengan belajar semalaman.
Sesampainya disekolah ia duduk dikursi dengan membaca kembali materi yang ia pelajari, sembari menunggu bel masuk berbunyi.
Hingga bel masuk pun berbunyi. Semua siswa mulai bersiap saat lembar kertas ujian dan kertas jawaban mulai dibagikan. "Silahkan kalian kerjakan dengan tenang ya, jangan ada yang berisik." pinta Bu Wati.
Hera pun mulai mengerjakan soal tersebut. Tapi kepanikan mulai menghampirinya. "Kenapa ini?"
"Kok aku lupa sama yang aku pelajari tadi malam ya?"
"Aduhh, gimana nih, aku gak bisa jawab semua soalnya." panik Hera.Dengan reflek Hera memukuli kepalanya. "Bodoh... bodoh... bodoh
... " gerutunya.Bu Wati yang menyadari tingkah aneh Hera pun menegurnya. "Hera kamu kenapa?"
"Gak papa bu." jawab Hera.
Hera mencoba untuk tenang, ia berusaha mengerjakan ujian tersebut seadanya.
Ujian pun selesai. Hera beranjak pulang ke rumah, dengan pikiran yang berantakan.
Sesampainya dirumah, ia segera masuk ke kamarnya. Menarik napas sejenak, berusaha menenangkan diri terlebih dahulu.
Setelah berhasil menenangkan diri, ia membuka buku mencoba menghafalkan materi kemudian ia tutup kembali buku tersebut untuk mengetes hafalannya. "Zat adalah sesuatu yang menempati ruang dan....apa ya kok aku gak hafal sih." Hera membuka kembali buku tersebut, menghafal berulang-ulang tapi hasilnya sama saja.
"Aaah." dengan frustasi Hera membuang buku tersebut.
"Apa ini gara-gara kepalaku kebentur kemarin ya?" pikir Hera yang membuatnya lebih frustasi.
"Pyarr." Dengan kesalnya Hera membanting semua yang berada dikamarnya.
Hingga akhirnya ia terduduk lesu dilantai disertai tangis putus asa nya.
Flashback off
"Ngengg... " Hera terbangun ketika mendengar suara motor yang tak asing baginya.
Hera mengintip lewat jendela kamar. "Rakhan." ucapnya saat melihat Rakhan dan Amora berada dihalaman rumah.
Rakhan tampak sangat peduli pada Amora, ia terus menggandengkan tangan, agar Amora tak tersandung ataupun terjatuh.
"Sepeduli itu ya rak sama aku, tapi bodohnya aku lepasin kamu cuma demi jadi Amora."
"Maksudnya ucapan kamu apa, ra? Hera tampak terkejut mendengarnya, itu suara Hanum yang entah bagaimana tiba-tiba saja berada tepat dibelakang Hera.

KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
Teen FictionAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...