Bab 27

47 0 0
                                    

"Hera, seseorang yang membenci hujan." ucap Rakhan yang membuat langkah Hera terhenti.

"Maksud Rakhan apa ya?"
"Jangan-jangan dia tahu kalau aku ini Hera bukan Amora." batinnya bertanya-tanya.

"Iya kan?"

Hera menaikkan alisnya, bingung dengan ucapan Rakhan.

Flashback on

Hera menarik napas panjang, menyiapkan diri untuk berbicara pada sang mama. Ia sudah menyusun kalimat sebaik mungkin,agar Hanum dapat memaafkannya.

"Ma...."

"Tak ada maaf untuk orang sepertimu." potong Hanum yang masih terfokus pada handphone nya.

"Aku bakal lakuin apa aja ma, supaya mama bisa maafin aku." mohon Hera dengan penuh harap, ia terus memandang raut wajah Hanum. Sebuah kebencian dimata Hanum membuat Hera terdiam pasrah, melangkah mundur, dengan membawa rasa kecewa yang dalam.

"Mama akan memaafkanmu dengan satu syarat."

Hera menghentikan langkahnya, ia kembali memandang Hanum dengan senyum merekah. "Apa, ma?"

"Semua harus kembali seperti semula."

Senyum Hera seketika luntur, saat ucapan Hanum melayang menacap tepat dihati. "Maaf ma, aku gak bisa." jawabnya dengan kepala menunduk dalam.

"Kamu gak mau usaha dulu?"

Hera menatap Hanum ragu, ia menggeleng tahu seusaha apapun dirinya, tak kan pernah bisa.

Helaan napas terdengar dari mulut Hanum, Ia menarik tangan Hera. Sedangkan Hera hanya pasrah, mengikuti arah kemana Hanum membawanya.

Hanum membuka pintu rumah. Tetesan hujan deras, membuat suhu dingin menghampiri keduanya. "Ma?" panggil Hera bingung dengan apa yang akan dilakukan sang mama.

Shinta menatap langit, ia mengambil payung disampingnya, lalu melangkah maju keluar gerbang. "Tunggu disini, sampai semua kembali seperti semula." ucap Hanum, kemudian mengunci pintu gerbang.

Suhu dingin ditubuh Hera bertambah, saat Hanum meninggalkannya tanpa payung. Yang membuat air hujan dengan bebas menyentuh tubuhnya. "Ma, bukain maa..." teriak Hera berkali-kali, namun tak ada gubrisan.

Hera memeluk tubuhnya sendiri, terduduk pasrah didepan gerbang, dengan rasa sedih yang menemaninya.

"Jederrr." Rasa takut mulai menghampiri ketika suara petir terus berbunyi ditelinga nya, ditambah dengan gelapnya malam.

Ia semakin memeluk erat tubuhnya, dengan tangan yang sudah bergetar hebat.

Tak lama dari itu, tetesan hujan yang berhenti membasahi tubuhnya,membuat Hera mendongak keatas. Rasa takutnya mulai berkurang, dikala seseorang yang selalu ada berdiri didepannya, dengan membawa payung ditangan kanan.

Hera berdiri lalu memeluk erat Rakhan, dengan tangis yang pecah. "Hiks... hiks... hiks."

Rakhan membalas pelukan itu, ia berusaha menguatkan Hera dengan mengelus-elus pundak gadis itu. Tak ada satu kalimat yang keluar dari mulut Rakhan. Karena ia tahu apa yang Hera rasakan, ia tahu Hera hanya butuh sandaran.

Flashback off

"Loe Hera kan?"

"Aku Amora lah, kamu gak lihat?"

Rakhan menatap gadis itu dari atas sampai bawah, kemudian ia meraih tangan Hera. "Fisik loe memang Amora, tapi jiwa loe Hera."

"Apaan sih?" ujar Hera, sembari menepis tangan Rakhan.

"Kenapa,her?
"Kenapa gue gak tahu apa-apa soal ini?"

"Gak semua hal, tentang aku, harus kamu tahu." ucapnya dengan penekanan disetiap kata.



Awan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang