Tetesan hujan membangunkan Hera. Matanya mulai terbuka lebar menatap awan gelap dengan rintikan hujan yang berjatuhan. Ia membuka mulut, menelan air hujan yang berjatuhan dibibir, rasa hausnya sudah tak bisa ia tahan. Bersamaan dengan itu perih disekujur tubuh menyertai kesakitannya.
Tubuhnya seakan membeku, dengan dinginnya air yang akan menenggelamkan. Hera mengangkat tangan keatas dengan harapan ada yang melihatnya disini.
Sebuah cahaya seakan memberikan harapan padanya. Cahaya lampu terang dari mobil yang berhenti disamping nya, membuat Hera tersenyum.
Tetesan hujan yang membasahi tubuhnya seakan berhenti, bersamaan dengan datangnya seorang pria yang membawa payung, menghampiri Hera.
"Hera?" ucap pria tersebut,terkejut. Ia bergegas membantu Hera keluar dari lubang. Dan menggendong Hera memasuki mobil.
Hera tersenyum tipis, saat mengetahui orang tersebut adalah Rakhan. Ia memandangi wajah Rakhan dengan cermat. "Sempurna." batin Hera. Hingga akhirnya matanya kembali tertutup rapat.
***
"Keadaan pasien baik."
"Oh iya, obatnya diminum secara teratur ya."
"Baik dok, terimakasih."Samar-samar Hera mendengar suara yang tak begitu jelas. Dengan perlahan Hera membuka mata, hingga terlihat jelas sosok Rakhan disampingnya. "Aku sama Rakhan ya?" tanyanya lirih.
Rakhan menatap gadis itu, tercengah dengan pertanyaan konyol dari Hera. "Iya, udah bangun?"
"Belum." jawabnya, yang kembali menutup mata.
Rakhan terkekeh kecil. "Kalau udah bangun, gue anterin pulang ke rumah ya."
Hera membuka matanya kembali. "Rumah yang mana?"
"Rumah yang lo tempatin lah." ujar Rakhan, dan tanpa babibu menggendong Hera. Hera hanya bisa pasrah, tubuhnya masih lemas jika harus berdebat.
"Gue anterin ya." ucapnya lagi.
Setelah itu tak ada percakapan diantara keduanya. Suasana didalam mobil terasa sepi. Hera termenung menatap suasana luar yang sangat gelap. "Sudah segelap ini, tapi tak ada satu pun keluarga yang mencariku?" pikirnya yang tak bisa ia utarakan didepan Rakhan.
Tiba-tiba saja Rakhan menghentikan mobilnya. Ia turun dari mobil, menghampiri tukang nasgor dipinggir jalan. Hera tak protes sedikitpun, ia juga tahu pasti Rakhan ingin membeli nasi goreng.
Beberapa menit kemudian Rakhan memasuki mobil, dengan dua kantung kresek ditangannya. "Ini buat lo." ujarnya.
Hera mengernyitkan dahi. "Buat gue?" tanyanya, memastikan ia tidak salah dengar.
"Iya,her."
"Gak usah rak... " belum juga Hera menyelesaikan ucapannya, Rakhan memotongnya.
"Gue udah terlanjur beliin buat loe, mubazir kalau loe gak mau terima."
Hera mengangguk. "Makasih, rak."
"Iya, sama-sama."
"Oh iya, ini obatnya, jangan lupa diminum nanti." lanjut Rakhan sembari mengulurkan sekantong obat ditangannya."Oke."
Sesampainya dirumah Hera.
"Udah sampai."
Hera tersenyum, "Makasih rak."
Rakhan mengangguk. "Sama-sama, gue anterin ya sampai depan pintu."
"Gak usah rak, aku bisa sendiri kok."
Rakhan menatap Hera ragu, banyak luka ditubuhnya, ia tak seyakin itu. "Yakin?"
Hera mengangguk disertai senyum tipisnya. Ia pun keluar dari mobil Rakhan, berjalan pelan. Karena sejujurnya seluruh badannya masih terasa sakit.
Sedangkan Rakhan tak pergi begitu saja, ia masih mengawasi Hera yang berjalan pincang, sampai dipastikan memasuki rumah.
Akhirnya Hera sudah berada didepan pintu. Tangannya bergetar saat menyentuh gagang pintu di depannya, dalam hatinya berharap semoga Hanum sudah tidur.
"Klek..."
"Kemana aja?" kata tersebut membuat Hera terkejut, saat membuka pintu. Ia hanya bisa terdiam, tak mau berdebat dengan Hanum. Hera ingin segera dikasur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sakit ini.
"Jam segini baru pulang, bolos sekolah lagi." ujar Hanum dengan nada tinggi.
"Ra, kamu punya mulut kan?" ucap Hanum lagi kesal, karena tak mendapat jawaban dari Hera.
Hera berhenti sejenak, menatap Hanum yang terduduk disofa, tengah sibuk dengan cemilan tanpa memperhatikan kondisinya. "Maaf, ma." jawab Hera sekenanya, karena memberikan penjelasan panjang lebarpun terasa percuma.
Hera melanjutkan jalannya,tidak menghiraukan Hanum yang terus mengoceh. Ia berjalan pincang, menaiki tangga dengan pelan. Rasa sakitnya ia tahan, hingga tangga terakhir membuatnya sedikit lega. "Yess,sebentar lagi sampai kamar." monolognya.
Tinggal lima langkah, Hera sampai dikamar. Ia juga melewati kamar Amora yang pintunya terbuka lebar, hingga antusias nya tertuju pada sebuah benda yang berada di atas nakas. Dengan rasa penasaran, Hera memasuki kamar Amora.
Dan kebetulan sekali sang pemilik kamar tidak berada ditempat. Dengan pelan Hera berjalan menghampiri benda tersebut. Matanya melebar saat benda itu terlihat dengan jelas. "Gak mungkin." ucapnya dengan tangan yang mulai mengempal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
Teen FictionAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...