Amora menghentikan langkahnya, ketika mendapati Hera memasuki kamar tanpa izin. "Loe ngapain di kamar gue?"
Suara itu membuat Hera menatap ke sumber suara. Ia menatap Amora tajam sembari menunjuk benda tersebut. "Ini maksudnya apa?"
Amora menghela napas panjang, ia memegang piala bertuliskan juara 1 lomba matematika. "Loe gak dateng ke sekolah ra, jadi gue terpaksa menggantikan posisi loe."
"Tapi seandainya Kak Amora bangunin aku, sama bujuk papa biar aku bisa nebeng. Semua gak akan kayak gini kak,aku gak akan telat." batin Hera.
"Kenapa semua keinginan ku, selalu Kak Amora yang dapet?"
Senyum tipis menghiasi bibir Amora, ia mendudukkan Hera di sudut kasur. "Asal loe tahu, keinginan gue, selalu elo yang dapetin."
"Keinginan apa?"
"Banyak, gak bisa gue sebutin satu-satu."
"Bukankah Kak Amora lebih bahagia dari aku?"
"Lantas, keinginan apa yang Kak Amora maksud?" batin Hera, bertanya-tanya."Yaudah kak, aku mau istirahat ke kamar."
Amora mengangguk, sembari mengawasi gerakan Hera yang mengganjal baginya. Kembarannya terlihat berjalan tak seimbang, langkah nya pun pelan. "Hera, loe kenapa?"
Langkah Hera terhenti, ia menatap pemilik suara tersebut. "Aku keserempet motor, kak." jawabnya to the point.
"Kok bisa?"
Hera mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.
"Yaudah, gue anterin ke kamar ya."
Sesampainya dikamar
"Dari siapa?" tanya Amora saat melihat sebungkus nasi goreng ditangan saudaranya.
"Beli sendiri tadi." jawab Hera bohong.
Amora mengangguk, ia membuka bungkus nasi goreng tersebut. "Gue suapin ya."
Bibir Hera tertarik keatas, membentuk senyuman kecil. "Iya kak."
"Lain kali hati-hati."
"Jangan ceroboh gitu dong!"
"Jangan buat mama papa khawatir, her!" oceh Amora panjang lebar.Amarah Hera muncul seketika, saat kalimat terakhir diucapkan. "Mama papa khawatir?"
Pandangan Amora teralihkan, ia merasa salah bicara. Dengan cepat ia mencari topik lain, agar tidak terjadi perdebatan. "Diminum dulu obatnya!"
Hera hanya bisa mengikuti perintahnya. Ia tahu Amora tak ingin membahas hal tersebut lebih dalam. Tapi dihati Hera masih tersimpan rasa kesal pada Amora, yang hanya bisa menunjukkan rasa sayangnya dengan ucapan, tidak dengan tindakan.
"Drittt... dritt... dritt... " suara handphone milik Hera berbunyi. Membuat keduanya menoleh ke nakas, dimana handphone itu diletakkkan.
"Gue ambilin." ucap Amora. Tangannya kini telah menggapai handphone tersebut. Ia menatap nama yang tertera. Wajahnya tampak terkejut saat membaca nama tersebut.
"Ini maksudnya apa, her?" tanyanya dengan penekanan disetiap kalimat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
Novela JuvenilAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...