Bab 1

345 6 2
                                    

"Kak Mora, balikin kalung aku, aku mohon. "

"Gak ra, gue harus buang kalung pembawa sial ini." Ucap Amora yang hendak membuang kalung tersebut didanau.

Hera mengetatkan rahangnya.
"Itu kalung aku ya kak, kakak gak berhak buang kalung itu. "

"Loe tu kenapa sih gak pernah nurut sama gue, dari dulu gue udah bilang ya sama loe, gue gak suka kalung ini, tapi kenapa loe masih pakai raa! " Ucap Amora keras dan semakin berang.

Hera mendesah kesal. "Bukan urusan aku kalau kak Amora gak suka kalung itu, dan asal kakak tau, kalung itu lebih berharga daripada kakak. " Jawab Hera penuh penekanan pada setiap kalimat.

Mendengar ucapan Hera, Amora pun segera melepaskan kalung itu dari tangannya. Namun sebuah tangan menggapainya, membuatnya terkejut dan terpeleset didanau bersama pemilik tangan yang berusaha mengambil kalung tersebut.

Amora dengan cemasnya berusaha untuk naik keatas agar tidak tenggelam, sedangkan Hera dengan tenangnya semakin menyelami danau berusaha menggapai kalungnya.

Namun Hera yang tak pandai berenang mulai kehabisan nafas, dadanya terasa sakit, untuk bergerak pun tak bisa. Matanya sayu-sayu melihat kalung miliknya semakin turun didasar danau. "Ya Tuhan, beri aku kesempatan untuk bisa merasakan apa yang kak Amora rasakan, jangan biarkan aku mati sebelum aku merasakannya. "

Flashback on

"Ma, Hera laper. "
"Iya, ini ada sop iga kesukaanmu. " Gadis kecil itu mengerucutkan mulutnya. "Tapikan..., ini kesukaan kak Amora, aku gak suka. "
"Kesukaan kak Amora kan kesukaan Hera juga. "

"Pa,Hera mau masuk kerumah hantu."
"Jangan, nanti kak Amora ketakutan kalau kita masuk kesana. "

"Ma, Hera gak suka warna bajunya, jelek! "
"Sayang gak boleh gitu, ini warna kesukaan kak Amora tau, kesukaan kak Amora kan kesukaan Hera juga. "

"Pa, Hera gak mau ikut les tari. "
"Lho, kenapa? tari kan kesukaan kak Amora. "

"Ma, kue ultahnya jelek, Hera gak suka, Hera maunya bentuk doraemon, ma. "
"Kenapa gak suka sayang, berbie kan juga bagus, kak Amora suka banget lho, Hera lupa? Kesukaan kak Amora kan kesukaan Hera juga. "

"Lho, sayang kamu kenapa wajahnya pucat? Kamu sakit ya nak? "
"Iya ma, kayaknya Amora masuk angin deh. "
"Yaudah istirahat dulu sana, mama mau ambil obat sekalian makan buat kamu. "
"Iya ma, makasih. "

"Hera, kamu kenapa kok pucat gini? "
"Gak tau ma, badan Hera gak enak rasanya. "
"Habis hujan-hujanan ya kamu? Lain kali tu jaga kesehatan dong ra, mama gak mau ya repot-repot ngurus kamu, udahlah ngomong sama kamu tuh gak ada habisnya, ada aja masalahnya, udah sana ambil makan lalu minum obat, obatnya dialmari kamar mama. "
"ya, ma."

"Ngapain kamu,ra? "
"Pa, aku... "
"Ngapain kamu ha?, ini cat buat apa? "
"Pa, Hera mau cat tembok kamar Hera aja kok pa? "
"Kenapa sama warnanya? Kamu gak suka? "
"Bukan gitu pa, Hera merasa muak sama warna biru tua ini. "
"Kamu taukan ini warna kesukaan siapa? "
"Kak Amora, pa. "
"Itu kamu tau, bisa gak sih kamu gak egois, tolong dong mikirin perasaan kakakmu sekali aja, kamu gak kasian kalau kak Amora sedih gara-gara kamu merubah warna cat nya? "
"Tapi pa... "
Plakk
"Tamparan itu pantas buat anak egois seperti kamu. "

***

"Sayang, kamu sudah bangun nak. "
"Syukurlah putri papa yang cantik ini sudah bangun." Ucap kedua orangtua Hera bersautan.

"Ada yang sakit gak nak? " Hera terdiam, bukan karena mulutnya tak bisa digerakkan, melainkan hinggap banyak pertanyaan diotaknya, kenapa kedua orangtuanya sepeduli itu sekarang?

"Nak kok diem, mama panggil dokter ya. "
"Dok... " Hera memegang tangan mamanya, dan menggelengkan kepalanya. Air mata Hera turun dengan deras, membuat Hanum dan Brata kebingungan.

"He, kenapa anak papa nangis? " tanya Brata sambil mengusap air mata Hera.

Hera hanya bisa memeluk erat keduanya, tak ada yang bisa ia ucapkan karena merasa sangat bahagia ternyata kedua orangtuanya begitu menyayanginya.

"Maaf pak bu mengganggu, saya periksa pasien dulu ya. "

Dengan sekejap ketiganya melepaskan pelukan. "Iya dok, silakan."

Dokter itu mulai memeriksa keadaan Hera, mulai dari detak jantungnya.

"Gimana dok, keadaannya? " Tanya Brata yang sudah tak sabar mendengar keadaan putrinya.

Dokter tersebut tersenyum. "Alhamdulillah, keadaan pasien membaik, jadi hari ini pasien boleh pulang. "

"Syukurlah, terimakasih dok. "

"Sama-sama buk, segera diurus surat kepulangannya ya. "

"Baik,dok." jawab Brata.

Brata mencium kening Hera sebelum meninggalkan ruangan. "Nak, papa mau ke ruang administrasi dulu ya. "

"Ya pa. " Jawab Hera dengan penuh senyuman.

Dengan segera Hanum mengemas barang-barang Hera . Sementara Hera memperhatikan sang mama yang tampak semangat membereskan barang-barangnya.

Tak berselang lama semua selesai, Hera dibawa keluar rumah sakit menggunakan kursi roda. Sesampainya diparkiran Brata mengendong Hera untuk dimasukkan ke dalam mobil.

"Ya ampun, nak hp papa ketinggalan. Papa ambil dulu. " Ucap Brata yang terlihat kebingungan daritadi.

"Gimana sih mas, teledor deh. " Kesal Hanum.

"Kebiasaan tuh papa kamu, apa-apa ketinggalan. " Ucap Hanum pada Hera yang berada disampingnya.

Hera hanya tersenyum, merasa sedih baru tahu sekarang kalau papanya orang yang teledor.

"Eh, sayang tuh ada empek-empek kesukaan kamu, mama beliin ya. "

"Kesukaan ku? Hmm, hampir lupa, kan kesukaan kak Amora kesukaan ku juga. "
"Boleh ma. "

"Oke, tunggu disini ya sayang. "

"Iya ma. "

Kini Hera sendirian di dalam mobil ,untuk menghilangkan kejenuhannya ia melihat-lihat seisi mobil milik kedua orangtuanya, yang tak pernah ia masuki selama ini. "Kak Amora." Hera tampak terkejut, saat melihat kembarannya ada di cermin mobil, ia melihat dibelakang nya namun tak ada Amora disini, hanya ada dia seorang diri. "Apa ini? " Hera meraba wajahnya, meyakini bahwa itu hanya mimpi. "Ini bukan wajahku. " Air mata Hera terjun bebas. "Jadi perhatian yang mama papa berikan karena mengira aku adalah Amora. "
"Hiks... hiks... hiks. " Tangisnya kini lebih keras dari yang tadi.

Flashback on
"Ngapain loe senyum-senyum sendiri. "

Hera menoleh ke sumber suara,lalu tersenyum memamerkan sesuatu ditangannya"Lihat kak, papa belikan aku kalung sebagus ini, aku seneng banget deh, ternyata papa sayang sama aku. "

Amora duduk disudut kasur dengan ekspresi yang tak bisa ditebak. "Kok seperti kalung yang dikasih papa ke gue kemarin ya, tapi gue gak mau, liontin nya jelek"

Senyum Hera mulai runtuh, kebahagiaan nya kini pergi begitu saja. "Bisa gak kak, bohong sedikit aja buat kebahagiaan ku? " tanya Hera dengan tatapan hampa.

Flashback off

Hera menyeka air matanya keras. "Dengan ini semuanya akan berubah, ini sebuah keberuntungan bukan? " Ucap Hera dengan senyum liciknya.

Awan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang