"Mama... papa... " teriak Amora semakin kencang.
"Maaa... pa... " teriaknya lagi ketika tak ada respon dari keduanya.Amora menghela napas kasar, ia merasa kesal teriakan nya tak digubris sama sekali. Padahal ia hanya ingin menyampaikan kabar gembira.
"Ma... pa... " panggilnya lagi, sembari melangkahkan kaki mencari keberadaan keduanya.
Bibirnya mengukir senyum ketika menemukan kedua orangtuanya berada di ruang tengah. Ia mulai menghampiri keduanya, dengan senyum yang tak pudar-pudar dari tadi. "surprise."
Hanum dan Brata terkejut dengan apa yang mereka lihat, putrinya yang tiba-tiba berjalan tanpa instisblind, dan juga tampak memandang keduanya seperti orang yang bisa melihat. "Udah bisa lihat?" tanya Hanum.
Amora mengangguk. "Tapi masih agak buram sih, ma."
"Syukurlah, jadi gak repotin lagi deh." celetuk Hanum, yang membuat Amora bingung kenapa mamanya bisa berbicara sekejam itu padanya. Amora mencoba menatap dalam Hanum, memperjelas ekspresi apa yang Hanum tampakan. Apakah senang, atau sedih. Tapi tak bisa ia lihat dengan jelas, karena penglihatannya masih belum normal.
"Syukurlah kalau putri papa ini udah bisa lihat, papa seneng deh." ujar Brata.
Senyum Amora kini sedikit memudar. Rasa kecewa serta heran menghinggapi hatinya. Mendengar perkataan Brata yang tampak biasa saja, serta perkataan Hanum yang tampak tak senang, membuatnya kembali bersedih.
"Hera, sekarang kita ke rs ya, biar mata kamu diperiksa dokter lebih lanjut."
Amora mengernyitkan dahinya, ia menoleh kanan kiri mencari keberadaan orang yang namanya disebut oleh Brata.
Brata ikut kebingungan melihat tingkah putrinya, sedangkan Hanum terlihat tak peduli dengan tingkah aneh putrinya. "Ra, kamu kenapa?"
"Papa tadi ngomong sama aku?"
"Iya lah, sama siapa lagi coba?" Amora yang merasa janggal dengan tingkah aneh semua orang selama ini, meninggalkan keduanya tanpa berbicara satu kata pun.
Iya baru saja mengingat kalau dia tadi berada di kamar Hera bukan kamar miliknya. Ia memasuki kamar yang selama ini ia tempati menatap setiap sudut yang ada. Hingga sebuah cermin menarik perhatiannya. Ia mendekati cermin itu, dengan tenang ia menatap cermin tersebut. Sebuah pantulan di cermin membuatnya sedikit terkejut. "Hera?" ucapnya.
"Ini wajah Hera." Amora yang masih terkejut, memegang cermin itu dengan jari terlunjuk. Walau penglihatannya sedikit buram, tapi Amora sangat yakin bahwa itu adalah wajah Hera, bukan dirinya.
"Bagaimana bisa?" tanyanya dengan air mata yang mengalir begitu saja.
"Aaaaaa."
"Pyarr." Amora dengan marahnya, membanting semua barang yang ada di kamar ini.Prang!
Glontang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
Teen FictionAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...