Amora menatap langit-langit atap. Rasa bosannya mulai menghampiri, semenjak Rakhan berpamitan pergi sebentar, ingin membeli sesuatu.
Sudah satu jam berlalu, tapi Rakhan tak kunjung kembali. "Apa Rakhan pulang ya?"
"Udah sejam, Rakhan gak datang-datang. "
"Huftt, apa yang harus gue harapin dari Rakhan?"
"Lagian, gue bukan Hera." gerutunya."Gue bawain sesuatu buat loe." Senyum Amora seketika mengembang, seseorang yang ia nantikan akhirnya datang juga.
Ia menatap Rakhan yang tengah berdiri disampingnya, sembari menyembunyikan sesuatu dibelakang badannya. "Apa?" ujarnya, tampak antusias.
"Taraaa." sebuah aquarium mini disertai ikan cupang warna-warni ditangan Rakhan, membuat Amora tersenyum bahagia.
"Wahhh, bagus banget rak."
Rakhan meletakkan aquarium tersebut diatas nakas, lalu duduk disamping ranjang. "Suka?"
"Suka." jawabnya dengan penuh senyuman.
"Hera beruntung ya, punya loe."Rakhan tersenyum tipis, "justru loe lebih beruntung, punya kedua orangtua yang sangat sayang sama loe."
"Dibanding Hera?"
Rakhan mengangguk.
Amora tertunduk. "Tapikan sekarang beda rak."
"Sekarang kan ada gue." jawab Rakhan, dengan senyum meyakinkan.
Amora tersenyum, "dulu gue gak sebebas ini rak."
Rakhan mulai mendekatkan diri, terlihat siap untuk mendengarkan cerita Amora.
"Dulu gue harus belajar lebih keras, agar bisa ngalahin Hera."
"Sampai gue gak pernah keluar rumah, cuma karena belajar."
"Mama selalu nuntut gue agar lebih dari Hera, menuntut gue harus sempurna."
"Harus bisa ini itu."
"Tapi sekarang, gue merasa bebas, tapi juga kehilangan." ucap Amora panjang lebar."Kalau loe mau jadi Amora lagi, gue bisa bantu loe, gue bakal ke danau itu nanti, gue bakal cari petunjuk."
"Gak usah rak."
"Mungkin dengan kejadian ini, gue dan Hera bisa sama-sama mengerti satu sama lain."
"Dan gue rasa, Hera udah cukup menderita."
"Hera juga butuh kasih sayang mama papa, rak."Rakhan menghela napas panjang. "Tapi loe gimana, mor?"
"Gue gak papa, gue bisa kok."
"Yakin?"
Amora mengangguk cepat. "Yakin, kan ada loe."
Rakhan tersenyum lebar. "Loe percaya sama gue?"
"Kembaran gue aja percaya sama loe, masak gue enggak?"
Dengan gemasnya Rakhan mengacak-acak puncak rambut Amora. "Makasih udah percaya sama gue."
"Klekk."
"Ini maksudnya apa ya?" suara perempuan paruh baya mulai menghiasi ruangan, seakan menghentikan waktu."Tante."
"Sejak kapan tante disini?"***
"Yes?" ucapnya, sembari menepuk pundak Yesi. Hera terus memperhatikan tindakan Yesi, terlihat jelas wajah gelisahnya. Yang tentu membuat Hera khawatir. "Yes, loe kenapa?"
Seketika Yesi menghentikan aktivitas nya. Ia terduduk lemas diatas tanah, tangannya mulai gemetar.
Dengan sigap Hera memeluknya. "Yes?"
"Gue..." ucap Yesi tampak gemetar. Ia terus saja memandang kedua tangannya.
"Loee kenapa yes?"
"Coba loe tarik napas, berusaha buat tenang, oke?""Hiks... hiks... hiks..." Bukannya lebih tenang, Yesi malah lebih keras menangis.
"Udah yes, jangan nangis terus!" Pinta Hera sembari mengelus pundak Yesi.
Tarikan napas Hera terdengar, rasa frustasinya semakin bertambah. Belum juga masalah nya selesai, tapi masalah lain datang. "Kita pulang ya, gak baik tahu nangis didepan gerbang kuburan." ujar Hera, masih berusaha membujuk.
Seketika Yesi mengusap kedua air matanya, menarik napas lalu ia menghembuskan lagi berkali-kali, berusaha menenangkan diri sendiri.
Hera dengan sabar menunggu Yesi, ia terus menepuk pundak Yesi, berharap itu bisa membantunya lebih tenang. "Udah mulai tenang?"
Yesi mengangguk.
"Yaudah kita pulang sekarang ya!" ajak Hera, yang kemudian berdiri ingin beranjak dari tempat tersebut. Tapi langkahnya tertahan, ketika Yesi masih terduduk ditempat, dengan tangan yang terus memegang nya.
Dengan terpaksa Hera terduduk kembali, menatap Yesi yang tampak masih ketakutan. "Kenapa, yes?"
Yesi menatap kedua tangannya, kemudian menatap Hera. Menarik napas dalam, menyiapkan diri untuk bercerita pada sahabatnya. "Gue, orang jahat mor."
Dahi Hera mengernyit. "Maksudnya?"
"Gue bukan orang baik."
Hera membuang muka, merasa kesal dengan Yesi yang bertele-tele.
"Tangan gue." Yesi menunjukkan kedua tangannya pada Hera. "Kotor." sambungnya.
Hera menatap tangan Yesi yang terlihat bersih itu. "Mana kotorannya?" tanyanya sedikit jengkel.
"Darahnya memang sudah hilang, mor."
"Tapi, jejak kejahatannya masih ada.""Maksudnya?"
"Gue, udah bunuh Ella."
Mata Hera seketika melotot, badannya sedikit memberi jarak dengan Yesi. "Ella adek loe?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
Teen FictionAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...