Bab 2

168 4 0
                                    

"Mama rasa putri mama yang cantik ini, sudah sangat sehat jika diajak makan di luar. " Ucap Hanum yang menatap putrinya dengan penuh kasih sayang.

Hera tampak tertarik "Makan diluar? " 

"Iya nak, kita akan makan diluar, ditempat biasanya kita merayakan ulang tahun kamu." Jeda Brata melirik sekilas raut wajah putrinya dari cermin mobil.

"Khusus hari ini kita ke rastauran mekar, bukan untuk merayakan ulang tahun kamu, tapi untuk merayakan kepulangan mu dari rumah sakit. "

"Ketempat biasa merayakan ulang tahun?"
"tanpa aku?"
"Aku tak diajak? "
"Kenapa aku baru tahu sekarang? "
Batin Hera kecewa.

"Nak, kenapa diem aja?"
"Amora gak seneng?"
"Sakit,rasanya sakit ma, pa. " jawab Hera dengan wajah datarnya.

Raut wajah Hanum seketika berubah menjadi raut wajah khawatir. "Sakit, mana yang sakit nak? "

Hera meletakkan tangan di dadanya, seakan menunjukan bagian yang sakit.

"Dada kamu sakit, Amora, kita balik kerumah sakit aja kalau gitu. "

"Gak usah pa, percuma... "sentak Hera, yang membuat kedua orangtuanya terkejut dengan nada tinggi yang putrinya gunakan. Pasalnya sosok Amora yang mereka kenal tak pernah menyentak mereka.

"Luka ini tak kan pernah sembuh." Gerutu Hera yang hanya dapat didengar olehnya.

Hanum tiba-tiba saja memberikan pelukan hangat. "Kita langsung pulang aja mas, gak usah kerumah sakit, sepertinya Amora hanya kecapean, Amora hanya butuh istirahat."

"Aku pasti bisa menjadi kak Amora seutuhnya." Batin Hera.

Sesampainya dirumah

"Amora, kamu ke kamar dulu ya, mama mau masakin makanan kesukaan kamu. "

"Ayam bakar. "

"Ha? "

"Aku mau ayam bakar,ma. "

"Oke, mama masakin kamu ayam bakar. " Hanum mengiyakan keinginan putrinya, walaupun dia merasa aneh dengan sikap putrinya kali ini.

Brata yang berada tepat disamping Hera tiba-tiba saja menggendongnya. "Sekarang papa antar kamu kekamar ya. "

Hera mengangguk sebagai jawaban. Betapa senangnya Hera ketika bisa menatap papanya lebih dekat.

"Sudah sampai." Brata meletakkan putrinya diatas kasur dengan perlahan.
"Kamu istirahat dulu disini, papa mau menyelesaikan tugas kantor dulu, oke. "

"Oke, pa. "

Brata pun mengacak-acak surai rambut putrinya sebelum beranjak pergi dari kamar.

Setelah memastikan Brata sudah benar-benar pergi dari kamar nya. Hera mulai melihat-lihat seluruh sudut kamar kakaknya ini. "Ternyata kamar kak Amora sama seperti kamarku, tidak begitu mewah, ahh aku kira kamar kakak lebih bagus dari kamarku. " Monolognya.

Hera mulai membuka almari. "Baju kak Amora lumayan bagus juga. " Setelah merasa puas melihat baju Amora, Hera membuka laci disamping kasur.Dilaci paling atas hanya terdapat sisir dan juga jepitan rambut, lalu laci tengah terdapat beberapa kaos kaki, dan dilaci terakhir terdapat sebuah botol kecil berwarna putih yang membuat Hera penasaran. "Apa ini? " tanya nya dalam hati.

Tak butuh waktu lama, Hera segara membukanya. "Obat? " ucap Hera spontan saat melihat beberapa kapsul obat berwarna putih didalamnya.

"Amora." Panggilan itu membuat Hera terkejut, dan bergegas mengembalikan botol obat itu ketempat asalnya.

"Sayang,kamu lagi ngapain? " tanya Hanum yang ternyata sudah masuk didalam kamar.

"Emmm, enggak papa ma. "

Hanum terdiam sejenak sebelum melangkah maju menghampiri putrinya.

"Mama ngapain kesini? "

"Kamu gak liat, mama bawa makanan buat kamu? " Hanum menunjukkan makanan ditangannya.

"O iya, makasih ma. "

Hanum meletakkan makanan tersebut diatas nakas. "Sini mama suapin. "

Hera membuka mulutnya. "Ma... "

"Iya, Amora kenapa? "

Hera sebenarnya sedikit bingung ingin bertanya bagaimana,tapi ia penasaran dimana tubuhnya berada,dan apakah Amora berada didalam tubuhnya. "Hera dimana?"

Hanum menghela napas sejenak. "Hera, masih dirumah sakit, dia belum sadar. "

Hera hanya bisa mengangguk, entah mengapa hatinya kali ini sangat terluka.

"Ayo, habiskan dulu makanan nya. " ujar Hanum.

Akhirnya Hanum selesai menyuapi putrinya. "Amora."

"Ya, ma. "

Hanum memegang kedua pipi putrinya. "Jangan sakit kayak kemarin lagi ya, mama gak sanggup lihat kamu terbaring lemas kayak kemarin, mama... " Hanum yang tak sanggup menahan tangis nya menghentikan ucapannya, air matanya kini mengalir deras. "Hiks...hiks... hiks... "

"Ma... " Hera pun memeluk mamanya, ia berusaha menenangkan Hanum.

"Ma..ma sakit kalau ka... mu sakit. " ucap Hanum disela isakan tangisnya.

"Ma, aku Khiandra Hera Agnibrata putri mama yang masih terbaring dirumah sakit ,disana sendirian gak ada yang nungguin, mama gak khawatir?" Batin Hera.

"Jangan nangis lagi ma, sekarang kan aku sudah sehat, jadi gak ada yang harus mama tangisin sekarang."

Hanum menyeka air matanya. "Kamu benar nak, apa yang harus mama tangisin kan kamu sudah sembuh, bagi mama saat kamu sudah siuman waktu itu adalah kebahagiaan terbesar mama. "

"Bagaimana dengan ku ma, bagaimana? " Tiba-tiba saja setetes air mata Hera terjatuh, dengan sigap Hera menghapus air mata tersebut.

"Yaudah nak, mama mau beres-beres rumah dulu ya, kamu istirahat. "

"Iya, ma."

Hanum pun keluar dari kamar Amora, setelah memastikan mamanya sudah berada jauh dari kamar, Hera langsung mengunci pintu. Ia duduk tepat didepan pintu lalu menangis dalam diam.

"Khusus hari ini kita ke rastauran mekar, bukan untuk merayakan ulang tahun kamu, tapi untuk merayakan kepulangan mu dari rumah sakit. "

"bagi mama saat kamu sudah siuman waktu itu adalah kebahagiaan terbesar mama. "

Hera mengingat kembali ucapan dari kedua orangtuanya. Baginya kata tersebut telah menyakiti hatinya begitu dalam. Bagaimana bisa kedua orangtuanya berbahagia diatas penderitaan anaknya yang satu lagi. "Apa kesalahanku waktu itu mampu menutupi kasih sayang mama papa? " tanyanya dalam hati.

Awan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang