Bab 29

31 0 0
                                    

"Amora bangun...."

Amora yang terkejut dengan teriakan itu segera terbangun dari tidurnya. "Iya, maa." jawab nya namun seketika ia terdiam. "Inget, gue sekarang adalah Hera, bukan Amora." batinnya.

Dengan segera ia memasuki kamar mandi untuk sekedar cuci muka,lalu menggunakan seragamnya. Langkahnya ia percepat agar segera sampai dimeja makan. "pagi ma,pa." sapanya, namun tak ada balasan dari keduanya. Senyumnya luntur, langkahnya pun mulai menjauh, terduduk lesu dimeja yang dari dulu dikhususkan untuk Hera. Namun sekarang ia yang harus merasakan duduk dimeja makan sendirian. 

"Pagi ma,pa." 

"Pagi, sayang."
"Sini, makan yang banyak, mama ambilin ya."

Amora menatap meja makan disampingnya, yang dipenuhi makanan, serta seribu kasih sayang mama papa yang mereka tuangkan pada Hera. Hal yang dulu ia dapatkan. Sedangkan sekarang, dia sendirian dimeja makan, dengan lauk tahu serta sayuran seadanya.

"Gimana, masakan mama enak kan?"

Hera tersenyum lalu mengangguk. "Enak, ma." jawabnya, tanpa terasa air matanya mengalir. Air mata kebahagiaan, dimana baru kali ini Hera merasakan gulai ayam buatan Hanum. Gulai ayam yang selalu menjadi masakan favorit keluarganya.

"Kamu kenapa, nak?" tanya Brata yang menyadari putrinya mengeluarkan air mata.

Hera menatap Brata sembari mengusap air matanya. "Gak papa pa, ini cuma kelilipan kok."

"Sini papa tiup matanya." Dengan sigap Brata meniup mata putrinya.

Sedangkan Amora yang melihatnya, menghela napas. Ia sudah tak sanggup lagi melihat kebahagiaan keluarganya sendiri, tanpa dirinya. Dengan kesal, Amora berdiri, sembari membawa makanannya menuju dapur. "Ternyata sesakit ini jadi Hera, bagaimana bisa Hera bertahan?"  batin Amora.

Ia duduk dikursi dapur, dengan tetesan air mata yang terus mengalir. "Hiks... hiks... hiks... " tangisnya yang masih mengunyah makanan.

Sepuluh menit berlalu, tapi makanan tersebut tak kunjung habis. Hingga Hera menghampiri Amora ia terdiam saat melihat Amora menangis disini, ia kini berada tepat didepannya, tapi Amora tak tahu. Mungkin tangisnya membuat fokusnya buyar. "Mau bareng gak?"
"Papa udah nungguin didepan." ucap Hera, yang langsung pergi.

Dengan cepat ia segera menghabiskan makanannya. "Tunggu, ra." teriaknya sembari berlari keluar.
"Husf...hush" Amora berusaha mengatur napas.

"Hera, kamu dibelakang sendiri ya." pinta Brata yang sudah didalam mobil.

"Baik, pa." jawab Amora. Ia pun membuka pintu mobil paling belakang. Rasanya sedikit senang karena ia bisa nebeng kesekolah, tanpa jalan kaki seperti Hera dulu. Tapi perasaan tersinggung tak dapat ia hilangkan, ketika harus duduk dibelakang mobil padahal masih ada kursi bagian tengah yang dapat ia duduki.

Rasa sakit hatinya seketika hilang, saat melihat Hera tersenyum senang.

"Kamu kenapa ra?"
"Senyum terus daritadi."
"Lagi bahagia banget ya?" tanya Brata beruntun, saat menyadari senyum putrinya yang tak kunjung pudar daritadi.

"Seneng aja, dimasakin gulai ayam sama mama."

Dahi Brata mengernyit, bingung. "Kenapa seneng?"
"Bukannya mama sering masakin kamu gulai ayam ya?"

Hera terdiam sejenak,memikirkan jawaban yang tepat. "Kali ini beda, pa."

Flashback on

"Emmm, enak banget ma." ucap Amora, yang daritadi menambah porsi makannya.

"Beneran enak?"

"Beneran, ma."

"Kalau gitu besok mama buatin lagi, oke."

"Oke, ma."

Hera menatap keduanya dari meja makan samping, ia hanya bisa menelan ludah melihat gulai ayam masakan Hanum, yang mengiurkan. "Maaa, Hera boleh minta gak?" tanya Hera memberanikan diri. Ia sudah tak bisa menahannya, lantaran sudah lama ia menginginkan makanan tersebut, tapi tak kunjung Hanum berikan.

"Makan itu aja ra, harusnya kamu bersyukur lho, mama kasih makan, bukan malah ngelunjak." jawab Hanum.

Hera hanya bisa menghela napas, menatap sepiring nasi dengan tahu serta sayur didepannya. "Tapi maa, Hera pengen rasain gulai ayam buatan mama." gerutu Hera, yang hanya bisa didengar olehnya.

Akhirnya makanan Hera habis, bersamaan dengan Amora dan Hanum yang selesai makan. "Ra, seperti biasa, cuci piringnya." pinta Hanum.

"Iya, ma." Dengan segera Hera membersihkan meja makannya terlebih dahulu. Setelah selesai, ia beranjak ke meja makan keluarganya. Terdapat sedikit kuah gulai beserta tulang ayam yang tersisa dimeja.

Hera memperhatikan sekitar, setelah memastikan tidak ada orang disekitarnya, Hera mengumpulkan kuah beserta sisa tulang ayam disatu piring. Ia menambahkan sedikit nasi, lalu mulai memakannya dengan lahap. "Bener kata kak Amora, masakan mama yang satu ini enak banget." ucapnya yang masih mengunyah makanan tersebut.

Kali ini Hera merasa sangat bahagia, karena dapat merasakan masakan gulai ayam sang mama. Ya, walaupun hanya sisa makanan. Tapi tak apa, ia tetap bersyukur untuk hari ini.

"Heraaaa."

Teriakan tersebut membuat Hera terkejut, dengan spontan ia berdiri dan berusaha menelan makanan yang masih berada dimulutnya.

"Apa-apaan ini?"
"Mama kan sudah bilang, jangan pernah memakan gulai ayam mama." teriak Hanum lagi, dengan wajah yang sudah memerah.

"Ma...af ma, tapi... kan... ini hanya sisa." jawab Hera yang tubuhnya sudah begetar hebat.

"Alasan kamu, sini ikut mama." Hanum menarik tangan Hera kencang.

Sedangkan Hera hanya bisa mengikuti kemana Hanum akan membawanya. Saat ini Hera berusaha mati-matian agar tetap bisa berjalan mengikuti Hanum, dengan kaki yang sudah begetar karena ketakutan.

Sesampainya didapur, Hanum melepaskan genggamannya. Sementara Hera terjatuh lemas tak berdaya saking takutnya.

"Buka mulut kamu!" pinta Hanum dengan nada tinggi.

Hera menggeleng, ia menutup mulutnya rapat-rapat.

Melihat reaksi Hera yang melawan, membuat Hanum semakin geram. Ia memaksa Hera agar membuka mulutnya, dengan dua tangannya.

"Bukaaa."

"Hmmm...hiks...hiks..." Hera semakin menutup rapat mulutnya. Namun sayang tangan hanum lebih kuat, sehingga mulut Hera terbuka lebar dengan paksa.

Awan UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang