"Ma, aku khawatir deh sama Hera."
Hanum menatap putrinya, bingung dengan maksud perkataan tersebut. "Khawatir kenapa nak? "
"Hera, kayaknya depresi deh ma."
"Maksudnya? "
Hera tampak berpikir sejenak, ia mulai menyusun kata-kata yang pas untuk diutarakan. "Waktu kita tenggelam... "
Hanum mulai menyimak ucapan putrinya dengan seksama.
"Hera bilang ingin jadi aku, yang selalu disayang sama mama papa, ia bilang ingin mengambil semua milikku, jadi Hera dorong aku ke danau,tapi sayangnya dia ikut terpeleset di danau. " ucap Hera yang membuat Hanum terkejut.
"Hera bisa lakuin hal seburuk itu ke kamu?"
Hera mengangguk sebagai jawaban.
"Kayaknya mama harus mulai peduli deh sama Hera, kasian ma, dia hampir gila."
Hanum memeluk putrinya. "Sudahlah Amora, yang terpenting sekarang kamu baik-baik saja. "
"Dan akan lebih baik lagi, kamu jaga jarak sama Hera, dia cukup berbahaya untukmu." lanjut Hanum, yang hanya dijawab dengan anggukan.
"Sepertinya Hera sudah gila, sampai berpikir ingin menjadi dirimu. " ucap Hanum lagi.
Hera semakin erat memeluk Hanum. "Iya ma, aku sudah hampir gila. " Batin Hera.
Hanum melepaskan pelukannya. "Sekarang kamu tidur ya, udah malem lho ini."
"Ya, ma." jawab Hera.
***
Pukul 07.00 WIB, Hera masih terbaring dikasurnya. Ia masih memikirkan cara agar Hanum dan Brata tidak mencurigai sikapnya yang berubah.
"Hp, iya hp. Dengan hp milik Amora, aku pasti dapat sedikit informasi tentang kebiasaan kak Amora kan?" Monolog Hera.
Ia segera membuka laci disamping kasur, mengambil hp Amora. "Masalahnya, sandi hp ini udah aku buka dari kemarin, tapi gak bisa-bisa,salah semua sandinya." Gerutu Hera.
"Aku harus cari cara lain nih buat buka sandi hpnya,tapi gimana caranya?"
"Tok... tok... tok. "
"Amora."Hera menjatuhkan handphone tersebut,karena kaget dengan ketukan pintu yang tiba-tiba. "Iya, ma." Dengan segera ia mengambil handphone lalu memasukan kembali kedalam laci.
"Mama masuk, ya. "
"Iya ma, masuk aja."teriak Hera. Senyum Hera kini terukir jelas saat Hanum memasuki kamarnya.
"Tumben nak, masih dikamar, biasanya paling gercep ke ruang makan."
"Ha?" jawab Hera yang masih tak mengerti maksud Hanum.
"Ha?" tanya Hanum yang merasa aneh dengan ucapan putrinya.
Hera memejamkan matanya sejenak. "Bodoh bodoh bodoh, kok aku jawab kayak gitu sih." batin nya.
"Emm gini ma, maksudku, ee aku lagi gak enak badan, makannya Amora masih dikamar."
"Kamu sakit nak, apanya yang sakit sayang?" Hanum meletakkan tangannya dijidat putrinya, memastikan suhu badannya normal.
"Enggak kok ma, cuma kecapean aja."
Hanum menghela napas lega. "Yaudah, mama bawain makanan kekamarmu aja, ya."
"Gak usah, ma, aku bisa kok, jalan ke ruang makan."
Hanum menatap putrinya sejenak, memastikan kondisinya benar-benar baik. "Yaudah, mama gandeng ya sampai ke ruang makan."
Hera mengangguk sebagai jawaban. Senyumnya kini semakin mengembang, dikala sebuah perhatian yang ia inginkan selama ini terwujud dengan jelas didepan matanya. Ia memeluk lengan mamanya dengan erat, sembari menikmati langkah demi langkah bersama sang mama yang tak pernah ia rasakan.
Keduanya telah sampai dimeja makan, Hera duduk di kursi yang biasa Amora pakai. Senyumnya kini memudar, saat melihat meja kotak didepannya, dengan tiga kursi yang menemani.
Sedangkan disebelah kanannya, yang berjarak tiga meter, dengan meja kecil serta satu kursi. Dimana dirinya selalu meratapi nasibnya dimeja tersebut seorang diri.
"Mama tambahin nih sayurnya biar tambah sehat." ucap Hanum, yang membuat Hera terpaksa memasang senyum manisnya lagi.
"Makasih,ma." ucap Hera.
"Tap...tap...tap. " Belum juga makan, suara langkah kaki membuat keduanya menoleh kesumber suara. Tampak Brata melewati meja ruang makan dengan bergegas.
"Mau kemana, mas? " tanya Hanum sebelum Brata sempat keluar rumah.
"Mau kerumas sakit."
"Ngapain?" tanya Hanum lagi yang membuat Brata menghentikan langkah nya.
"Hera sadar,aku harus kesana."
"Hera sadar pa?" tanya Hera memastikan bahwa dia tidak salah dengar.
"Iya, Amora. Kamu mau ikut?"
Sebelum Hera menjawabnya, Hanum terlebih dahulu membuka suara. "Tidak, mas, Amora masih harus istirahat, dia baru saja keluar dari rumah sakit. "
"Yaudah, aku kesana sendiri aja." ucap Brata yang tampak kecewa. Ia pun pergi meninggalkan ruangan tanpa salam kepada Hanum.
Hera menggenggam sendok ditangannya begitu erat. Rasa sedih dan marahnya kini hanya bisa ia lampiaskan lewat sendok tersebut. "Tak adakah rasa peduli padaku sedikitpun, ma?"
"Luar biasa lukanya ma, menjadi Amora pun kau masih bisa melukaiku." Batin Hera."Amora, kamu kenapa?" tanya Hanum yang menyadari tingkah aneh putrinya.
"Enggak papa kok,ma." senyum Hera, yang ingin menunjukkan bahwa ia baik-baik saja.
"Yaudah, sekarang lanjutkan makannya, gak usah mikirin orang yang gak penting."
"Ma, Hera juga anak mama." bentak Hera yang sudah tak kuat dengan tingkah laku mamanya.
"Amora, kamu kenapa sih."
"kok jadi belain Hera? "
"Sejak kapan kamu kayak gini?" "Bukannya kamu benci banget ya, sama Hera?" tanya Hanum beruntun, seperti tak ada habisnya."Kak Amora benci aku?, jadi selama ini gak ada yang peduli sama aku, gak ada yang sayang sama aku, kenapa? aku kenapa?" Batin Hera,dengan tangisnya yang tiba-tiba saja keluar. Sakitnya sungguh besar kali ini, orang yang selama ini ia pikir menyanyanginya, ternyata juga membencinya. Sekarang Hera merasa benar-benar sendiri.
"Amora, kamu kenapa nangis? "
"Gak papa ma, cuma kelilipan."
Hanum berdiri,mendekati putrinya. "Sini-sini, mama tiupin."
"Ayolah Hera, aku gak boleh sedih, saat ini kan aku udah jadi Amora, yang dapetin semuanya." Batin Hera.
***
Brata yang sudah sampai dirumah sakit, segera melangkah kan kakinya menuju ruang rawat Hera, rasa penyelasan kini menghinggapi dadanya. Harusnya ia menemani putrinya dirumah sakit sampai ia sadar, bukan malah meninggalkannya diruangan sendirian.
Kini Brata sudah berdiri tepat didepan pintu ruang rawat Hera.
"Aaaaa, tidak... hiks... hiks... Gue gak mau kayak gini, dok." teriakan dari dalam ruangan tersebut, membuat Brata bergetar hebat. Entah apa yang terjadi, Ia harap bukanlah hal buruk yang menimpa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
Fiksi RemajaAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...