Rakhan melangkahkan kaki, mendekati Amora yang terduduk diteras rumah. "Kita pergi kedanau itu sekarang."
Amora mendongak menatap Rakhan dengan senyum kemenangan. "Loe percaya sama gue?"
Rakhan mengangguk sebagai jawaban.
"Oke, gue ganti baju sebentar." ucapnya yang kemudian lari memasuki rumah.
Amora membuka almari Hera, semua baju tertata rapi disana. Namun tak ada satu pun baju yang ia suka. Ia terus mengobrak-abrik baju tersebut sampai menemukan satu pakaian yang menurut nya cocok. "Yang ini lumayan." monolognya didepan cermin besar.
Amora membuka setiap helai kain yang ada ditubuhnya. Hingga tatapan nanar tercipta saat sebuah bekas luka menghiasi tubuh yang ia singgahi sekarang. Ia memutar tubuh dihadapan cermin yang memperlihatkan dengan jelas, bekas luka yang ada hampir diseluruh tubuh. Amora terduduk lemas, sambil memandang baju yang akan ia pakai. "Gue gak bisa pakai baju ini."
Flashback on
"Happy birthday Hera." ucap Amora, yang mendekati Hera disudut kasur.
"Happy birthday juga Amora."
"Gue punya sesuatu buat loe."
"Aku juga punya sesuatu."
"Surprise.... " ucap keduanya bersamaan.
Sebuah kotak berwarna kuning dengan pita ungu ditangan keduanya membuat mereka tertawa renyah. Sebuah kebetulan keduanya memiliki ide dengan warna yang sama untuk wadah hadiah tersebut. "Bisa samaan gini ya, gue harap isinya beda." ujar Amora disela tawanya.
Hera mengangguk lalu keduanya pun mulai bertukar kado. Seperti biasa Amora membuka kado terlebih dahulu. Ia melepas pita yang tersemat, kemudian membuka tutup kotak perlahan. "Wahhh." ucapnya saat kotak tersebut berhasil terbuka.
"Bagus banget, ra." ucapnya lagi, sembari memperhatikan jam tangan biru yang dipegangnya.
"Makasih Hera.""Sama-sama."
"Sekarang giliran loe yang buka, gue yakin seratus persen loe pasti suka kadonya." ujar Amora dengan penuh keyakinan.
Tanpa basa-basi Hera membukanya. "Dress,kak?"
Amora mengangguk.
Hera membuka lipatan dress tersebut, hingga terlihat jelas bentuknya. Dengan lengan diatas lutut serta panjang yang diatas mata kaki.
"Loe pasti akan terlihat cantik menggunakan dress ini."
Hera menatap Amora dalam, senyum nya seketika luntur, saat ucapan itu terdengar ditelinga nya. "Cantik?"
"Iya."
Hera melemparkan dress tersebut ke arah Amora. "Maaf kak, aku gak bisa pakai ini?"
"Kenapa?"
Tak ada jawaban, Hera hanya memalingkan wajah.
"Her, kalau loe gak suka, setidaknya hargai pemberian gue, gak kayak gini."
"Dan seharusnya kakak ngertiin aku."
"Ngertiin?"
"Loe aja gak bisa menghargai pemberian gue, loe minta gue ngertiin loe?" ujar Amora penuh penekanan."Udahlah kak, kakak tu emang gak pernah ngerti aku, gak pernah paham apapun soal aku."
"Oke gini, sekarang mau loe apa?"
"Keluar."
"Keluar... " teriak Hera berkali-kali."Oke, gue keluar."
"Pyaarr." dengan kencang Amora membanting jam tangan pemberian Hera hingga hancur tak berbentuk.
"Makan tu jam tangan." ujarnya, lalu meninggalkan Hera sendirian.Hera terpaku lemas, menatap jam tangan yang ia beli dengan uang hasil kerja kerasnya, hancur berkeping-keping.
Dengan pelan, ia menutup pintu kamar lalu terduduk lesu didepannya. Hera membuka sedikit lengan baju. Tampak bekas luka menghiasi lengannya.
Flashback off
Amora mulai termenung, mengingat kejadian dua tahun lalu. Dimana hari itu adalah hari terakhir ia merayakan ulang tahun bersama Hera. "Sekarang, gue ngerti her." Monolognya.
Amora meraih baju lengan panjang, lalu memakainya. Ia tampak tersenyum miris, membayangkan hari-harinya menjadi Hera.
"Wajar, kalau Hera iri sama gue."
"Wajar, kalau Hera benci gue."
"Gue memang pantes dibenci." gerutu Amora.Amora melangkah keluar kamar, menemui Rakhan yang sudah menunggunya daritadi.
"Ayok." ajak Rakhan yang mengulurkan tangan.
"Kita batalin aja."
Rakhan mengeryitkan dahi. "Kenapa?"
"Biarlah seperti ini, rak."
"Mungkin sudah takdirnya."Rakhan terkekeh mendengarnya. "Kenapa sih?"
"Padahal tadi gue liat, loe seneng banget lho... ""Gue pengen lihat Hera bahagia, itu aja." ucap Amora, memotong pembicaraan Rakhan yang belum selesai.
"Loe gimana, ra?" tanya Rakhan sembari menepuk pundak Amora.
Amora tersenyum kecil. "Gue, udah cukup bahagia."
"Yakin?"
"Iya."
"Tapi ini melawan takdir."
"Memang takdirnya seperti ini rak, gue harus rasain jadi Hera, dan sebaliknya, itu memang jalannya."
Rakhan memeluk Amora, ia berusaha menguatkan gadis itu. Bagi Rakhan itu adalah hal yang berat untuk dijalani. "Gue janji sama loe, gue bakal ada kapan pun loe butuh gue."
Air mata Amora menetes begitu saja, ia menangis dipelukan Rakhan. "Janji?"
Rakhan mulai menautkan jari kelingkingnya. "Janji."
"Sekarang loe istirahat, besok kita udah mulai sekolah lagi kan."
"Tenang aja, gue bakal nemenin loe disekolahan." ujar Rakhan panjang lebar, yang dibalas senyum manis oleh Amora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
Teen FictionAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...