"Amora kenapa?" tanya Rakhan, to the point.
"Dihukum mama."
"Karena?"
"Dia gak cuci piring, rak."
Rakhan menghela napas kasar.
"Terus.""Maksudnya?"
"Loe diem aja, saat amora dihukum?" tanya Rakhan dengan tatapan mengintimidasi.
"Aku gak diem, aku udah berusaha buat hentiin tindakan mama, tapi gak bisa rak."
Kalau loe berusaha berhentiin mama loe, gak mungkin kan amora masuk rumah sakit?" ucap Rakhan dengan nada tinggi.
Air mata Hera tiba-tiba saja terjun bebas, dada nya seakan sesak. "Kamu nyalahin aku?"
"Kalau gak karna loe siapa lagi?"
"Kok kamu gitu sih rak?" ujar Hera yang terus menyeka air matanya.
"Loe yang kenapa gitu?"
"Tega loe her, sama saudara loe sendiri."
"Ngebuat dia ngerasain penderitaan, yang gak seharusnya dia rasain." ujar Rakhan panjang lebar, dengan penekanan di kalimat terakhir."Jadi kamu mau, aku yang menderita terus?"
"Bukan gitu her, kita bisa nyelesaiin masalah loe ini dengan cara lain."
"Kita selesaiin dulu masalah ini, kita ke danau itu minta petunjuk, agar sukma kalian kembali ke raga masing-masing."Rakhan melangkah kan kaki, mendekati Hera, lalu memegang kedua pundak Hera."Setelah itu, kita selesaikan masalah keluarga loe, agar loe bisa mendapatkan yang seharusnya."
Dengan emosi,Hera menghempaskan tangan Rakhan dari pundaknya. "Aku udah capek ya rak, sama janji kamu yang selalu bilang kita bakal bisa nyelesaiin masalah keluargaku, tapi apa belasan tahun, bahkan sampai sekarang gak ada perubahan, yang ada masalah nya tambah rumit tahu gak."
"Kita cuma butuh sabar, sabar herrr, pasti bisa kok."
"Enak ya loe cuma bilang sabar sabar sabar sabar terus, loe gak ngrasain apa yang gue alamin."
"Plakk." entah Amarah darimana, Rakhan menampar pipi Hera dengan tangannya.
"Her, maaf." ucapnya lembut, disertai rasa bersalah nya.
Hera hanya menggeleng, rasa kecewa nya tampak dari binar matanya. "Loe, bukan Rakhan yang gue kenal."
"Her..."
Hera melangkah mundur, lalu berlari meninggalkan Rakhan seorang diri.
"Heraa." laki-laki itu pun mengejarnya.
"Hera,tunggu her, gue minta maaf." hingga di pertengahan ia berhenti. Menatap jam di tangan kirinya.
"Ahhh." kesalnya, sembari mengacak-acak rambut. Ia kembali menatap Hera yang semakin jauh dari pandangan nya. Dengan banyak pertimbangan, Rakhan memutuskan berputar balik, kembali ke ruang IGD.
Sudah setengah jam pertengkaran keduanya tadi, membuat Rakhan terpaksa kembali menemani Amora yang masih terbaring dirumah sakit.
Sesampainya disana, dokter sudah keluar dari ruangan tempat Amora ditangani. Dengan cepat Rakhan mempercepat langkahnya, menemui dokter tersebut, untuk bertanya mengenai keadaan Amora.
"Dok..." belum juga Rakhan menyelesaikan kalimat nya, dokter tersebut memotong pembicaraan, seakan tahu apa yang ingin Rakhan katakan.
"Pasien baik-baik saja, hanya saja diperlukan rawat inap beberapa hari untuk memulihkan keadaannya, jadi nanti tolong diurus administrasinya ya."
Rakhan tampak lega mendengarnya. "Baik dok, terimakasih."
"Saya boleh masuk?""Tentu saja boleh."
Rakhan tersenyum mendengarnya, ia melangkah kan kaki, memasuki ruangan.
Tampak Amora, tubuh Hera lebih tepatnya, terbaring diatas rajang. Dengan infus ditangan kirinya, disertai selang oksigen yang terpasang di hidungnya. Rakhan mendudukkan bokong, di kursi yang berada disamping bangsal.
Ia menatap wajah gadis itu dalam. "Sebenarnya....."
KAMU SEDANG MEMBACA
Awan Untukmu
Teen FictionAmora dan Hera adalah saudara kembar tak identik. Walaupun kembar nasib kedua nya berbeda, Amora dengan segudang kasih sayang dan belaian lembut kedua orangtuanya, sedangkan Hera dengan sebuah tamparan kasar yang ia terima sehari-hari. Hingga sebua...