28. Become a Sl*ve?

766 31 3
                                    

𖥔 Happy reading 𖥔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𖥔 Happy reading 𖥔

••──── ⋆✦⋆ ────••

28. Become a Sl*ve?

Kelopak mata Zoia mulai terbuka sehingga penglihatannya menangkap pemandangan langit-langit kamar yang bermotif. Dan ia masih belum sadar jika langit-langit kamarnya di kediaman Bronson tidak memiliki motif.

Sekarang perempuan itu hanya bisa mengerjapkan mata agar pandangannya tidak terlalu buram. Ia juga sedang memikirkan bahwa kejadian malam tadi bukanlah mimpi.

"Mama." Seolah teringat kepada Ophelia yang sedang sakit, Zoia berusaha bangkit dari posisinya dan baru tersadar bahwa sekarang dirinya sedang bukan berada di kamar miliknya.

"Di mana ini?" Zoia memperhatikan seisi kamar yang menurutnya terlihat mewah di bandingkan kamar-kamar di kediaman Bronson.

"Allen?" gumam Zoia saat nama itu terlintas di kepalanya. Seolah dipanggil, si pemilik nama sekaligus pemiliki rumah seketika masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu.

"Ternyata sudah bangun. Tadinya aku ingin menyirammu," ketus Aarash datang sambil membawa gelas berukuran besar yang berisi air untuk menyiram Zoia tadinya.

Zoia hanya menelan kasar ludahnya karena sisi buruk Allen ternyata bukan mimpi juga.

"Kenapa aku berada di sini?" cicitnya karena jujur, ia merasa takut.

"Mereka menjualmu," bohong Aarash karena pada kenyataannya ia sendiri yang mengambil Zoia dan kembali memukuli Seymour hingga masuk rumah sakit—termasuk Ophelia. Kejam, bukan?

Zoia tersentak dan merasa sedih karena kedua orang tua angkatnya ternyata semudah itu melepaskannya. Kilasan balik kebersamaannya bersama selama ini ternyata tidak berarti apa pun.

Namun ia langsung menggelengkan kepalanya agar pemikiran buruk tersebut segera menghilang. Seharusnya ia senang dapat membalas budi kebaikan keluarga Bronson, karena bagaimana pun, kebaikan mereka tak sebanding dengan pengorbanannya.

"Tapi kau menepati janjimu jika utang mereka akan lunas, 'kan?"

Aarash hanya bergumam sambil membuka gorden sehingga sinar matahari di pagi hari dapat masuk, Zoia jadi mengernyit dibuatnya.

Sudah pagi ternyata, batin Zoia. Berarti lumayan lama juga dirinya pingsan.

"Di rumah ini tidak ada asisten rumah tangga. Kita hanya tinggal berdua, namun akan ada kedua asisten pribadiku yang akan datang kemari sesekali. Jadi, mulai sekarang kau yang mengambil alih tugas sebagai asisten rumah tangga."

Zoia hanya mengangguk kaku dan bersyukur pekerjaannya tidak berat sebagai budak.

"B-Bagaimana dengan pakaianku?"

PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang