30. Weak

412 35 3
                                    

𖥔 Happy reading 𖥔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𖥔 Happy reading 𖥔

••──── ⋆✦⋆ ────••

30. Weak

"Sudah selesai, Tuan. Anda sekarang bisa pergi bekerja." Zoia terlihat senang sendiri karena berhasil menyelesaikan pekerjaannya tanpa perlu dimarahi seperti membuat sarapan tadi. Ia pun dengan inisiatif mengambil tas kerja Aarash dan menyerahkannya kepada si empu.

Bukannya pergi, Aarash justru menatap Zoia dengan seksama. Melihat wajah mantan kekasihnya yang berseri-seri membuat ia berpikir bahwa selama ini ia masih terlalu lembek kepada Zoia.

"A-Ada apa?" tanya Zoia begitu gugup karena Aarash tak kunjung bergerak, justru terus memperhatikan wajahnya. Jika statusnya bukan budak, mungkin saat ini ia sedang tersipu malu karena Allen memperhatikannya.

"Apa saya melakukan kesalahan?"

"Hari ini kau berdiam lah di kamar."

"Kenapa?" tanya Zoia keheranan. Bukankah ia harus melakukan pekerjaan rumah karena sedang berperan menjadi asisten rumah tangga?

"Ikuti aku."

Zoia pun mengikuti langkah Aarash yang ternyata menuju kamarnya di lantai dua. Saat ini ia memperhatikan gerak-gerik laki-laki itu yang sekarang sedang mencari sesuatu di laci besar lemari.

"A-Allen?" cicitnya ketakutan bahkan sampai lupa keformalan karena Aarash mengeluarkan benda yang menurutnya menyeramkan, yaitu sebuah kalung rantai yang selalu dipakai para budak atau anjing penjaga, dan sebuah pemberat yang selalu dipasang di pergelengan kaki agar dirinya kesulian berjalan.

"Kemarilah."

"Apa yang akan kau lakukan?"

Karena Zoia tak kunjung menurutinya, Aarash sudah menunjukkan raut wajah tidak bersahabatnya. Refleks, Zoia segera melangkah maju walau dengan gerakan lambat dan ragu.

"Kemarilah, Zoia!" bentak Aarash membuat kaki Zoia gemetaran. Karena tak sabaran, lelaki itu menghampiri Zoia dan memasangkan kalung rantai tadi di lehernya.

"Turuti perintah tuanmu, b*tch. Hari ini kau tidak boleh keluar kamar bahkan untuk makan sekali pun." Kali ini Allen memasangkan alat pemberat di kaki Zoia.

Perempuan itu melotot kaget lalu memasang raut sendu agar Aarash mau mengasihaninya.

"Untuk lapar, aku bisa menahannya. Tapi bagaimana dengan minum?" Zoia menahan lengan Aarash yang akan pergi.

"Gunanya air di kamar mandi untuk apa? Minum saja dari sana jika kau tidak kuat menahan haus."

"A-Allen, aku tidak bisa."

Namun, Aarash mana peduli. Bahkan jika Zoia berakhir mati kelaparan pun ia tidak peduli dan tidak akan merasa bersalah.

Blam!

PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang