40. Fair

397 30 6
                                    

oke, situasinya mulai memanas, guys.

𖥔 Happy reading 𖥔

••──── ⋆✦⋆ ────••

40. Fair

Entah bagaimana cara menjelaskan perasaan seorang lelaki yang sekarang sedang memergoki kekasihnya selingkuh.

Ia ingin menangis karena sakit dan sedih, tidak bisa membuat sang perempuan pujaan melupakan masa lalu. Ia juga ingin mengamuk karena kecewa dan marah, mendapati perempuan yang diseriusinya tidak setia.

Tangannya mengepal, matanya memerah dan berair karena menahan tangis dan amarah, giginya bergemelatuk karena merasa akan ada sesuatu yang meledak di dalam dadanya.

Dua tahun bukan waktu yang sebentar. Tapi apakah kekasihnya tercinta setidaknya bisa menghargai usahanya dengan tidak berselingkuh walau tidak bisa memberikan hati seutuhnya?

Setidaknya perempuan itu mengaku, meminta maaf, lalu memutuskan hubungan mereka baik-baik dengan kepala dingin. Bukan dengan cara membuka peluang datangnya lelaki masa lalu tercinta di saat pernikahan sudah di depan mata.

Tes.

Lelaki itu tidak bisa menahan air matanya ketika memejamkan mata karena merasa sakit mendengar desahan dan cekikikan manja dari dalam sana.

"Oh, aku melupakan sesuatu. Aku harus keluar dulu untuk mengambilnya."

Terdengar suara lelaki dari dalam sana membuat Roan—orang yang sedari tadi menguping kegiatan perselingkuhan kekasihnya—langsung kelabakan.

"Ke mana?" Zoia yang sudah sepenuhnya telanjang bulat menahan tangan Aarash yang kembali memakai kaosnya yang sudah dilepas.

"Itu adalah alat yang penting untuk kegiatan kita malam ini. Aku akan mengambilnya di mobil."

Dengan berat hati, Zoia pun melepas genggamannya dan memperhatikan Aarash yang sudah pergi keluar—meninggalkan jaket jeans-nya. Yah, itu berarti Aarash memang tidak akan pergi lama.

Sesaat Aarash pergi meninggalkannya seorang diri, dengan tubuh telanjang, Zoia mencari selimut di dalam lemari untuk menutupi tubuh telanjangnya. Mungkin juga nanti akan digunakan untuk menutupi tubuhnya dan Aarash ketika tidur berpelukan tanpa sehelai benang.

Ceklek.

"Kau sudah kembali ...?" Di akhir kalimat, suara Zoia jadi mengambang karena terkejut melihat seseorang yang masuk ke dalam kediamannya bukanlah Aarash.

"Siapa yang kembali? Kau menunggu siapa?" tanya Roan begitu dingin dengan tatapan tajam. Mungkin jika tatapan itu bisa membentuk benda tajam, tubuh Zoia sudah tak berbentuk karena tatapan itu yang menghunus ke arahnya.

"Ehm ... i-itu ...."

"Menunggu seseorang dengan telanjang bulat, eh? Siapa yang kau tunggu?"

"Roan, aku bisa—"

"Allen. Kau menunggu Allen, 'kan?"

Zoia tidak menjawab karena bingung harus berkata jujur atau tidak. Berbohong pun otaknya sudah tak mampu berpikir karena panik dan takut.

"Kau benar-benar jalang, Zoia. Pernikahan kita sudah di depan mata tapi kau mau memberikan keperawananmu pada lelaki lain?"

"S-Sejak kapan kau ada di sini?" Hanya itu yang keluar dari mulut Zoia.

"Sejak kapan? Sejak kau berada di toko lingerie dengan mantan kekasihmu itu."

Zoia melotot kaget karena tidak menyangka Roan sudah selama itu mengikutinya.

PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang