15. Actually, Who is He?

469 35 6
                                    

𖥔 Happy reading 𖥔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𖥔 Happy reading 𖥔

••──── ⋆✦⋆ ────••

15. Actually, Who is He?

Dalam beberapa hitungan, Zoia sudah merasakan benda kenyal menempel di bibirnya. Mata Zoia yang terbuka bisa melihat mata Asher yang tertutup seolah menikmati ciuman.

Awalnya bibir mereka hanya menempel saja. Tapi ketika Asher mulai memegang kedua pipi Zoia sampai tengkuk, suasana mulai berubah menjadi sedikit panas.

Bibir Asher mulai bergerak memagut bergantian bibir atas dan bahwa yang ternyata berhasil membuat Zoia terpancing sehingga mulai sedikit membuka mulut mempersilakan masuk lidah Asher.

Suara napas Asher yang memburu disertai suara decapan pertemuan kedua bibir benar-benar membuat Zoia hilang kendali. Sialan, Zoia adalah perempuan hina karena sudah mengkhianati Roan.

"Hmmph!" Zoia berusaha mendorong dada Asher karena kehabisan napas.

"Maafkan aku!" Asher terbelalak lalu mengubah posisi duduk menjadi menghadap danau. Ia mengacak-acak rambutnya sambil terus merapalkan permintaan maaf kepada Zoia.

"Tidak apa. Ini juga salahku," jawab Zoia begitu lesu. Ia begitu merutuki kebodohan yang tidak bisa menjaga diri.

"Ayo, pulang."

Zoia melihat Asher sudah berdiri dan berjalan terlebih dahulu menaiki anak tangga.

Kenapa sekarang ia merasa bersalah melihat Asher yang canggung dan diam saja? Padahal jika dipikir-pikir, lelaki itu yang memulai segalanya. Dimulai dari menganggap diri sendiri adalah Allen, dilanjutkan dengan mengajaknya berciuman.

Tapi ia sadar bahwa semua itu atas dasar persetujuannya. Jika saja ia menolak, semuanya tidak akan terjadi. Ia sudah salah sejak menerima ajakan kencan Asher.

"Kita pulang atau ... kau ingin mengunjungi tempat lain? Bukankah tadi kau bilang ada urusan?"

"A-Ah ...." Zoia gelagapan karena sebenarnya tadi ia berbohong. "Sebaiknya kita kembali ke kampus."

Tapi tiba-tiba Zoia terpikirkan sesuatu. Karena rasa penasarannnya kepada Asher sudah menggunung, ia memiliki ide mengajak Asher ke suatu tempat.

"Eh, tunggu."

"Hm?"

"B-Bagaimana denganmu? Kau mau pulang atau ke kampus lagi?"

"Hmm ...." Asher memiringkan kepala karena sedang berpikir. "Aku ikut saja denganmu ke kampus."

"Jadi, kau tidak ada kegiatan lain?"

"Maksudnya?"

"Kita tidak jadi saja ke kampus. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang