Epilogue

145 22 25
                                        

𖥔 Happy reading 𖥔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𖥔 Happy reading 𖥔

••──── ⋆✦⋆ ────••

Satu tahun kemudian ....

"Nya ... nya ... nya ...."

Suara lucu seorang bayi memenuhi ruangan membuat sang ibu langsung tersadar dari lamunannya.

"Kenapa, Ethan? Kau lapar?" tanya Zoia kepada bayi laki-laki yang ia dan sang suami beri nama Ethan.

Bayi itu hanya memandang Zoia, seolah tadi bersuara hanya untuk menyadarkan sang ibu agar tak terus melamun.

Tok, tok, tok!

"Saya Elias, Nyonya. Bolehkah saya masuk?"

Suara di balik pintu membuat Zoia langsung berbinar, ia pun segera menyahut mempersilakan lelaki itu untuk masuk.

Yah, satu tahun ini mereka memang menjadi dekat karena Elias beralih menjadi Asisten Pribadi Zoia atas perintah Felipe.

"Selamat siang, Nyonya dan ...." Elias melirik kemudian tersenyum pada bayi yang ada di gendongan Zoia. "... Tuan Muda Ethan."

"Oh iya." Elias mengangkat tangan kirinya untuk menunjukkan apa yang dibawanya kepada Zoia.

"Ini untuk Tuan Muda ...." Terlihat sebuah kantong belanjaan dengan berbagai macam mainan anak laki-laki di dalamnya.

"... Dan ini untuk Anda, Nyonya." Tangan kanan Elias yang sedari tadi di belakang tubuh sekarang ia ulurkan ke arah Zoia.

"Kau seharusnya tidak melakukan ini, Elias. Kau tahu bagaimana Ethan dimanja oleh kakek neneknya, 'kan?"

"Anda menolaknya?"

"Tidak," jawab Zoia cepat sambil tersenyum. "Karena kau sudah susah payah membelikannya, aku terima."

Zoia mengambil kantong belanjaan tersebut kemudian melihat isinya.

"Kau harus bilang apa, Ethan?" tanya Zoia kepada bayi di gendongannya.

"Terima kasih, Paman Elias." Zoia bersuara seperti anak kecil mewakilan Ethan mengucapkan terima kasih kepada Elias.

"Sama-sama, Tuan Muda."

"..."

"Ehm, omong-omong, bagaimana dengan yang ini? Anda masih tidak akan menerimanya?" tanya Elias dengan tangan kanan yang masih terulur ke arah Zoia.

"Elias ...." Zoia menggigit bibirnya karena merasa gelisah.

"Sudah kubilang aku tidak bisa menerimanya jika bunga itu ditujukan untukku."

"..."

"Aku menghargai suamiku. Maaf ...."

Elias tersenyum—lebih tepatnya tersenyum getir. Sebenarnya ia juga tidak mau jika hatinya sekarang tertuju pada perempuan yang sudah bersuami, terlebih suaminya adalah sang mantan majikan.

PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang