35. KEMBALINYA PERAN YANG HILANG.

14 3 0
                                    

Haloo

Sebelum baca jangan lupa vote dan komen ya

Jangan lupa follow akun kita juga

Tiktok: storyjazlyn_
Instagram: @storyjazlyn_

Happy reading

Ditaman ini lah Sabiru bisa sedikit merenungkan apa yang baru saja ia alami. 

Hanya sedikit ia menjelaskan namun dibalas dengan ucapan yang bisa membuat hatinya merasakan sakit itu. Tapi ia sudah membuktikannya, bukan ia ingin menuduh sahabatnya itu berbuat hal yang sangat kotor itu tapi ia sudah seberusaha mungkin untuk mencari jawaban yang benar atas tuduhan itu. Namun Pelangi, wanita itu tidak percaya atas ucapanya.

Dengan sebuah keberusahaan saja akan seperti ini bagaimana ia jika tidak berusaha. Mencari bukti mengunakan CCTV di tempat club itu tidak ada hasilnya karna seseorang sudah menghapusnya. 

Sebagian bukti sedikit demi sedikit menghilang. Bagaimana ia akan membuktikan itu pada saat keputusan gengnya besok? besok adalah keputusan terakhir apa yang ia akan ambil untuk gengnya itu. 

Sebut saja Sabiru pengecut karna binggung mengambil keputusan, tapi semua itu benar adanya. Sabiru begitu susah untuk mengambil sebuah keputusan yang sangat berpengaruh pada hidupnya.

Untuk mengambil keputusan saja ia tidak pernah diajarkan apa yang terbaik untuknya. Sabiru mengusap wajahnya dengan gusar. Ia sangat benci jika berada di kondisi seperti ini. 

"Nak istri saya boleh ikut duduk disini?" Sabiru yang mendengar suara itu lantas mendongkakan kepalanya. 

"Ayah?" gumamnya saat mendapatkan sang ayah yang sedang berada dihadapannya dengan seorang wanita yang mengendong seorang gadis kecil. 

"Loh Biru? ngapain disini nak?" tanya sang ayah sedikit mendekatkan dirinya kepada Sabiru. 

Kenapa harus hari ini ia bertemu ayah dan keluarganya?

"Enggak ngapa-ngapain," Jawab Sabiru lalu mendirikan dirinya. "Sabiru pamit dulu kalo gitu," namun sebelum Sabiru ingin melangkahkan kakinya, Arseno memegang tangan putranya itu untuk menghentikannya pergi dari sini. 

"Diem aja disini, biar ayah aja yang pergi," ucap Arseno begitu paham bahwa putranya itu masih kecewa padanya. 

Namun saat hendak berbicara lagi kepada ayahnya sesuatu memeluk kaki sebelahnya. Sabiru menundukan kepalanya dan mendapatkan seorang gadis kecil yang bisa dibilang putri dari ayahnya itu kini sedang memeluknya. 

"Endong! endong!" suaranya yang cadel itu sangat cukup membuat Sabiru paham, anak bayi itu menginginkan sebuah gendongan darinya. 

"Eh Aleta sini nak," sebelum Mira akan pergi mendekat kearah putra dari istri terlama suaminya itu Arseno mencegahnya dan membisikan sesuatu. "Biarkan saja bun," Mira menatap suaminya lantas menganggukan kepalanya cukup paham. 

Sabiru kini berjongkok untuk menyamakan tinggi gadis itu dengannya. Tanpa disangka anak berusia satu tahun itu kini memeluknya begitu erat. Sabiru dengan ragu mengusap punggung yang begitu sempit itu dengan lembut.

Sabiru jadi teringat kepada adiknya Senja yang selalu memeluknya seperti ini saat usia gadis itu sekitar satu tahun. 

"Kamu disini dulu aja ya nak, kayanya Aleta suka sama kamu." Sabiru sedikit mendongkakan kepalanya untuk melihat sang ayah. 

Disinilah Sabiru berada, duduk dengan sang ayah yang sedang melihat putrinya itu sedang bermain. 

"Kamu kalo ada masalah cerita sama ayah. Ayah tau, ayah telat dateng ke kamu, tapi ayah punya alasan untuk pergi dari kamu, bunda dan Senja." Sabiru hanya bisa terdiam mendengar peraturan sang ayah. 

Apa boleh ia bercerita masalahnya kepada ayahnya? membuka hatinya untuk memaafkan sang ayah? Sabiru sangat ragu untuk bercerita masalahnya akhir-akhir ini. 

"Pelan-pelan aja cerita ke ayahnya, ayah paham kamu pingin cerita sesuatu ke orang lain tapi gak ada seseorang itu ya?" bagaikan sekakmat untuknya. Sabiru mengepalkan tangannya kuat kuat untuk menahan diri. Ayahnya itu kelewat peka akan keadaan yang sedang ia alami. 

"Kalo kamu masih belum bisa ngomong langsung sama ayah, ayah bakal tunggu kamu buat hubungin ayah. Nombernya masih sama kok yang dulu sering kamu kirimi pesan." ucapnya. 

"Ayah pingin kita deket lagi kaya dulu, kamu gak kangen sama ayah Sabiru?" suara berat itu kini terdengar begitu lilih. Sabiru menutup matanya kuat-kuat untuk menahan air mata yang bisa kapan saja keluar. 

"Ya sudah kalo kamu belum bisa cerita sama ayah," Arseno meghembuskan nafas beratnya dan kini beranjak dari duduknya dan kini menghadap Sabiru. "Ayah pulang dulu, hati-hati kamu pulangnya ya," Ucap Arseno kepalang lembut dan seraya mengusap kepala putranya itu sebelum pergi. 

"Ayah," panggil Sabiru kepada Arseno. Saat Arseno hendak membalikan badannya dan saat itu Arseno bisa merasakan tubuh hangat seseorang memeluknya. 

Runtuh sudah kekuatan Sabiru saat ini, ia begitu sangat rindu kepada ayahnya, Pahlawannya. Sabiru tidak ingin menyesal kemudian hari lagi. Punggung kokoh yang sering ia gunakan untuk mengendongnya saat kecil kini sudah terlihat tidak seperti itu lagi. 

Arseno tersenyum dan kini mengusap punggung yang menanggung beratnya kehidupan seorang diri. "Maafin ayah ya?" bisik Arseno kepada Sabiru. 

"Ayah jangan tinggalin Biru lagi," ucap putranya.

"Ayah janji." ucapnya.

Sabiru melonggarkan pelukan itu dan kini menatap sang ayah. "Anak ayah udah besar lagi ya sekarang, Ayah bangga sama Sabiru." ia tepuk pundak putranya begitu bangga. 

Namun tanpa mereka sadari seseorang sedang menahan amarahnya.

SABIRU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang