07. KERINDUAN.

33 13 0
                                    

Jaz balik nihh

Part yang cukup menguras air mata, siapin tisu ya.

Jangan lupa vote sama komen

Happy reading


Sabiru yang sedang mengendarai motornya itu terlihat merenung memikirkan sesuatu, sesuatu yang harus ia cepat selesaikan.

Saat ia melewati pertigaan rumahnya Sabiru melihat ada penjual bapau, ia jadi teringat bunda dan senja yang sangat menyukai bapau berisi coklat.

Sabiru menepikan motornya untuk membeli bapau kesukaan dua wanita kesayanganya itu.

Ia membeli rasa coklat saja, hanya 6 biji yang ia beli, Sabiru tidak suka bapau, ia tidak begitu suka makanan manis seperti bapau.

Setelah selesai ia segera menjalankan motornya untuk pulang kerumahnya yang tidak begitu jauh.

Sabiru menjalankan motornya dan menepikan motor besarnya itu lalu ia turun dari motornya hendak membuka gerbang rumahnya itu. Namun disatu sisi lain Senja membuka pintu pagar itu secara bersamaan dengan Sabiru.

"Loh, mau kemana?" Tanya Sabiru pada adiknya itu.

"Mau kepertigan disuruh bunda beli bapau," jawab Senja.

"Gak usah," ucap Sabiru.

Senja mengerutkan keningnya binggung. "Kenapa?" Tanyanya.

Sabiru menunjukan sebuah keresek putih yang mengantung di motornya itu.

Muka Senja yang binggung itu kini tersenyum senang saat pesanan sang bunda sudah terbelikan oleh kakanya. Senja mengambil sebuah keresek berisi bapau favoritnya bersama bunda.

"Kaka makin cakep kalo peka kaya gini," ucap Senja dengan cengiran kepadanya.

Sabiru tersenyum tipis pantas mengusap kepala adiknya itu pelan, Sabiru mengajak adiknya masuk dan tidak lupa membuka gerbang untuk memasukan motornya.

Saat ia sudah selesai dengan kegiatan memasukan motornya Sabiru lantas masuk kedalam rumahnya itu. Rumah yang sederhana tapi begitu terasa hangatnya.

"Biru!" Panggil seorang wanita dari arah meja makan.

Sabiru tersenyum lantas mendekat kearah sang bunda dan tidak lupa menyimpan tasnya dikursi.

"Kenapa bun?" Tanyanya.

Kaila tersenyum senang lantas memperlihatkan sebuah brownis buatanya dihadapan Sabiru.

"Bunda buatin biru brownis nih!" Serunya.

Sabiru terdiam sesaat melihat sebuah kue rasa coklat buatan bundanya. Kue itu mengigatkan Sabiru kepada seseorang.

"Sabiru," Sebuah panggilan menyadarkan Sabiru dari lamunanya.

"Iya?" Tanya Sabiru saat sudah kembali sadar.

"Mau coba gak?" Tanya bunda. Sabiru menganggukan kepalanya.

Kaila memotong brownis itu berukuran sedang untuk menyuapi Sabiru.

Sabiru membuka mulutnya, saat Sabiru mengunyah brownis buatan sang bunda ia tersenyum pada sang bunda.

"Enak bunda," pujinya pada sang bunda. Kaila tersenyum hangat, ia merasa bangga dengan resep brownis buatanya.

"Bunda, kaka ganti baju dulu ya," pamit Sabiru setelah mencoba brownis tersebut.

"Nanti turun lagi buat makan," ucap kaila.

"Iya bunda," jawab Sabiru.

Sabiru berjalan kearah kamarnya dilantai dua, dengan tas yang ia sampirkan kepundaknya. Ia berjalan menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar adiknya. Membuka knop pintu untuk ia masuk.

Tas yang ia sampirkan tadi dilempar ke atas kasur, Sabiru menidurkan tubuhnya sejenak untuk menghilangkan rasa sesak dihatinya.

Pria itu memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa pening, setelah beberapa saat Sabiru kembali membuka matanya lalu melihat kearah sebuah robot x berwarna hitam, robot dulu saat ia masih berumur 7 tahun saai ia memasuki masa sekolah dasar.

Hadiah yang begitu ia sangat simpan dan orang rumah dilarang menyentuh robot itu kecuali Sabiru sendiri. Hadiah yang begitu ia tunggu sang pemberinya.

Hadiah terakhir yang amat begitu berharga karna sang pemberinya lama pergi.

Bahkan bertanya dimana orang itu kepada sang bunda, bunda tidak akan menjawabnya sama sekali.

Sabiru tersenyum tipis saat mengigat orang tersebut. Rindu rasanya. Sakit, kecewa, rindu, sedih, selalu ia rasakan jika mengigat sosok itu.

Bunda begitu hebat telah berjuang selama ini, bahkan jika Sabiru mengigat dulu usaha sang bunda, Sabiru selalu ingin memeluk sang bunda begitu lama.

"Kaka," panggilan itu membuyarkan lamunan Sabiru. Sabiru menoleh kearah pintu kamarnya, disana ada adiknya. Sabiru membangkitkan tubuhnya dan melihat kearah Senja.

"Kenapa Senja?" Tanya Sabiru.

Senja mendekat kearah Sabiru berada, mendudukkan dirinya disamping sang kaka.

"Kaka kangen ayah?" Tanya Senja membuatnya terdiam seribu bahasa.

Pertanyaan itu entah kenapa sulit ia jawab. Sabiru mengalihkan pandanganya, ia mengepalkan tanganya begitu kuat.

"Senja juga rindu kak," hatinya begitu sesak mendengarnya.

"Senja turun gih, bantuain bunda," titahnya lalu membangkitkan tubuhnya untuk berjalan kearah kamar mandi.

"Kak, ayah dimana?"

"Kaka gak tau senja, kaka juga gak tau ayah masih hidup atau tidak, kaka gak tau." Batinya berucap.

"Kaka gak kangen ayah?" Tanya Senja.

"Senja udah, sana bantuin bunda," sekali lagi ia memerintah untuk mengakhiri pembicaran ini.

Senja mengenggam tangan kakanya itu. "Kaka, jawab dulu pertanyaan Senja,"

Sabiru menghembuskan nafasnya gusar. "Kaka gak tau senja, kaka gak tau apa yang kaka rasakan terhadap dia, kaka gak tau harus kangen dengan artian apa, kaka gak tau senja." Ucapan itu menjadi pembicaran antara Senja dan Sabiru.

Bahkan menyebut kata ayah bagi dia itu rasanya tidak pantas, Sabiru tidak mengerti apa sosok ayah bagi hidupnya, Sabiru tidak paham.

Kehilangan seseorang membuat kita tidak mengerti arti sebuah kehadiran itu sendiri.

Kehilangan sosok yang terpenting bagi kita membuat kita tidak tau arti dia bagi kita itu seperti apa.

Rindu pasti akan selalu ada, tapi entah rindu itu harus bertuju untuk siapa.

SABIRU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang