Bab 7 - Rival

25 2 0
                                    

"Audzubillahiminasyaitonirojim ... bismillahirrahmanirrahim ...."

Fidza memejamkan mata. Memfokuskan diri pada apa yang dibacanya. Seisi kelas pun hening dan sunyi.

"Al-ḫamdu lillâhi rabbil-‘âlamîn ... Ar-raḫmânir—"

"Stop!"

Kedua mata Fidza dibuka seketika kala mendengar satu kata yang keluar dari mulut Ustadzah di depannya. Dentuman detak jantung Fidza mencepat. Baru ayat pertama apakah ada yang salah dari bacaannya?

"Kamu orang mana?"

Pertanyaan itu tidak pernah Fidza kira akan keluar dari mulut sang Ustadzah. "O-orang Jakarta, Ustadzah." Jawabannya pun keluar secara tergagap.

3 detik berlalu masih tidak ada perkataan ataupun koreksi kesalahan dari sang Ustadzah. Fidza merasa semakin resah. Perasaan, bacaan suratil fatihah-nya tadi tidak ada yang salah. Lantas kenapa Ustadzah yang ia tidak kenali ini menghentikan bacaannya?

Terlihat Ustadzah di depannya menganggukkan kepala. "Lanjutkan membaca," suruh Ustadzah itu.

Dengan kebingungannya Fidza melanjutian bacaan suratil fatihah-nya. Dengan penuh kehati-hatian dan ketelatenan dari setiap pengeluaran hurufnya. Karena Al-Qur'an bukanlah sembarang bacaan.

"Shadaqallahul adzim."

Fidza bernapas dengan lega. Ia pandangi Ustadzah di depannya dengan pandangan yang sedikit takut. Mengamati pergerakannya yang mengambil pena dan menandatangani sebuah buku. Kemudian buku itu diberikan kepadanya.

"Kamu lulus, ini raport kamu. Selalu bawa raport hafalan itu saat kamu mau nyetor hafalanmu," papar Ustadzah itu.

Bendungan kebahagiaan tak dapat lagi Fidza tahan. Gadis itu mengucap hamdalah di dalam hati dan tanpa henti. Kembali pada tempatnya duduk tadi secara bahagia dan berbunga hati.

"Wahh, selamat Mbak Fidz! Mbak Fidz hebat!"

Pujian itu berasal dari Zeta yang ada di sebelahnya. Fidza tersenyum seraya mengucapkan kata terima kasih kepada Zeta. Rasa syukur dengan kalimat Alhamdulillah terus ia haturkan kepada sang pencipta alam ssmesta.

Alhamdulillah, Pak, Buk. Fidza lulus tes pertama.

***

Jam menunjukkan pukul 16:00. Dan tes hafalan tahfidz itu sudah selesai Saat santriwati terakhir berhasil mengetes bacaan Al-Qur'annya, barulah Ustadzah di depan sana berdiri dari tempat duduknya.

"Mendengar bacaan kalian tadi, beberapa bagian ada yang masih belum fasih melafalkan makhroj-makhroj yang terkandung pada setiap huruf hijaiyah. Sebagian pula mengabaikan atau melalaikan hukum-hukum dasar yang terdapat ketika membaca Al-Qur'an. Saya harap, kalian semua yang sudah lulus di kelas ini bisa betul-betul mempelajari kembali bagaimana cara membaca yang tepat dan benar. Karna Al-Qur'an bukan sembarang bacaan yang hanya dibaca lantas di lupakan, namun Al-Qur'an merupakan kalamulloh. Mukjizat nabi kita yakni Muhammad SAW. yang akan membawa kita selamat di akhirat nanti."

Seluruh santriwati yang ada di kelas ini sama-sama mendengarkan apa yang Ustadzah itu paparkan. Fidza berada di kursi depan. Gadis itu sangat sungguh-sungguh fokus mendengarkan. Nama Ustadzah itu belum Fidza ketahui.

"Mari kita perbaiki lagi bacaan kita sebelum kita sungguh-sungguh mau menghafalkan Al-Qur'an. Menghafal Al-Qur'an bukanlah suatu hal yang gampang. Gelar seorang tahfidz 30 juz itu bukanlah sembarang gelar."

Ustadzah cantik yang tak lagi muda itu menerangkan. Matanya diedarkan menatap salah satu muridnya yang hendak memulai proses yang sangat panjang. Yaitu menghafal Al-Qur'an.

HafidzahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang