Bab 24 - Janji Ya, Pak?

15 2 0
                                    

Hari demi hari silih berganti. Waktu itu akan terasa cepat berlalu jika yang dialaminya adalah kesenangan, katanya. Namun jika kita sedang dalam kesedihan, katanya waktu akan lambat berlalu.

Kedua mata Fidza terpaku pada sosok wanita paruh baya yang berdiri di tengah-tengah ruangan kelasnya. Seluruh santriwati terkumpul di sini. Di mushalla tempat biasa mereka mengaji.

Fidza duduk bersebelahan dengan vivi. Wisha dan Rysfa juga ada di sebelah Vivi. Desak-desuk para santriwati masih menjadi bunyi bising di kelas ini. Kipas berputar di atas atap-atap kelas. Jam dinding tertempel di atas papan kelas. Foto-foto para wali songo berjejer di sebelahnya.

"Kira-kira ada apa ya, kok kita dikumpulin gini?"

Pertanyaan itu Fidza tanyakan karena dia baru pertama kali disuruh berkumpul dalam satu ruangan dengan seluruh santriwati.

"Emm, mungkin ada yang ketahuan buat dosa kali," sahut Rysfa. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekitar.

"Nggak lah, masak ia ketahuan buat dosa dikumpulin di satu ruangan gini. Paling kalo ada, ya kita dikumpulinnya di tengah-tengah lapangan lah," sahut Vivi. Tidak setuju dengan apa yang dikatakan Rysfa.

"Eh, Mbak Fidz. Lihat tuh Mbak Shani dari tadi pelototin Mbak mulu," tutur Wisha.

Fidza menatap arah pandang Wisha. Ia bersitatap dengan Shani. Tampaknya gadis itu masih belum mau berubah. Alhasil Fidza biarkan saja, toh dirinya mondok untuk bisa ngafalin Al-Qur'an, bukan ngurusin hidup Shani seorang.

"Udah deh, biarin aja. Ntar nyari perkara lagi kalo diladenin," cetus Fidza.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Seluruh santriwati yang duduk di ruangan ini spontan langsung berdiri kala melihat keempat ustadzah-nya memasuki ruangan. Mereka serempak menundukkan kepalanya dengan hormat dan khidmat.

"Yatoreh lenggi dimin."
(Silakan duduk lagi)

Penuturan dari Ustadzah Salisah membuat seluruh santriwati yang sedang berdiri ikut mendudukkan dirinya masing-masing.

"Assalamu'alaikum warohamtullohi wabarokatuh." Ustadzah Salisah memulai pembicaraan.

"Wa'alaikumsalam warohamtullohi wabarokatuh."
Jawaban serempak dan kompak itu mengisi ruangan.

"Terkumpulnya kalian di sini, untuk mengumumkan bahwa Pondok Pesantren kita mendapatkan undanganan untuk mengikuti lomba di Pondok Pesantren sebelah."

O-ouh, lomba. Fidza kira ada apa.

"Jadi, untuk siapapun yang berkenan mengikuti lombanya, silakan acungkan tangan dan langsung menghadap Ustadzah Jannah. Biar segera didata," papar Ustadzah Salisah.

"Jadi, lombanya ada 5. Ada lomba Tartilul Qur'an, lomba fidato, lomba baca kitab, lomba shalwatan, lomba pencak silat dan lomba qiraat," beritahu sang Ustadzah.

Fidza langsung menatap Vivi. Yang ditatap mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.

"Kenapa natap aku?" tanyanya.

Cengiran polos itu, Fidza berikan. "Itu, kan ada lomba baca kitab. Siapa tahu kamu ikut terus bisa menang, Vi," saran Fidza.

Vivi berpikir. "Tapi kan aku masih belum bisa baca kitab seutuhnya, Fidz. Kayak nggak akan bisa menang gitu lawan sepuh-spuh di luar sana," ujar Vivi.

Fidza terkekeh.

"Rysfa?"

Suara dari Ustadzah Salisah membuat Fidza dan Vivi menolehkan kepalanya. Kening Fidza mengernyit. Rysfa mau ikut lombanya?

HafidzahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang