Bab 22 - Karena Dirinya Lalai

13 2 0
                                    

Ustadzah Salisah berdiri di depan. Fidza juga ikut berdiri di sebelahnya, bersama dengan dua santriwati lainnya. Bukan, Fidza berdiri bukan untuk mendapatkan penghargaan, namun mereka bertiga terkena hukuman.

Waktu yang diberikan Ustadzah Salisah untuk menghafal memanglah cukup panjang, namun entah mengapa rasanya otak Fidza sulit untuk diajak berteman.

Kedua matanya diedarkan menatap seisi kelas. Kemarin-kemarin Fidza dibangga-banggakan, namun hari ini Fidza serasa dipermalukan. Sangatlah gampang Allah mengubah suatu keadaan bahkan dalam beberapa kedipan.

"Kalian tahu, menjadi penghafal Al-Qur'an itu memanglah berat. Tidak sembarangan orang yang bisa kuat dalam proses yang panjang."

Sang Ustadzah memaparkan. Jilbab panjangnya hampir menyentuh bagian betis, abaya lebarnya menutup bagian kakinya. Harum semerbak wanginya masih memasuki di dalam indra penciuman Fidza.

"Di dalam proses yang panjang itu, kalian akan mendapatkan banyak cobaan. Seperti contohnya, sangat susah hafalan."

Ustadzah menatap ketiga santriwatinya bergantian. Ketiga-tiganya sama-sama menundukkan kepalanya. Fidza meneguk ludah kasar. Napasnya dihembuskan. Bayang-bayang dan lintasan kejadian yang ada Gus Ramzi-nya masih terngiang dengan jelas di dalam benaknya.

"Kenapa sangat panjang proses penghafal Al-Qur'an ini?"

Jeda.

"Karena setelah kita berhasil menghafalnya, maka jaminan kita dan kedua orangtua kita adalah surga." Seulas kurva tercipta pada wajah sang Ustadzah. Namun Fidza tidak dapat melihatnya.

Ustadzah Salisah berjalan menuju kursinya. Wanita paruh baya yang memiliki satu anak itu mendudukkan diri dengan nyaman pada pisisi sebelumnya. Kedua matanya diedarkan menatap seluruh santriwati yang ada di dalam kelas.

"Kalau saya perhatikan wajah-wajah kalian ini adalah wajah-wajah penghafal Al-Qur'an," katanya mengutarakan.

"Allah tampilkan dalam Al-Qur'an, satu-satunya amalan yang memungkinkan seseorang mendapatkan kemuliaan besar dari dunia, alam kubur, bahkan sampai akhirat itu adalah Al-Qur'an."

Detakan jarum jam terdengar. Suara santriwati dari kelas lain tidak dapat mereka dengar. Bising suara kipas yang ada di atas ruangan menjadi hal kedua yang dapat mereka dengar.

"Apakah kalian tahu? Penghafal Qur'an akan ditunjukkan dan diviralkan di depan seluruh makhluk yang dihisab. Karna penghafal Al-Qur'an itu spesial, beda dari yang lain."

Ustadzah Salisah menatap satu persatu wajah santriwatinya. "Jika kalian bisa berhasil menjadi penghafal Al-Qur'an. Kalian telah berhasil melewati proses panjang yang melelahkan. Maka kaliam akan spesial, kita beda dari yang lain."

Fidza serius mendengarkan. Sepasang irisnya lurus menatap lantai. Kedua bibirnya terkunci rapat. Ruangan kelas sunyi dan senyap.

"Allah berfirman, 'Hei, ini ahli Qur'an. Pakaikan pakaian sutra kepadanya, berikan gelang-gelang emas, berikan jubah terindah'. Qur'an Surah 35 Fathir ayat 33."

Jeda.

"Nabi juga berkata; 'Ya Allah, hiasi ahli qur'an ini, bedakan dengan yang lain'. At-thirmidzi nomor hadist 2915. Maka dipakaikan mahkota dikepalanya. Lalu dipanggillah kedua orangtuanya."

Gerakan tangan Ustadzah Salisah diperhatikan oleh Fidza. Meskipun dirinya harus menoleh untuk bisa melihat jelas bagaimana sang Ustadzah bercerita.

"Pakaikanlah mahkota ini di atas kepala ke-2 orang tuamu yang telah menyalurkan doanya, peluh keringatnya untuk menjadikan engkau seorang penghafal Al-Qur'an. Maka anak itu memakaikan mahkota indah bercahaya. Dipakaikan pada anak itu jubah kehormatan, lalu dia menggandeng bapak-ibunya, pasangannya, dan seluruh anggota keluarganya yang beriman, diparadakan melewati semua pintu-pintu surga, dan disambut oleh semua malaikat."

HafidzahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang