Bab 6 - Tegas dan Berwibawa

21 2 0
                                    

Sejak kejadian kemarin, hubungan persahabatan Fidza dan Shani benar-benar merenggang. Fidza tidak pernah mau hal itu, ia selalu berusaha menyapa dan membantu Shani. Namun perlakuan Shani kepada dirinya seakan-akan tidak menganggap ada kehadirannya.

"Nggak papa, Fidz. Kasih aja waktu untuk Shani berubah secara pelan-pelan. Kamu nasehati terus-menerus. Batu yang terus ditetesi air hujan aja bisa berlubang, siapa tahu nanti Shani bisa luluh dan terbuka hatinya lebar-lebar."

Fidza menganggukkan kepalanya mendengarkan nasihat dari  Vivi. Mengembuskan napasnya pelan, Fidza juga tidak menginginkan seperti ini. Jauh tidak bertemu dengan sang sahabat membuat dirinya merindukan masa-masa kebersamaan. Namun saat dipertemukan, justru malah kebencian yang menjadi penghalang.

"Yaudah yuk, katanya kamu mau test tahfidz, kan?" tanya Vivi. Fidza mengangguk sebagai jawaban.

"Fidz, kalo dengan cara yang halus si Shani nggak mau berubah, kamu getok aja kepalanya pake sendal. Insyaallah dia makin marah."

Cetusan itu bukan berasal dari Vivi, melainkan dari Rysfa. Gadis dengan gelang kokka di tangan bagian kirinya itu duduk dengan satu kaki yang diangkat. Jilbabnya yang berwarna hitam di pakai asal, hal itu membuat aura tomboy Rysfa terpancar.

Yang lebih muda tergelak. "Mbak Rysfa mah, kalo ngasih saran suka aneh-aneh."

Bukan, bukan Fidza yang lebih muda di sini, masih ada Wisha. Gadis dengan hijab pashmina itu memiliki wajah yang imut. Bulu matanya lentik, serta kekehannya memiliki suara yang khas.

Vivi mengakhiri kekehannya. "Udah, deh, ayo kita ke madrasah. Bentar lagi juga kelas masuk," katanya.

Keempat santri itu sudah akan berdiri dan melangkahkan kaki keluar kamar asrama, namun kehadiran seorang Shani beserta dengan Dea membuat langkah mereka urung terhenti.

Fidza dan Shani saling bertatap-tatapan. Rasa kekecewaan yang mendalam berada di atas ulu hati Fidza. Ingin sekali gadis itu mengatakan dengan perlahan, kalau apa yang sedang dilakukan Shani merupakan sebuah kesalahan.

"Shani?" Suara Fidza tercekat dipangkal tenggorokan.

"Gausah sok nyapa, aku nggak pernah punya sahabat kayak kamu."

Deg

Fidza meneguk ludahnya kasar. Apa yang baru saja dia dengar? 9 Tahun mereka bersahabat dengan akrab. lalu sekarang, mengapa Shani sangat mudah untuk memutuskan?

Hanya karena Fidza tidak ingin membenarkan apa yang telah Shani lakukan.

"Shan, kamu kayak gini hanya karena aku nasihatin kamu yang baik-baik?" tanya Fidza dengan nada suara yang lirih.

Shani merotasikan bola matanya. "Kamu nyuruh aku putusin pacar aku. Jelas kami berdua saling cinta. Owhh aku tahu, kamu nyuruh aku mutusin pacar aku karena kamu suka, kan, sama Ikrom? Terus habis aku putus kamu bisa ngedeketin Ikrom sepuasnya?" tuduh Shani dengan kedua mata yang menajam. Pandangannya keji dan penuh benci.

Fidza membulatkan kedua matanya. Ia tidak percaya gadis di depannya merupakan sahabat lamanya. Tatapan yang biasanya sangat Fidza rindukan kini malah berganti tatapan kebencian.

"Astaghfirulloh, Shan. Aku nyuruh kamu mutusin pacar kamu itu jelas karena hubungan yang sedang kamu jalani itu haram, Shan!" Suara Fidza sedikit serak.

"Kamu bicara cinta? Kata ustadz Felix, kalau orang mengatakan cinta lantas dia berpacaran itu bohong!" cercah Fidza.

Shani menggertakkan gigi. "Bohong? Aku beneran cinta sama Ikrom. Bukannya cinta itu rahmat dari Allah, ya?"

Vivi, Wisha, dan Rysfa hanya bisa terdiam menyaksikan perdebatan antara sepasang sahabat itu. Tidak mau ikut campur, biarkan Fidza sendiri yang mengendalikannya.

HafidzahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang