Bab 43 - Pak, Fidza Berhasil

24 4 0
                                    

Menghafal Al-Qur'an adalah proses yang panjang, tidak akan sembarang orang yang bisa bertahan hingga mendapatkan gelar yang begitu mengesankan. Al-Qur'an bukan sembarang lafal, melainkan ia adalah kalamulloh yang diturunkan lewat malaikat jibril kepada Nabi Muhammad.

Menghafalnya akan menjadikan diri kita berpahala mendapatkan balasan surga. Akan bisa mewisuda kedua orangtua, serta bisa membawa 40 orang terdekat memasuki surga.

Kamu tahu, yang diimpikan Fidza sejak dulu adalah menjadi hafidzah 30 juz Al-Qur'an. Bapak juga menginginkan seperti itu. Setelah 2 tahun Fidza terus berusaha menghafal hari-harinya, menyetor surah An-nas menjadi sangat mengharukan baginya.

Hafalannya selesai. Fidza bisa mendapat gelar. Namun jauh dari itu semua, yang diinginkan Fidza bukan hanya sekadar gelarnya, namun hubungannya dengan Al-Qur'an. Menjadi ahli Qur'an yang tidak pernah putus komunikasi dengan Al-Qur'an akan jauh terdengar lebih mengistimewakan daripada hanya mendapat sebuah gelar.

"Fidza, duduk di sini!" intrupsi Zeta.

Kepala Fidza menoleh, kedua matanya menangkap sosok gadis yang memakai selendang bertuliskan "hafidzah 30 juz Al-Qur'an". Dengan memakai hijab putih serta baju berwarna putih. Wajah yang dirias dengan secantik-cantiknya, agar semua orang yang melihatnya bisa terpana. Termasuk juga Fidza.

Gadis yang juga memakai pakaian dan setelan yang sama itu menghampiri Zeta. Kursi kosong yang ada di sebalah Zeta ia dusuki. "Kamu udah dari tadi ada di sini?" tanya Fidza.

Zeta terkekeh. "iya dong, Mbak Fidz! Aku antusias banget bisa diwisuda kali ini!" seru Zeta.

Fidza tersenyum. Hari ini akan menjadi hari yang paling bersejarah untuknya. Hari yang selama 15 tahun lalu ia tunggu-tunggu kehadirannya. Wisuda Tahfidz Al-Qur'an.

Panggung itu berdiri dengan megah di depan. Dekorasinya membuat Fidza betah lama-lama memandang. Kursi-kursi berjejeran menghadap panggung. Di bagian kanan kursi berjejeran untuk diduduki para wisudawan Tahfidz Al-Qur'an. Sementara dibagian kiri, kursi itu akan diduduki oleh para wisuda amtsilati. Vivi, Rysfa dan Shani juga ada dibagian itu.

"Mbak Fidz!"

Kepala Fidza ditolehkan. Gadis itu bisa menangkap sosok gadis yang memakai jilbab berwarna merah menuntun seorang bocah laki-laki yang memakai kopyah. Seulas kurva tercipta pada wajah Fidza.

"Salwa? Amar?"

Fidza berdiri dan langsung melangkah mendekati kedua adiknya. Memeluknya dengann seerat-eratnya, melepas kerinduan yang telah 6 bulan ia pendam.

Kedua mata Fidza bisa menatap Asyiah beserta Halwa dan Salwa yang berdiri tak jauh dari mereka. Pelukan pada kedua adiknya ia lepas, lantas gadis itu segera menghampiri sang ibu dan menyalami punggung tangannya.

Asyiah memeluk putri sulungnya. "Maasyaallah, anak ibuk cantik banget," pujinya.

Kedua mata itu hendak memanas dan berkaca-kaca, air matapun turun membasahi pipinya. Fidza masih memeluk Asyiah, gadis itu menumpahkan segala kerinduannya serta segala perasaannya pada pelukannya itu.

"Lohh kok nangis?" Asyiah baru menyadari bahunya yang basah.

Fidza melepaskan pelukannya. Bibir gadis itu melengku lng ke bawah. "Bentar lagi Fidza di wisuda," cicitnya.

Asyiah terkekeh. "Iyaa ibu tau. Hebat banget anak ibu yang satu ini." Sepasang irisnya menatap anak sulungnya dengan bangga. "Ibu banggaaaaa bangett sama Mbak Fidza, atas perjuangannya selama 2 tahun ini. Akhirnya Mbak Fidza bisa ada diposisi ini, itu udah luar biasa banget, Mbak!" papar sang ibu.

Fidza kian menangis. Gadis itu terisak mendengar kata-kata pujian yang dilontarkan sang ibu. Kedua matanya sembab, riasan di wajahnya sedikit acak-acakan.

HafidzahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang