BAB 3

834 110 16
                                    

Hari-hari berlalu dengan cepat dan… membosankan bagi Chiquita. Bagaimana tidak bosan? Dia hanya selalu belajar, belajar dan belajar saja. Meskipun Rami dan Rora selalu menemaninya di Sekolah, kemana pun dia pergi, tetap saja Chiquita merasa bosan, ada sesuatu yang hampa di hatinya.

Dia tahu apa alasannya itu. 

Ini bukan karena dia merasa bosan dengan rutinitasnya saja. Namun juga karena hatinya yang memang terasa kosong belakangan ini. Hanya satu alasannya, Pharita, sang kakak.

Entah bagaimana, belakangan ini dia dan kakaknya menjadi lebih berjarak. Beberapa kali dia berpapasan dengan Pharita di mansion, dia melihat kakaknya itu hanya menunduk lalu bergegas pergi dari hadapannya.

Dan itu menyakitkan. Sangat menyakitkan. Di abaikan kakaknya sendiri sementara mereka berada di bawah atap yang sama sungguh sangat menyakitkan. 

Mungkin bagi mereka yang tidak dekat dengan saudara sendiri masalah yang Chiquita hadapi ini bukanlah sesuatu yang berarti. Namun bagi Chiquita pribadi yang sejak kecil selalu bersama Pharita dan keduanya selalu berbagi kasih sayang disaat orang tuanya sedang sibuk, situasi ini sangatlah menyakitkan.

Terkadang, Chiquita merasa ingin mendekati Pharita. Rasa kesalnya sudah hilang sejak dia menyadari Pharita sendiri menarik diri, menjauh darinya. Apakah dia benar-benar sudah keterlaluan dan menyakiti hati kakaknya itu?

“Chiquita!” Seseorang menepuk pundaknya dan dia menoleh, melihat Rora yang menyeringai lalu duduk di sampingnya.

Melihat kedua temannya, Chiquita merasa aneh. Padahal baru lebih dari satu minggu keduanya masuk Sekolah, namun dia melihat ada perubahan dari keduanya.

Seperti Rami yang mengenakan rambut warna warni, Rora yang mengenakan rok yang sangat pendek, belum lagi keduanya mengenakan atasan yang bisa dibilang sangat ketat, berbeda dengan seragam pada umumnya.

Rora dan Rami juga memiliki tindik di lidahnya. Bahkan kemarin saat mereka tengah berganti baju olahraga, Chiquita baru saja mengetahui bahwa keduanya memiliki tato yang mereka sembunyikan di punggungnya. 

Itu membuat Chiquita khawatir pada dirinya sendiri. Dia tahu, dia memang tidak boleh menilai seseorang dari cara mereka bergaya tapi tetap saja, dia khawatir dan takut.

“Hei, aku memperhatikanmu dari jauh! Kenapa kau melamun?” tanya Rora yang menyadarkan Chiquita.

“Tidak ada,” Chiquita mengalihkan pandangan ke arah buku di pangkuannya sementara kakinya diluruskan di atas rumput. “Hanya memikirkan berbagai hal.”

“Keluargamu?” Rora bertanya.

Unnie tepatnya.”

Karena sejujurnya, Chiquita tidak begitu peduli jika kedua orang tuanya-lah yang mengabaikan dirinya. Namun saat Pharita yang menarik diri, itu membuat sesuatu dalam dirinya menjadi tidak nyaman.

“Ah, kenapa? Dia terlalu protektif padamu?” Tanya Rora dan Chiquita berpikir seandainya kakaknya protektif, namun tidak.

“Tidak. Aku sedang kesal karena unnie-ku tidak menepati janji saat bilang akan pergi denganku tapi malah pergi dengan teman-temannya. Aku sangat kesal tapi belakangan ini, dialah yang menarik diri dariku dan itu sangat menggangguku.” Cerita Chiquita.

“Seorang unnie memang egois.” Gumam Rora kemudian yang membuat Chiquita mengerutkan kening.

“Egois?”

“Ya. Dia yang pertama melakukan kesalahan. Tapi bukannya minta maaf, dia malah menjauh, kan? Apa namanya kalau bukan egois? Aku benci orang seperti itu.”

The flower ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang