BAB 38

461 83 21
                                    

Hari demi hari berlalu, tidak ada yang terjadi selain menangis dan berdoa pada Tuhan agar Dia memberikan sebuah keajaiban untuk kesembuhan Chiquita.

Hanya itu yang Pharita mohon. Kendati dia mendapatkan tatapan sinis dari sang ibu, Pharita tidak peduli dan terus mendatangi ruang ICU.

Berharap Pharita mendapatkan izin untuk sekedar mendekat pada Chiquita meskipun hanya selama beberapa menit. Namun, Yejin tidak pernah mengizinkannya.

Pharita hanya berdiri di dekat kaca, meletakkan tangannya di sana sambil melihat ibunya yang sedang berusaha berbicara dengan adiknya, berharap Chiquita akan memberikan sedikit saja respon.

Air mata kembali jatuh ke pipinya. Dia tidak kuasa menahan tangisannya. Dadanya terlampau sesak, tangannya berharap bisa menggapai tubuh lemah sang adik.

“Pharita?” Hyunbin berdiri di sampingnya, menarik dia ke pelukannya. “Apakah kau sudah makan, nak? Tubuhmu... ini baru tiga hari dan tubuhmu mulai berubah.”

Pharita menggelengkan kepala dan menunduk, merasakan ayahnya mencengkram lembut bahunya untuk memberikan kekuatan.

“Apakah ini salahku?” Tanya Hyunbin, menghela nafas.

“Apa?” Tanya Pharita dengan suara yang sangat pelan.

“Ini salahku.” Kata Hyunbin, terdengar lebih jelas.

“Mengapa ini bisa menjadi salahmu?”

Hyunbin menggelengkan kepala, mengingat hari-hari sibuk yang dia lakukan setiap hari. Saking sibuknya, dia tidak pernah lagi memperhatikan anaknya yang bertumbuh remaja hingga dewasa.

Padahal mengingat tahun-tahun sebelum kesibukannya, Hyunbin ingat sering mengajak kedua putrinya main meskipun hanya di rumah.

Sekarang, kapan terakhir kali dia berbicara dengan sungguh-sungguh bersama kedua putrinya?

Pertama, Pharita hampir saja terenggut nyawa. Sekarang, anak keduanya. Bahkan, istrinya menyalahkan Pharita.

Bagaimana bisa keluarganya ternyata sehancur ini?

Appa, kau menangis?” Tanya Pharita, menoleh dan menatap mata ayahnya yang berkaca-kaca.

Hyunbin memijat pangkal hidungnya, menggelengkan kepala dan mengalihkan pandangan dari Pharita yang memperhatikannya.

“Apa yang harus aku lakukan, Pharita?” Tanya Hyunbin.

“Apa maksudmu, appa?”

“Aku tidak mau kehilangan salah satu dari kalian, tidak mau. Aku menyayangi kalian berdua. Tapi...” Mata Hyunbin kembali menatap tubuh kurus yang berbaring itu dengan kesedihan. “Apakah dia bisa bertahan?”

Tubuh Pharita menegang mendengar pertanyaan itu. Dia juga menatap Chiquita yang tidak pernah memberi respon sama sekali sejak dia di nyatakan koma.

Hatinya sakit dan di penuhi ketakutan. Kehilangan, Pharita tidak mau kehilangan itu. Dia akan melakukan apa saja demi membuat Chiquita bertahan.

“Pasti, appa. Dia adalah adikku yang paling kuat. Dia akan bertahan bagaimana pun itu.” Ujar Pharita.

Tidak boleh ada yang meragukan itu, termasuk dirinya sendiri, benar?

***

Sebagai seorang ibu, tidak mungkin hatinya tidak hancur melihat putrinya berbaring lemah tanpa daya. Apalagi putrinya ini jarang sekali mengeluh dan sakit.

Jika putri pertamanya adalah orang yang sering mengeluh sakit ketika kecil, Chiquita adalah anak yang berbeda.

Dia begitu kuat, berbeda dengan kakaknya. Wajar jika dia melihat Chiquita terbaring lemah seperti ini, dngan seluruh tubuh di penuhi kabel serta selang di mulutnya, hati Yejin begitu kesakitan.

The flower ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang