BAB 44

386 78 35
                                    

Tiba-tiba Chiquita demam dan seisi rumah menjadi sangat panik.

Suhu tubuh yang biasanya dingin, tiba-tiba panas tinggi dan semua orang menjadi sangat sibuk.

Terutama, Yejin yang mendengar Chiquita menggigil dan mengeluh kedinginan sepanjang malam. Hyunbin mendesak putrinya agar pergi ke rumah sakit namun, Chiquita hanya menangis sambil menggelengkan kepalanya, menolak gagasan itu.

Pagi hari, Chiquita tiba-tiba saja muntah. Hanya cairan dan sedikit darah yang keluar dari mulutnya, namun berhasil membuat Pharita terpaku, menatap di lorong pintu sementara Yejin terus mengusap punggung Chiquita.

Karena tampaknya, Chiquita tidak berhenti merasa mual. Tidak ada yang keluar dari mulutnya, itulah yang menyulitkan Chiquita dan itu benar-benar menyiksa dirinya.

Lelah, Chiquita terus menangis. Sakit di seluruh tubuhnya tidak lagi tertahan. Keringat dingin mengalir dari pelipis hingga ke dagunya.

“Aku lelah, eomma. Aku sangat lelah.” Gumam Chiquita. Tenggorokannya terasa sakit saat dia berbicara dan itu membuat dia menangis semakin keras.

Penderitaan yang tiada akhir ini, entah kapan selesai.

“Aku tahu, sayang. Maafkan eomma karena tidak banyak membantu.” Gumam Yejin sambil mencium rambut Chiquita yang berkeringat.

“Tidak bisa dibiarkan. Kita harus pergi ke Rumah Sakit. Kau harus mendapatkan perawatan yang lebih baik, Chiquita.” Kata Hyunbin cemas.

“Untuk apa, appa? Pada akhirnya aku akan mati. Aku bisa merasakannya.” Kata Chiquita, tubuhnya jatuh ke lantai dan Yejin ikut jatuh sambil memeluk tubuh putrinya.

“Tidak, sayang, tidak, jangan katakan itu. Kau akan bertahan, kau akan sembuh, kau akan kembali seperti semula lagi.” Kata Yejin, tidak hentinya dia mencium rambut Chiquita sambil menangis dalam diam.

Tentu saja sebagai seorang ibu, sakit sekali rasanya melihat putrinya menyerah seperti ini.

Pharita meninggalkan tempat dia berdiri detik itu juga. Sakit dan lelah setiap mendengar Chiquita menyebut kematian. Dia harus melakukan sesuatu.

Meskipun itu mengorbankan nyawanya, dia harus melakukannya, demi adiknya agar dia tidak tersiksa.

Maka, Rumah Sakit adalah tujuannya saat ini. Dia menelepon dokter ahli jantung.

“Pharita,” Seorang dokter wanita berumur sekitar 40 tahunan muncul di depannya. “Apa yang membuatmu datang ke sini, sayang?”

Dokter Park adalah rekan bisnis ayahnya. Pharita pernah bertemu dengannya dua kali. Wanita ini sangat baik dan bersikap sangat lembut terhadapnya.

Wajar jika saat ini dokter Park menyambut hangat kedatangan Pharita. Biasanya, mereka banyak berbasa-basi setiap mereka bertemu.

Namun sekarang, Pharita tidak membutuhkan hal itu. Dia langsung pada tujuannya dan menatap dokter Park dengan tegas.

“Aku ingin mendonorkan jantungku.” Kata Pharita.

“Maaf, apa?” Dokter Park sedikit terkejut.

“Aku ingin mendonorkan jantung untuk adikku.” Kata Pharita, lebih keras dan penuh penekanan.

“Aku mungkin salah dengar.” Kata dokter Park, masih tidak mempercayai apa yang di dengarnya. “Apa kau mabuk? Kau menyadari apa yang kau katakan kan, nak?”

“Aku tidak mabuk! Aku hanya ingin adikku berhenti kesakitan! Jadi tolong... donorkan jantungku untuk Chiquita.” Katanya, memohon.

Dokter Park memijat pangkal hidungnya sebelum dia menatap Pharita dengan penuh keseriusan.

The flower ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang