BAB 9

596 79 15
                                    

Pada hari-hari berikutnya, keadaan masih sama saja. Pharita sibuk bekerja dan kuliah, Chiquita yang masih saja bersosialisasi dengan kedua temannya meskipun mereka tidak benar, dan mereka yang tertidur bersama setiap malam.

Tentu saja hanya karena Chiquita yang sulit tertidur dan akhirnya dia memutuskan untuk menyelinap ke kamar kakaknya. Dia baru bisa tertidur ketika Pharita memberi pelukan yang membuatnya nyaman.

Tapi, semakin sedikit mereka berbicara. Kesibukan Pharita yang luar biasa membuat mereka jarang sekali bicara. Baru beberapa hari, tapi Chiquita merasa semakin kesepian.

Liburan hampir tiba dan Chiquita berharap dengan adanya momen tersebut, mereka akhirnya kembali membangkitkan momen yang belakangan ini redup.

"Aw!"

Chiquita baru saja keluar dari kamar ketika mendengar suara kesakitan itu. Berbalik, dia pun bergegas menuju kamar Pharita.

Mendapati Pharita tengah meringkuk, memegangi area perutnya Chiquita pun bergegas menuju kakaknya.

"Unnie, kau kenapa?" Tanya Chiquita panik saat dia melihat Pharita mengerutkan keningnya.

Pharita yang terkejut melihat kedatangan adiknya pun berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Tapi sulit ketika dia merasakan tusukan tajam, anggota tubuh dalamnya terasa di remas.

"Uh, sakit..." Gumam Pharita.

Chiquita mendekat dan saat itulah, Pharita segera mencengkram tangan adiknya. Merasakan kencangnya cengkraman itu langsung menyadarkan Chiquita bahwa kakaknya sangat kesakitan.

"Ayo kita ke Rumah Sakit, ya?"

"Tidak. Tidak perlu. Aku hanya... perlu obat. Tolong, ambilkan obat lambung di meja. Aku jarang makan belakangan ini."

Chiquita menuntun Pharita menuju meja belajarnya. Mendudukkan Pharita perlahan yang masih meringkuk kesakitan. Berjalan ke meja yang di tunjuk, Chiquita mengambil obat yang tersedia.

Dia terkejut mendapati banyaknya stok obat lambung yang tersedia disana. Sejak kapan kakaknya mengumpulkan obat lambung?

"Ini, unnie." Ujar Chiquita memberikan satu tablet obat untuk Pharita yang langsung di minumnya tanpa bantuan air mineral.

Menghela nafas, Pharita mencoba untuk menegakkan tubuhnya untuk memeriksa apakah obatnya bereaksi. Dua hari lalu, dia juga merasa seperti ini. Tapi setelah minum obat, rasa sakitnya mereda.

Untungnya, rasa sakit itu perlahan mereda dan Pharita akhirnya bisa menghela nafas lega. Dia menatap Chiquita yang masih mengerutkan keningnya.

Tersenyum menenangkan, akhirnya Pharita pun berdiri. Tapi hal itu tidak membuat Chiquita tenang. Yang ada, dia masih terlihat begitu khawatir.

"Unnie baik-baik saja. Hanya terlambat makan. Ayo, kita pergi sarapan." Ajak Pharita pada Chiquita.

"Bukankah lebih baik kita periksa saja ke dokter? Aku khawatir, unnie."

"Pergi ke dokter butuh waktu cukup lama, Canny. Aku terlalu sibuk untuk menghadapi hal seperti itu. Ayolah, lagipula, lihat! Aku sudah baik-baik saja." Ucap Pharita.

Untuk menunjukkan pembuktian dari ucapannya, Pharita bahkan melompat-lompat sambil tertawa, membuat Chiquita meraih bahu kakaknya untuk menghentikan gerakan itu.

"Oke, oke, aku percaya. Ayo, kita pergi ke bawah dan sarapan."

Pharita mengangguk. Sambil membawa tas kuliah dan berkas pekerjaannya, dia pun keluar dari kamar.

The flower ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang