BAB 41

491 85 18
                                    

Sudah berhari-hari sejak terkurung di Rumah Sakit dan hanya ada segelintir teman-temannya yang menemaninya, Pharita mulai lelah.

Pada hari pertama kejadian, Hyunbin muncul dengan ekspresi sedih namun juga kecewa.

Pharita tahu, mencoba menyakiti diri sendiri, bunuh diri atau apapun itu membuat Hyunbin kecewa padanya. Mungkin itu alasan kenapa Hyunbin tidak pernah muncul lagi di sini.

Lagipula, Pharita juga lebih tahu jika ada Chiquita yang lebih membutuhkan perhatian dari semua orang saat ini.

Pharita hanya bersyukur karena kedua sahabatnya bahkan para adik-adiknya sangat menjaganya, seolah memastikan tidak akan ada hal buruk terjadi lagi padanya.

Sekarang sudah malam hari dan Pharita tidak bisa tertidur disaat Rami dan Ahyeon, kedua gadis yang kini menjaganya itu tengah tertidur.

Dengan nekat, Pharita mencabut infusnya hingga darah sedikit menetes ke lantai. Pharita tidak peduli dan mengendap-endap, dia pun berhasil keluar dari ruangannya.

Pharita membenci bau obat-obatan. Rumah Sakit adalah hal yang sering Pharita hindari karena dia muak mencium aroma itu sejak kecil.

Namun sekarang disinilah dia berada. Harus terus mencium bau obat-obatan karena segelintir kejadian yang terjadi padanya dan adiknya.

“Aku sangat merindukan adikku. Apakah jika aku tiba-tiba datang, semua orang akan membiarkanku masuk?” Tanya Pharita pada dirinya sendiri.

Ibunya mungkin akan marah karena dia tidak bisa menemani adiknya. Pharita ingin tahu, apakah ayahnya memberitahu ibu dan adiknya tentang kejadian ini?

Semoga saja tidak.

Pharita berjalan ke tempat yang dia tahu dimana adiknya berada. Tiba di sana, pintu ternyata sedikit terbuka dan apa yang dia lihat membuat hatinya patah detik itu juga.

Chiquita berbaring di tempat tidur, ayahnya berada di sisi kanan dan ibunya ada di sisi kiri, keduanya sedang menggenggam tangan Chiquita.

Sementara itu, adiknya menggeliat tak nyaman di tempat tidur, tampak kesakitan.

Tubuh Pharita membeku di tempat, ingin melangkah namun tidak berani. Rasa takut karena dia mungkin akan kehilangan adiknya kembali muncul.

Appa, sakit sekali.” Chiquita berkata, suaranya rendah dan lelah. Adiknya tidak menangis. “Mengapa obatnya tidak bekerja dengan baik?”

“Hyunbin, apakah kita perlu meminta dokter untuk menaikkan dosis lagi? Aku tidak tega melihatnya seperti ini terus menerus.” Ujar Yejin pada suaminya.

“Itu berbahaya untuk jantungnya, Yejin. Kau dengar itu kan? Dia mungkin akan mengalami komplikasi dan itu malah membuat dia akan semakin kesakitan.”

Penjelasan itu membuat Pharita mengepalkan bibir dengan erat, menahan diri untuk tidak menangis detik itu juga.

Adiknya sangat tersiksa, begitu kesakitan. Separah itu? Apakah adiknya tidak membaik meskipun adiknya itu telah sadar dari komanya?

“Maafkan appa, sayang. Maafkan appa. Maafkan appa.” Bisik Hyunbin, bahunya bergetar saat tangisnya perlahan terdengar.

“Ini bukan salahmu, appa.” Bisik Chiquita, menenangkan ayahnya di sela rasa sakit.

“Seandainya saja aku bisa memperhatikanmu dengan lebih baik.” Ujar Hyunbin lirih, terdengar penyesalan amat dalam dari suaranya.

“Hyunbin, hentikan. Tidak ada yang salah disini kecuali Pharita yang telah menempatkan putri kita hingga kesakitan seperti ini.”

The flower ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang