BAB 37

491 88 11
                                    

Orang tuanya bergegas mengambil penerbangan mengenakan jet pribadi milik kantor begitu Pharita memberitahu kejadian ini, tepatnya 5 jam yang lalu.

5 jam dan dokter masih mengoperasi Chiquita.

Ada robekan yang berada tepat di jantungnya. Pisau itu benar-benar terkena jantungnya dan meskipun dokter bilang itu robekan, tidak menembus terlalu dalam, dokter menyatakan bahwa operasinya sulit.

Dan 5 jam berlalu, Pharita mulai merasakan kelelahan. Dadanya sendiri sakit, secara fisik maupun batin dia benar-benar tersiksa.

Semua orang mengalami hal serupa. Betapa terkejutnya mereka ketika kejadian itu terjadi. Rami adalah orang pertama yang berteriak pada siapapun agar mereka menelepon ambulans.

Sekarang, disinilah mereka semua. Menunggu tanpa keadaan yang jelas, khawatir, cemas dan takut tentang hasil yang akan di peroleh begitu operasi selesai.

“Ini salahku.” Kata Pharita.

Berjam-jam tanpa henti menangis, air matanya tetap saja tidak kunjung berhenti. Dia terus menangis dan menangis lagi.

“Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, unnie...” Ahyeon meraih tangan Pharita yang bergetar, lalu menciumnya.

“Jika saja aku menghentikan kalian semua untuk pergi, ini semua tidak akan terjadi. Seharusnya aku memeluknya dengan sangat erat, menahannya untuk pergi.”

Pharita hanya bisa merutuki kebodohannya itu. Kata terakhir Chiquita terngiang di benaknya.

Aku membencimu.

Benar. Pharita jelas pantas di benci karena sudah membiarkan adiknya sendiri terluka seperti ini. Apakah dia bahkan masih pantas di panggil kakak?

Pharita berdiri, tidak bisa terus duduk dan menunggu. Dia merasa ingin melakukan sesuatu, menghilangkan kegelisahan dan ketakutannya.

Unnie,” Ahyeon memeluk Pharita dari belakang, menangis melihat sikap Pharita.

“Dia membenciku, Ahyeon. Dia membenciku. Itu adalah kata terakhir yang dia ucapkan padaku!” Kaki Pharita goyah dan dia jatuh bersama Ahyeon.

Ada isak tangis Ahyeon terdengar, begitu juga dengan isak tangis semua orang yang tidak mampu mereka semua bendung.

“Tidak, unnie, tidak... dia mencintaimu. Kami semua tahu seberapa besar dia mencintaimu. Tolong, jangan seperti ini.” Ucap Ahyeon memohon.

“Aku hanya ingin adikku kembali. Aku ingin Chiquita bersamaku, Ahyeon. Aku ingin memeluknya.”

“Dia akan bersamamu, dia akan bersama kita. Kau perlu menenangkan dirimu, unnie. Nanti kau sesak lagi.” Ujar Ahyeon mengingatkan.

Akan tetapi, Pharita tidak bisa menahannya dan terus menangis dalam pelukan Ahyeon. Hatinya terlalu sakit dan tidak bisa di tenangkan sedikit pun.

***

Enam jam. Akhirnya dokter keluar dengan wajah yang lelah. Semua orang, terutama Pharita langsung bergegas menghampiri sang dokter.

“Bagaimana keadaan adikku? Dia baik-baik saja, kan?” Tanya Pharita dengan bahasa inggrisnya yang lancar.

Dokter pria itu tampak memaksakan senyumnya sebelum melepaskan masker di wajahnya.

“Aku memiliki berita baik dan buruk untukmu.” Jawabnya.

“Ya Tuhan... apa?” Tanya Pharita.

Jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya, ketakutan dan antisipasi meningkat.

The flower ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang