BAB 8

621 83 9
                                    

Meneliti ekspresi Pharita dari samping, Chiquita gelisah di tempat duduknya. Sudah sekitar 10 menit berlalu, mereka tengah sarapan di akhir pekan ini. Hari libur adalah hari yang membingungkan bagi Chiquita karena itu adalah hari dimana dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan. 

Ingin rasanya Chiquita mengajak Pharita pergi ke suatu tempat. Mungkin sekedar pergi ke cafe atau taman bermain. Sudah sangat lama mereka tidak pernah pergi bersama. Tapi, apakah kakaknya itu mau melakukannya?

"Anak-anak, ayahmu sudah menyewa salah satu pulau di Swiss untuk liburan minggu depan. Apakah kalian bersemangat?" Yejin mengumumkan dan mata Chiquita melebar. 

"Menyewa satu pulau?" Chiquita membeo. 

Ya, dia tahu jika keluarganya kaya raya dan mampu melakukan apa saja jika mereka memang menginginkan sesuatu. Namun, bukankah berlebihan jika menyewa satu pulau demi liburan kali ini?

"Berapa lama?" Tanya Pharita. "Karena, aku tidak bisa terlalu lama berlibur." 

"Pear," Hyunbin memanggil lembut. "Tidak apa. Ini salah satu hadiah yang appa berikan padamu karena kau sudah menunjukkan keseriusanmu." 

"Tapi appa, ini baru beberapa hari. Aku belum menunjukkan hasil apapun yang bisa membuatmu bangga." Bantah Pharita. 

Dalam pikirannya, Pharita terobsesi ingin membuat sang ayah bangga. Dia rela pulang di jam yang sama dengan ayahnya pada larut malam dan fokus untuk memperlajari beberapa data yang di sediakan perusahaan. 

"Melihat keseriusanmu saja sudah membuat appa bangga, nak. Appa melihat kau memiliki tekad saat ini. Jadi, terima hadiah dari appa, ya?" 

Sementara itu, Chiquita mengerutkan kening. Dia melihat ke arah sang ibu yang juga mengerutkan kening, tampak tidak mengerti apa yang Pharita dan Hyunbin bicarakan. 

"Appa, apa yang kau bicarakan dengan unnie?" Tanya Chiquita dengan bingung. 

"Pear?" Hyunbin bertanya, meminta persetujuan. Pharita hanya mengangkat bahu dan Hyunbin pun kembali berbicara. "Aku lupa memberitahu kalian karena kesibukanku. Tapi, Pharita sudah mulai bekrja di kantor beberapa hari yang lalu." 

"Apa? Sayang, apa kau serius?" Yejin bertanya pada putri pertamanya itu. 

"Ya, eomma. Aku mulai bekerja di kantor beberapa hari yang lalu." ucap Pharita menganggukkan kepalanya. 

"Tapi kenapa terburu-buru, sayang?" Yejin bertanya lebih pelan. Matanya tampak sedih dan prihatin. 

Tapi Pharita mengabaikan tatapan itu. Seolah tidak terganggu dengan apapun. Terutama, dia mengabaikan tatapan Chiquita yang... entahlah. Apakah Chiquita marah atau kecewa. Sejujurnya, Pharita sudah lelah menanggapi rasa kesal semua orang terhadap dirinya. 

"Lebih cepat lebih baik. Lagipula, aku belum benar-benar bekerja. Hanya mempelajari beberapa hal. Iya kan, appa?

Hyunbin tersenyum bangga. "Iya, sayang." 

"Oke kalau kau berpikir demikian." Ucap Yejin, namun dia tetap tak bisa menyembunyikan raut wajah yang sangat bingung dan sedih. 

Karena putrinya masih sangat muda namun sudah menanggung perusahaan yang begitu  besar.

**

Yejin sadar diri. Dia tahu bahwa sebelumnya dia mendukung keputusan suaminya yang berpikir untuk membuat Pharita menjadi sukses dan memegang perusahaan di usia muda. 

Tapi kemudian, akhir-akhir ini dia sering melihat putrinya pulang larut malam. Sebagai seorang ibu, hati kecilnya merasa kasihan dan kini, dia mulai mengkhawatirkan bahwa keputusan suaminya itu salah. 

The flower ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang