Ketika Chiquita hendak masuk ke kamar Pharita setelah empat hari menetap di ruangan Ahyeon, Chiquita hanya mendengar keheningan yang terjadi dan kening Chiquita mengernyit karena ini baru jam 7 malam.
Perlahan masuk, Chiquita melihat Rami sedang berusaha mengusap dada Pharita sementara Rora menggenggam tangan Pharita.
Tak lama kemudian, seorang perawat datang dan memasang masker oksigen baru pada Pharita. Mata Pharita setengah terpejam, keningnya mengernyit namun wanita yang kini berwajah begitu pucat itu tidak mengeluarkan suara sama sekali.
“Apa yang terjadi? Kenapa Pharita unnie seperti ini?” Tanya Chiquita.
Rora dan Rami serentak menoleh pada Chiquita yang langsung menyingkirkan Rami untuk menggantikan tugas Rami mengusap dada kakaknya.
Dingin. Itulah yang di rasakan pertama kali saat Chiquita menyentuh kulit Pharita. Tentu saja Chiquita cemas. Karena belakangan ini Chiquita selalu mengirim pesan pada Rora dan Rami, menanyakan keadaan Pharita, kedua temannya itu mengatakan Pharita baik-baik saja.
Tapi Chiquita melihat keadaan yang jauh berbeda saat ini. Chiquita kini juga mengusap pipi Pharita yang sama dinginnya.
“Hei, unnie, apa kau mendengarku? Aku disini sekarang. Aku ada disini. Lihat aku, hmmm?” Pinta Chiquita memohon. Dia menggigit bibir bawahnya, berharap Pharita akan meresponnya.
Hanya desahan nafas yang masih terasa berat terdengar di telinga Chiquita. Menggelengkan kepala ketika rasa takut di rasakan, Chiquita juga menggenggam tangan Pharita, berharap sang kakak bisa membalas genggaman tangannya.
“Tidak ada respon apapun. Aku sudah menghubungi dokter dan dia sedang berada dalam perjalanan menuju kemari.” Kata perawat tersebut, mencoba untuk memeriksa pernafasan Pharita lagi. “Apakah orang tua pasien sudah di hubungi?”
Rami menganggukkan kepalanya dan Chiquita melotot pada Rami. Orang tuanya tahu keadaan Pharita tapi dia yang jelas-jelas berada di Rumah Sakit tidak di beritahu tentang keadaan Pharita?
“Mereka bilang... mereka sedang ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan.” Kata Rami. Suara wanita itu sendiri jelas bergetar.
Saat Chiquita hendak membalas ucapan Rami, dada Pharita terangkat ke atas dan wanita itu mengalami batuk parah. Setetes darah keluar, disusul dengan semburan darah yang lain.
Perawat mengambil handuk bersih dari toilet lalu menutupi darah yang terus keluar dari mulut Pharita. Seorang dokter masuk tak lama kemudian dan dia menggeser Chiquita dengan kuat.
“Sejak kapan ini terjadi?” Tanya dokter tersebut pada perawat dan Rora menjelaskan.
“Pharita unnie mengeluh sakit dada dua hari lalu tapi dia masih tidur nyenyak, baru kemarin malam dia mulai batuk-batuk dan sekarang—”
“Bagaimana dengan orang tuanya?” Tanya dokter bermarga Kim itu sambil memeriksa mata Pharita, kemudian ke mulut Pharita tanpa terganggu dengan darah yang terus keluar dari mulut sang kakak.
“Mereka masih sibuk. Mereka bilang—”
“Sibuk?!” Bentak dokter Kim menoleh pada Rami yang hendak menjawab. “Katakan putrinya sedang sekarat! Lupakan pekerjaan dan sekarang bawa pasien ke ICU!”
Mendengar teriakan sang dokter, beberapa perawat lain pun masuk ke dalam ruangan sementara sang dokter langsung menaiki ranjang, tetap memeriksa Pharita yang kini kejang.
Chiquita memaksa untuk mendekat. Dia sudah menangis dan salah satu perawat berhasil menghalangi langkah Chiquita yang hendak mendekati sang kakak.
“Hubungi saja orang tuanya. Beritahu mereka bahwa pasien akan segera menjalani pemeriksaan. Kami ingin meminta persetujuan jika seandainya ada hal buruk terjadi karena kita harus segera mengambil tindakan.” Ucap perawat sambil berlalu pergi dari ruangan Pharita yang kini terasa kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
The flower ✅
FanfictionTerabaikan karena memiliki kakak yang sangat sibuk, Chiquita menempatkan dirinya menjadi sosok gadis yang pendiam. Cenderung menahan semuanya sendirian hingga keadaan tiba-tiba saja berubah. "Aku merindukan kita yang dulu, unnie, bisakah kita kemba...