Hari-hari kembali seperti sebelumnya. Pharita memusatkan fokusnya pada pekerjaan sesuai janjinya pada Hyunbin. Tapi meski begitu, dia juga tetap memfokuskan dirinya pada Chiquita. Sebisa mungkin di sela kesibukannya, Pharita juga menyempatkan untuk memperhatikan Chiquita.
Atau paling tidak jika dia sudah terlalu lelah, dia hanya akan pergi ke kamar Chiquita dan berbaring disana. Berbicara beberapa hal sampai kemudian mereka tidur bersama.
Seperti saat ini. Pharita merasakan tubuhnya lelah. Kuliah dan kerja di saat yang bersamaan membuat tubuhnya seolah tidak sanggup menerima lagi. Padahal baru dua minggu dia menjalani ini dan dia menyadari, dia harus menghadapi ini sampai dia selesai kuliah.
Menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur, Pharita menoleh pada Chiquita yang saat ini sedang sibuk melihat ponselnya. Adiknya itu sepertinya sedang mengirim pesan pada seseorang dan Pharita tidak mau mengganggu.
Dia hanya melingkarkan tangannya di pinggang adiknya sambil memejamkan mata. Chiquita melepaskan tangan Pharita dari pinggangnya tapi Pharita segera memeluk Chiquita lagi.
“Unnie...” Rengek Chiquita. “Lepaskan aku. Aku sedang fokus bicara dengan teman-temanku.”
“Aku juga tidak akan mengganggumu, Canny. Aku hanya membutuhkan pelukan. Tubuhku sangat lelah.” Desah Pharita sambil tetap memejamkan matanya.
“Tapi pelukanmu mengganggu. Biarkan aku fokus pada teman-temanku dulu, oke?”
Pharita menghela nafas sebelum melepaskan pelukan itu dari adiknya. Dia akhirnya bergeser sedikit jauh dari adiknya yang jelas membutuhkan ruang. Dia tidak akan memaksa karena dia tahu adiknya. Jika adiknya itu ingin berdekatan, pasti dia akan mendekat dengan sendirinya.
Jadi, Pharita tetap memejamkan matanya dan menenangkan pikirannya. Berharap saat ini tubuhnya rileks dan akhirnya dia bisa tertidur.
Tapi ketika dia berharap dia bisa tertidur, rasa sakit menghujam dadanya dan Pharita membuka matanya dengan cepat.
Buru-buru, dia pun berdiri yang membuat Chiquita menoleh pada kakaknya dengan cepat. Tapi, tidak mau membuat adiknya khawatir, Pharita pun bergegas keluar dari kamar adiknya dan pergi ke kamarnya sendiri.
Dia mengunci pintu kamarnya dan bergegas pergi ke kamar mandi ketika dia batuk. Rasa sakit menghujam dadanya dan detak jantungnya melonjak ketika mulutnya mengeluarkan banyak darah yang mengotori kaca di depannya.
Matanya melebar dan nafasnya terengah-engah. Pharita meletakkan tangannya di dada saat setetes air mata jatuh karena rasa takut yang menghujamnya.
“Belakangan ini, aku merasa semakin sakit dan aku takut sekali. Apakah aku akan mati?” Gumam Pharita ketakutan. Dia menjatuhkan dirinya di samping wastafel, tidak buru-buru membersihkan darahnya dan malah semakin terisak pelan.
***
Chiquita cemas ketika kakaknya itu tidak membuka pintu. Rasa bersalah langsung hinggap di hatinya. Dia tidak bermaksud untuk mengucilkan kakaknya saat itu akan tetapi pembicaraan dengan Rora dan Rami membuat dia tidak menyadari sikapnya pada sang kakak.
Saat ini, dia terus mengetuk pintu kamar Pharita sambil mengerutkan keningnya. Masih cemas dan takut Pharita marah karena di abaikan. Padahal dua minggu ini, hubungan mereka baru saja membaik.
“Unnie? Aku mohon buka pintunya untukku, unnie..." Mohon Chiquita untuk yang kesekian kalinya. "Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk mengabaikanmu.”
Tapi tidak ada sahutan dari kakaknya padahal Chiquita sangat yakin, Pharita mendengarnya dari dalam kamar karena dia mengetuk pintu dengan sangat keras. Tidak mungkin jika kakaknya itu tidak mendengarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The flower ✅
FanfictionTerabaikan karena memiliki kakak yang sangat sibuk, Chiquita menempatkan dirinya menjadi sosok gadis yang pendiam. Cenderung menahan semuanya sendirian hingga keadaan tiba-tiba saja berubah. "Aku merindukan kita yang dulu, unnie, bisakah kita kemba...