BAB 28

479 85 22
                                    

Suara menggeram, teriakan, tembakan pistol ada dimana-mana. Pharita terengah-engah, bersyukur akan gangguan itu ketika rasa takut menghantuinya. Dia dengan cepat berdiri, menutup tubuhnya dengan apapun yang ada di sekitarnya.

Matanya bengkak karena air mata yang jatuh mengalir ke wajahnya. Banyak bagian tubuh yang memar terutama pergelangan tangan yang di cengkram kuat oleh Yeonjun.

“Kau brengsek, Yeonjun! Kau adalah pria paling brengsek yang pernah aku temui!” Pharita memekik, tidak percaya bahwa pria yang dulu dia sukai itu benar-benar melecehkannya.

“Pharita,” Suara Yeonjun bergetar. Jika dia bodoh, dia mungkin akan berpikir jika Yeonjun merasa bersalah atas apa yang terjadi. Tapi, dia tidak menjadi manusia yang bodoh lagi.

“Mundur!” Pharita memekik. Di antara suara tembakan diluar sana, dia lebih takut jika Yeonjun mendekat padanya lagi. “Mundur! Jangan pernah dekati aku ataupun menyentuhku.”

“Kemarilah. A-aku tidak menyadarinya. Maafkan aku. Maaf, aku—”

“Tidak menyadarinya?” Pharita menggelengkan kepalanya, berharap menemukan sesuatu agar dia bisa membuat Yeonjun mundur darinya. “Kau merobek pakaianku dan kau bilang kau tidak menyadarinya?! Aku sudah memohon agar kau berhenti! Tapi kau terlalu gila, bukan?! Kau terlalu terobsesi padaku!”

Rasa sakit tumpul seolah melumpuhkan Pharita. Dia melihat ke sekitar dadanya yang dia tutupi dengan selimut. Darah mengalir, luka bekas operasinya robek. Brengsek, desah Pharita. Tidak, dia tidak boleh lemah.

Setidaknya biarkan dia pergi dulu dari ruangan ini sebelum kondisinya benar-benar lemah. Demi Tuhan!

“Tidak! Bukan begitu, Pharita. Ayo, kemarilah. Jangan menjauh seperti itu. Kita harus pergi. Mereka melakukan perlawanan. Mereka akan membawamu pergi dariku!” Yeonjun mulai menunjukkan rasa frustasinya.

Pharita tidak peduli. Dia akan melakukan apapun untuk membuat pria itu menjauh darinya. Semakin mundur, dia akhirnya menemukan pisau buah yang terletak di atas meja. 

Menyambar pisau itu, Pharita menodong benda tajam tersebut pada Yeonjun yang mendesis, seolah dia semakin kesal karena Pharita harus menemukan benda itu disaat yang tidak tepat.

“Mundur atau aku akan menusuk diriku sendiri. Aku serius, Yeonjun. Jika aku mati saat ini, kau hanyalah seorang tersangka penculikan dan pembunuhan. Tidak ada CCTV di kamar ini. Aku tahu itu.” Kata Pharita sambil menatap Yeonjun yang kini matanya melebar. 

“Jangan bodoh, Pharita. Aku mencintaimu, sudah aku katakan berulang kali hal itu. Jangan lakukan hal yang membuatmu menyesal. Letakkan pisaunya dan ayo kita pergi, oke?” Pinta Yeonjun, berusaha membujuk seolah Pharita akan termakan oleh bujukannya lagi.

Pharita menggelengkan kepalanya. Rasa sakit karena darah yang mengalir dari dadanya membuat Pharita sedikit merasakan pusing di kepalanya. Tapi sebisa mungkin, dia bertahan.

Dia harus melakukan sesuatu untuk bisa keluar dari sini. Dia mundur sampai dia menemukan pintu. Dengan pisau terarah ke lehernya sendiri, dia berusaha membuka pintu.

Terkunci, tentu saja.

“Buka.” Perintah Pharita. “Buka pintunya dan biarkan aku keluar, Yeonjun! Buka pintunya!”

Pekik Pharita frustasi. Dia hanya ingin pergi dari sini. Dia ingin bersama adiknya, memeluknya, ingin aman berada dalam pelukan Chiquita. Dia benci berada disini.

Tangisan Pharita membuat Yeonjun langsung mengambil kesempatan untuk memeluk tubuh Pharita yang terbalut selimut. Pharita memekik, memberontak sekeras mungkin agar pria itu melepaskan tangan dari tubuhnya.

The flower ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang