Chiquita pergi menuju kamarnya, berterima kasih pada Rami dan Rora yang sudah menenangkannya sejak candaan Pharita yang tidak masuk akal.
Sampai sekarang, Chiquita tidak bisa mengerti. Apa sih yang ada di pikiran kakaknya hingga bisa bercanda seperti itu?
Apakah menurut kakaknya hal itu lucu? Bagi Chiquita tidak.
Tadi, Chiquita sudah sangat ketakutan setengah mati, berpikir bahwa sakit Pharita kambuh. Apakah Pharita tidak tahu bahwa dia nyaris gila karena ketakutan yang dia rasakan selama gadis itu sakit? Sungguh, bisa-bisanya dia bercanda tentang hal itu.
Menghela nafas, Chiquita pun masuk ke dalam kamar yang dia tempati bersama Pharita.
Dia mendapati Pharita tengah mondar mandir, menggigit kukunya, ekspresinya resah. Begitu mendengar pintu terbuka, Pharita berhenti.
Pharita langsung berlari ke arah Chiquita, memeluknya dengan erat. Meskipun Chiquita marah dengan apa yang di lakukan Pharita, dia tetap membalas pelukan itu.
“Canny, maafkan aku. Aku bodoh. Aku tidak berpikir saat aku bercanda seperti tadi. Maafkan aku, Canny.” Kata Pharita sungguh-sungguh. Dia terdengar sangat menyesal.
Pharita mengurai pelukan mereka, meraih rahang Chiquita dan menatapnya dengan cemas. Mata Pharita tampak memerah. Kakaknya baru saja menangis.
“Jangan di ulangi, unnie.” Kata Chiquita. Tanpa berdebat, Pharita mengangguk. “Aku sangat takut. Sangat, sangat, sangat takut sesuatu terjadi padamu lagi.”
Mata Pharita berkaca-kaca. Dalam satu kedipan, dia menangis. Chiquita juga meraih rahang Pharita, mengusap pipi kakaknya.
“Aku tidak akan melakukan hal bodoh lagi. Aku tahu itu membuatmu takut. Maafkan aku, Canny.” Isak Pharita.
Chiquita meraih Pharita ke dalam pelukannya. Meski marah, Chiquita agak bersyukur bahwa itu hanyalah candaan. Setidaknya, kakaknya memang baik-baik saja.
“Mari kita lupakan dan nikmati liburannya, ya? Maaf aku berlari seperti tadi.” Kata Chiquita.
Pharita kembali melepaskan pelukan mereka dan mundur. Kakaknya berjalan ke sisi tempat tidur, duduk. Wajahnya menunduk.
Chiquita mengikuti langkah Pharita, berlutut tepat di depannya. Dia memperhatikan ekspresi sedih Pharita.
“Hei, ada apa, unnie?” Tanya Chiquita.
“Kita baru tiba dan aku sudah merusak segalanya.” Gumam Pharita.
“Unnie...” Chiquita berdiri, lalu duduk di samping Pharita, menarik kakaknya ke pelukan lembut. “Ini hanya kekacauan kecil. Kita sudah memperbaikinya. Setidaknya, aku tahu itu hanya candaan. Aku bersyukur kau baik-baik saja.”
“Benarkah?” Tanya Pharita, suaranya mencicit.
“Hm!” Jawab Chiquita dengan penuh semangat. “Aku senang kita semua baik-baik saja.”
Jawaban itu membuat Pharita menoleh. Melihat Chiquita tersenyum lebar akhirnya membuat Pharita akhirnya tersenyum juga.
Pharita tidak mengatakan apapun, hanya memeluk Chiquita lagi yang di biarkan oleh Chiquita, karena dia tahu bahwa Pharita membutuhkan hal tersebut.
***
“Kenapa kita pergi ke taman?” Tanya Chiquita heran.
Tiba-tiba saja selesai mencari makanan di sore hari, Pharita mengajaknya berpisah dari semua orang sementara semua orang butuh istirahat setelah perjalanan yang panjang.
“Bukankah kau sangat menyukai bunga? Ada taman yang sangat bagus di Swiss. Aku sudah mencarinya. Dan, ini dia.” Kata Pharita, menarik lembut tangan Chiquita.
KAMU SEDANG MEMBACA
The flower ✅
FanfictionTerabaikan karena memiliki kakak yang sangat sibuk, Chiquita menempatkan dirinya menjadi sosok gadis yang pendiam. Cenderung menahan semuanya sendirian hingga keadaan tiba-tiba saja berubah. "Aku merindukan kita yang dulu, unnie, bisakah kita kemba...