Chapter 11 - Hati yang Bergetar

196 34 9
                                    

Backsound chapter ini adalah
Rossa - Ayat Ayat Cinta
Silakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Bila bahagia mulai menyentuh
'Seakan kubisa hidup lebih lama'

Happy Reading!
Enjoy!
.
.
.

Radi mengendarai mobilnya perlahan menuju masjid tempat dia akan bersyahadat. Dia sudah berpakaian rapi, mengenakan celana bahan abu-abu gelap dan baju koko putih. Tidak lupa juga kopiah hitam bertengger rapi di kepalanya, membuat Radi tampak gagah dan berkharisma.

Radi berangkat dari kantor, karena waktu yang disepakati untuk dia bersyahadat adalah hari senin pukul sepuluh pagi. Radi segera memarkirkan mobilnya begitu sampai di masjid Al-Hadi, tempat dimana dia akan mengucapkan dua kalimat syahadat.

Radi memarkirkan mobilnya di parkiran depan, tidak di parkiran samping, karena ustadz Hisyam dan ustadz Hasyim sudah menunggunya. Ustadz yang merupakan adik kakak kandung itu adalah guru yang dikenalkan oleh Adijaya, dua ustadz muda kesayangan bapak-bapak, kesayangan circle Adijaya lebih tepatnya.

"Assalamualaikum, Ustadz?" salam Radi begitu sampai dan turun dari mobilnya.

"Waalaikumsalam, Rad." Radi disambut dengan wajah yang berseri.

"Mari masuk! Semua sudah menunggu." Mereka segera menggiring Radi masuk ke dalam masjid. Radi mengangguk, Abidzar, Jodi, dan Andi memang sudah lebih dulu pergi ke masjid tersebut.

Begitu masuk ke dalam masjid, Radi terkejut. Ternyata yang datang untuk menemaninya bersyahadat sangatlah banyak. Dia kira selain sahabatnya hanya Adijaya dan Maryam saja yang akan datang. Tapi ternyata keluarga Kusuma, Adhyaksa, bahkan sahabat-sahabatnya lengkap datang. Bukan hanya Abidzar, Jodi, dan Andi saja yang hadir; tapi Reynan, Arfan, Raya, dan Salsa juga hadir. Betapa bahagianya Radi melihat begitu banyak orang yang mendukungnya.

Mata Radi langsung tertarik pada satu titik. Elliana, dia melihat Elliana begitu cantik mengenakan kerudung berwarna abu-abu gelap, hatinya berdesir melihatnya. Tapi secepat kilat Radi beristighfar lalu segera mengalihkan pandangannya dan fokus pada hajatnya hari ini.

Radi mengedarkan pandangannya pada semua orang yang hadir, dia segera menyalami semua laki-laki yang hadir. Setelahnya dia duduk di hadapan ustadz Hisyam yang didepan mereka dipisahkan oleh meja kecil yang ada di sana. Setelah duduk hatinya sejenak terasa perih, di antara semua orang terdekatnya yang hadir ada setitik kesedihan karena tidak akan keluarga intinya. Radi merasa berdosa dan bersalah karena tidak meminta izin mereka lebih dulu.

"Baiklah, saudara Radian. Tolong jawab beberapa pertanyaan yang akan saya lontarkan." Jantung Radi berdebar menuju detik-detik dia bersyahadat.

"Baik, Ustadz." Radi mengangguk.

"Tolong sebutkan nama lengkap saudara!" Ustadz Hisyam sudah memegang data diri yang ada di dalam berkas Radi.

"Nama saya Radian Krisna Prasetya." Ustadz Hisyam mengangguk sambil melempar senyuman teduhnya agar Radi tidak terlalu tegang.

"Agama saudara saat ini?"

"Kristiani."

"Sebelum saudara bersyahadat, saya ingin memastikan. Apakah anda sudah benar-benar yakin untuk memeluk islam?" Radi tersenyum mendengar pertanyaan tersebut.

"Saya sangat yakin, Ustadz." Radi menjawabnya dengan lugas.

"Baik, saya ingin menjelaskan bahwa dalam islam 'La iqra ha fiddin' tidak boleh ada paksaan dalam memeluk islam. Jadi saya ingin memastikan juga apakah saudara memeluk islam benar-benar karena kehendak sendiri? Tanpa adanya paksaan dari pihak manapun baik secara halus apalagi kasar." Islam tidak membenarkan adanya pemaksaan dalam beragama.

RADIAN (PREQUEL OF ABANG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang