Chapter 25 - Support System

384 43 43
                                    

DIHIMBAU YANG BELUM MEMBACA STORY "ABANG" SILAKAN MEMBACA DULU STORY TERSEBUT YAH!
KARENA KEDEPANNYA AKAN BANYAK BENANG MERAH DARI SANA YANG MULAI MUNCUL. GOMAWO. 🙏🏻

Backsound chapter ini adalah
Penjaga Hati- Nadhif Basalamah
Silakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Happy Reading!
Enjoy!
.
.
.

Diandra kini tengah menatap jejeran botol di depannya dengan mata melotot lebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diandra kini tengah menatap jejeran botol di depannya dengan mata melotot lebar. Dia tidak menyangka hari ini dia akan disuguhkan dengan pemandangan ini.

"Abang ini maksudnya apa?" tanya Diandra menelan salivanya perlahan.

"Umur Di memang belum legal, belum delapan belas tahun. Bahkan idealnya minum alkohol itu dua puluh satu tahun. Hhh ... tapi Abang harus mengenalkan ini padamu dari sekarang mengingat kamu sebentar lagi akan melihat dunia luar." Radi membawa Diandra duduk ke sofa. Sudah seminggu ini Diandra main hanya di apartment Abidzar saja. Apartment itu dijadikan basecamp Diandra belajar bisnis dengan abang-abangnya.

"Tapi Abang gak minta kamu minum Di, Abang cuma mau kamu mengamati karakteristik minuman beralkohol berdasarkan persentase dan jenis alkoholnya. Tidak perlu diminum benar-benar minum, cukup di sesap satu sesap saja, yang penting lidah Di bisa mengenali rasanya. Lumrah terjadi dalam dunia bisnis menjebak seseorang lewat minuman beralkohol. Jadi Abang ingin kamu bersiap diri." Diandra mengangguk paham, sebagai anak seorang pebisnis hal itu sering dia dengar.

"Abang ingin lidah Di sudah bisa mendeteksi alkohol dengan baik, jadi saat ada yang berniat jahat padamu di lapangan, kamu bisa handle sendiri situasinya." Diandra menegakkan posisi duduknya lalu mengamati botol-botol tersebut.

"Bang, it was your favorite, right?" tanya Diandra mengambil satu botol hitam berlabel maroon yang tampak elegan dan lebih menonjol dibanding yang lain.

"Heem, dulu itu favoritnya Abang, red wine valley de romanee." Radi membenarkan, dulu dia pecinta wine. Bukan untuk mabuk-mabukan tapi menikmati rasanya, dia akan sangat badmood jika bertemu dengan wine kualitas rendah. Bahkan Radi pernah visit ke berbagai kebun anggur dan pabrik wine di Belanda, Prancis, Spanyol, dan Italia.

"Di yakin ini pasti mahal banget, dari dulu Di gak pernah berani pegang seincipun kulkas wine punya Abang. Takut salah-salah lalu kesenggol. Di yakin Abang marahnya bisa satu tahun itu kalau ada botol wine yang pecah." Diandra jadi curhat sekarang dengan ekspresi yang sangat menggemaskan.

"Hahaha, terus minuman Abang apa kabar sekarang?" tanya Radi ingin tahu.

"Ya sering diminum Papah sih sesekali, kalau ada occasion ajah kayak biasanya. Kalian kan bukan peminum aktif, penikmat rasa dan kolektor kalian mah. Tapi level kalian justru yang menakutkan, harga-harganya bikin kantong nangis, Bang." Radi tertawa dibuatnya, yang disampaikan Diandra memang benar. Sekalipun sejak mualaf Radi tidak minum lagi, tapi dia akan marah sekali jika melihat pemabuk, karena menurutnya esensi minum itu bukan mabuknya, tapi menikmati rasa alkoholnya. Radi sangat menghargai sebuah proses, termasuk proses pembuatan anggur yang menurutnya beautiful process.

RADIAN (PREQUEL OF ABANG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang