Chapter 34 - Tentang Syukur

315 43 13
                                    

Backsound chapter ini adalah
Senyumlah - Andmesh
Silakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Happy Reading!
Enjoy!
.
.
.

Radi membawa masuk Tomi dan Romi ke rumahnya. Meski canggung, keduanya ikut masuk ke dalam rumah.

"Tunggu sebentar! Abang ambilkan kalian minuman." Radi pamit ke dapur untuk mengambil minuman yang tersedia di dalam kulkasnya.

"Di kulkas Abang cuma ada susu, kalian gak alergi susu, kan?" tanya Radi sambil meletakkan dua kotak susu di meja untuk mereka berdua.

"Nggak, Bang. Terima kasih banyak," jawab Tomi kalem.

"Ada kerjaan apa, Bang? Buruan! Kalau memang gak ada yang perlu di kerjain kita balik ajah. Buang waktu, mending di pakai buat cari kerjaan di luar yang bener-bener serius mau ngasih kita kerjaan." Romi masih dengan mode tidak sopannya. Berbeda dengan Tomi, remaja satu itu baru duduk saja sudah tidak betah dan berpikiran buruk.

"Bisa pakai sopan santunnya!" tegur Radi tegas.

"Abang bahkan belum ngejelasin apa-apa kamu udah suudzon duluan." Radi menghembuskan nafasnya kasar.

"Apa kegetiran hidupmu bisa kamu jadikan alasan untuk bersikap tidak sopan pada orang lain? Abang rasa almarhum Pak Haris selalu mengajarimu sopan santun!" Romi menundukkan kepalanya dalam, dia tahu dia salah. Tapi dia sedang stress berat.

"Apa yang bikin emosi kamu nggak stabil? Cerita ke Abang! Abang siap dengerin." Radi mengusap kepala Romi dan nada bicara yang berubah menjadi lembut. Layaknya dia berbicara dengan adiknya, Diandra.

"Romi bingung, Bang. Listrik udah seminggu mati, gak ada uang buat isi token. Hasil kerja kemarin-kemarin udah habis dibeliin beras. Belum lagi mikirin uang buat masuk sekolah lagi." Radi menyimak dengan seksama, masalah ekonomi memang selalu membuat stress. Tapi ada satu point yang membuat Radi bingung.

"Buat masuk sekolah lagi bagaimana? Bukannya memang belum libur semester yah?" tanya Radi meminta penjelasan.

"Kita gak nerusin sekolah, Bang. Sejak semester ini, gak ada uang," jawab Romi masih tertunduk dalam dengan jari-jari saling bertautan.

"Sekolah negeri memang gratis, Bang. Tapi tetap saja, peralatan sekolah, buku, seragam perlu dibeli pakai uang. Belum lagi kalau kita sekolah kita memotong waktu buat cari uang. Iya bisa sekolah, tapi nanti pulang sekolah kita gak bisa makan." Kali ini Toni yang menjelaskan. Radi menghembuskan nafas dalam, dadanya sesak mendengar hal tersebut.

"Kepala Romi berisik, Bang. Entah kenapa Romi kesal melihat Abang tadi. Melihat Abang membuat Romi ingin marah pada Tuhan. Karena dia telah memberikan kehidupan yang sangat tidak adil. Hidup Abang sangat sempurna, sementara hidup Romi dan Tomi sengsara. Dunia memang senang sekali bercanda." Romi tertawa kecil, tapi ada kegetiran yang terdengar sangat jelas.

"Rom? Lihat Abang!" titah Radi tegas. Dengan ragu remaja satu itu mengangkat kepalanya, dia mendapati Radi tersenyum hangat padanya.

"Rom, rumput tetangga memang selalu tampak lebih hijau. Tapi percayalah, hidup Abang juga tidak sesempurna yang kamu lihat dari luar. Abang juga sedang di fase hidup yang sama sepertimu, Rom. Belakangan Abang sering terusik melihat keluarga teman-teman Abang. Karena posisinya saat ini Abang sedang berselisih dengan papahnya Abang." Radi mengambil nafas sejenak sekaligus menjeda perkataannya.

"Tapi sesulit apapun hidup kita, jangan pernah marah pada Tuhan!" nasihat Radi, dia tidak suka mendengarnya.

"Abang bersedia bantu kalian, jadi berhentilah membenci hidupmu sendiri!" sarkas Radi. Sontak Romi sedikit terkejut mendengarnya.

RADIAN (PREQUEL OF ABANG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang