Chapter 44 - Siuman

244 40 15
                                    

Backsound chapter ini adalahSahabat Tak Akan Pergi - Betrand & AnnethSilakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Backsound chapter ini adalah
Sahabat Tak Akan Pergi - Betrand & Anneth
Silakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Happy Reading!
Enjoy!
.
.
.

"Udah rapi, wangi, ganteng banget Abangnya Idz." Abidzar merapikan rambut Radi, dia baru saja selesai menyeka badan Radi sore ini.

"Idz rapihin bekas mandi Abang ke kamar mandi dulu yah. Sekalian mau mandi juga, udah asem ini," kekeh Abidzar mengecup kening Radi lalu berlalu keluar dari ICU. Sore ini perasaannya jauh lebih tenang, setelah seharian tadi tidur sambil memeluk Radi.

Beberapa saat setelah Abidzar berlalu, mata Radi mengerjap sangat pelan, keningnya mengernyit halus karena sekujur tubuhnya terasa sangat nyeri. Hembusan nafasnya terdengar sedikit memburu karena Radi dilanda kepanikan saat tidak dapat menggerakkan sedikitpun anggota tubuhnya. Denyut jantung Radi tidak teratur akibat kepanikan tersebut, alarm dari ICU tersebut menyala nyaring membuat tim medis bergerak gesit masuk ke sana.

"Puji Tuhan, Rad." Jeffan yang awalnya panik tersenyum lebar melihat Radi sudah membuka matanya.

"Om?" panggil Radi lirih dengan artikulasi tidak jelas, dia menatap lurus ke arah langit-langit, karena bahkan untuk menolehkan kepalanya saja dia tidak mampu. Apalagi ventilator masih terpasang di mulutnya.

"Kenapa, hmm?" tanya Jeffan lembut sambil memeriksa keadaan keponakannya.

"Tenang, ok! Biar jantungnya stabil dan dadanya tidak sakit." Jeffan mencabut kabel-kabel yang ada di dada Radi. Air mata Radi mengalir dari sudut matanya, dia ingin menyampaikan keluhannya tapi dia kesulitan untuk bicara.

"Kita cabut ventilatornya yah? Tahan! Mungkin akan terasa sakit." Radi memejamkan matanya, James dan Jeffan saling mengangguk lalu bekerjasama membuka ventilator Radi dengan berusaha selembut dan sehati-hati mungkin.

Air mata Radi semakin deras mengalir, tenggorokannya terasa perih dan sakit. Nafasnya langsung memburu, James segera memasangkan nasal cannula untuk menggantikan ventilator, barulah nafas Radi perlahan kembali stabil. Jeffan membersihkan area mulut Radi dengan sayang lalu mengecup kening Radi lama.

"Terima kasih banyak sudah bangun, Nak."

"O—om?" panggil Radi lagi terbata.

"Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Jeffan yang menyadari keponakannya merasakan keluhan lain.

"Tt—tidak dap—at ber—gerak." Dengan susah payah Radi menyampaikannya, dia frustrasi karena sulit berbicara lancar. Jeffan dan James saling tatap, mereka terkejut. Karena hasil pemeriksaan Radi seharusnya ini tidak terjadi.

"Dengarkan Abang! Jangan maksa berbicara jika tenggorokannya sakit. Kedipkan mata satu kali untuk jawaban iya dan kedipkan dua kali untuk jawaban tidak. Paham?" Radi mengedipkan matanya paham.

RADIAN (PREQUEL OF ABANG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang