Chapter 60 - Mirip dengan Papah

524 48 49
                                    

Backsound chapter ini adalahDAWAI - Fadhilah Intan Silakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Backsound chapter ini adalah
DAWAI - Fadhilah Intan
Silakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Happy Reading!
Enjoy!
.
.
.

Satu minggu sudah Radi menjalani perawatan. Malam ini Radi pulang, benar-benar pulang ke rumahnya, yaitu kediaman keluarga Prasetya.

"Ikut Papah dulu sebentar, Bang!" Krisna meraih tangan Radi dan membawanya ke area samping rumah. Tepat setelah keluar koridor ada sebuah mushola, dulunya itu adalah ruang terbuka biasa. Tapi sekarang Krisna merubahnya jadi mushola yang tampak sangat indah.

"Mushola untuk Abang, jadi kalau mau jamaah sama yang mbak-mbak, mas-mas, dan pekerja lainnya bisa di sini." Radi mencuci kakinya lebih dulu lalu masuk ke dalam mushola tersebut.

"Yang Papah tutup pakai tembok hanya bagian kiblat dan belakang saja, karena di depan ada mihrab untuk imam dan di belakang ada tempat wudhu. Kanan kiri Papah pasang pintu kaca yang bisa di sleding seluruhnya. Jadi bisa sholat di ruang semi terbuka, biar sirkulasi udara juga tetep bagus tiap paginya. Apalagi buat duha, pasti adem," jelas Krisna panjang lebar dengan senyuman puas yang terpatri di bibirnya, dia sendiri yang mendesain. Sedangkan Radi, sejak tadi dia memperhatikan Krisna lamat, dadanya dipenuhi rasa haru luar biasa.

"Bang?" Krisna menyentuh pundak Radi, membuat pemuda itu tersadar.

"Kenapa ngelamun? Pusing ya kelamaan berdiri? Haduh maafin Papah, Bang. Harusnya Papah gak langsung ajak kamu kesini, kamu kan masih harus istirahat." Radi terkekeh lalu menggelengkan kepalanya.

"Atau ada yang Abang gak suka dari musholanya?" Radi lagi-lagi menggeleng.

"Tidak ada, Pah. Musholanya bagus, simple, elegan, dan cantik. Terima kasih banyak." Radi memeluk Krisna untuk menumpahkan rasa terima kasihnya. Rasa itu tidak cukup hanya dia ucapkan saja.

Karena keluarganya adalah keluarga Kristiani, jadi dulu Krisna tidak pernah menyiapkan mushola khusus di rumahnya. Krisna hanya menyediakan satu kamar yang sengaja dia kosongkan untuk sholat tamu-tamu muslimnya. Para pekerja pun sholat di kamar masing-masing, jika berjamaah biasanya mereka akan pergi ke masjid komplek.

"Tidak perlu berterima kasih, Bang. Ini tidak seberapa, asal Abang nyaman dan bahagia apapun akan Papah berikan untuk Abang. Maaf Papah terlambat." Radi menepuk-nepuk punggung papanya untuk menghibur.

"Tidak ada yang terlambat, Pah. Semua yang Papah lakukan untuk Abang itu berharga." Krisna mengambil nafas panjang lalu mengecup kening Radi sayang.

"Jangan mellow-mellow! Ayo makan malam, Bang, Pah! Ciwi-ciwi udah nunggu." Rafka datang merangkul keduanya, membuat mereka terkekeh mengacak rambut Rafka gemas.

Mereka segera masuk ke dalam rumah, ke area meja makan. Ternyata benar, Emily dan Diandra sudah menunggu.

"Ayo makan! Mamah sengaja nyiapin makanan kesukaan kita semua." Tiga lelaki itu mengangguk semangat.

RADIAN (PREQUEL OF ABANG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang