>○<
Faye Malisorn.
Jemari panjangnya yang dihiasi oleh cincin berwarna silver di bagian telunjuk saling terkait di atas meja, tepatnya bersampingan dengan laptop menyala yang dihubungkan lewat bluetooth pada proyektor kecil yang tak jauh dari tembok.
Perempuan cantik yang usianya sekitar 32 tahunan itu mengenakan setelan kasual yang tampak ciamik di tubuh tingginya yang semampai. Ia juga tampak tenang ketika mengajarkan metode lukis yang tengah dipelajari seluruh mahasiswa termasuk Yoko di dalamnya.
Gadis itu sedari tadi tak menurunkan pandangan dari layar yang tengah menampilkan metode melukis dengan kuas yang sudah dipelajari olehnya selama beberapa menit ke belakang.
Saat tengah asik menatap ke kejauhan, video yang awalnya berputar sesuai dengan apa yang ada di laptop tiba-tiba berhenti sehingga membuat Yoko mengalihkan pandangan pada sosok perempuan cantik yang kini melipat tangannya di dada.
"Untuk pemakaian cat, biasanya tidak harus terlalu banyak. Kalau kalian sudah pandai meratakan dengan kuas, cat akan lebih irit dan lukisan akan terlihat lebih indah" ujar Faye Malisorn sambil berdiri di antara kaki jenjangnya yang dibungkus oleh celana yang terlihat begitu pas.
Wanita cantik itu kemudian berdiri di tengah-tengah kelas dan menatap pada seluruh mahasiswa yang memperhatikan dirinya "Untuk kelas hari ini saya akhiri saja. Tugas melukis subjek hidup dikumpulkan di pertemuan selanjutnya. Selamat mencoba metode melukis yang sudah dicontohkan" ia tersenyum. Giginya yang tampak rapi dan putih begitu menyorot hingga membuat banyak orang terpaku padanya.
Saat sosok Faye Malisorn menghilang tertelan pintu, Yoko mengerjapkan matanya guna menyadarkan diri.
Gadis cantik bertubuh mungil yang kini tampak manis dengan pakaian kasualnya yang berwarna cerah melirik pada teman sebangkunya yang sudah membereskan catatan.
"Kamu nggak mau ke cafe?" ujar Yoko pada gadis bergigi kelinci yang memiliki rambut bergelombang di sampingnya.
Gadis cantik yang tampak buru-buru itu menggeleng "Ize udah nunggu di taman. Hari ini kan aku mau pergi kencan. Emangnya kamuu, jomblo wle"
Dengan sebal Yoko mengernyit pada sobatnya yang tengah dimabuk asmara. Marissa Lloyd, gadis keturunan Inggris itu tengah menjalin asmara dengan salah-satu kakak tingkat di universitas mereka yang sudah hampir lulus. Ize Papichaya yang usianya bahkan terpaut cukup jauh dari Marissa sendiri.
Gadis cantik itu menenteng tas di salah satu pundaknya sebelum kemudian ia melambaikan tangan pada Yoko yang hanya mampu terkekeh saja guna menjawab tingkah sobatnya.
Masih pukul dua siang sekarang dan kelasnya sudah berakhir semua. Yoko rasa, hari ini ia harus ke cafe dan menikmati segelas kopi sambil membaca novel untuk merefresh otaknya yang terasa suntuk.
Setelah memantapkan hati untuk pergi ke cafe seorang diri, Yoko kemudian membereskan catatan yang ada di atas mejanya lantas kemudian menenteng ranselnya di belakang punggung.
Gadis cantik itu kemudian mengucir rambut secara cepat lalu berjalan dengan gontai menuju cafe yang tak jauh dari universitas.
Untungnya, cuaca hari ini begitu cerah dan hangat sehingga Yoko tak harus mengenakan payung seperti biasa.
Sambil sedikit menggumamkan lagu, Yoko berjalan secara perlahan seraya menikmati angin-angin yang membelai wajahnya dari kejauhan.
Hari yang cukup tenang dan menyenangkan. Ujar Yoko di dalam kepala.
BRAK!
"Sial!"
Yoko mengerjap saat melihat beberapa tumpuk kanvas jatuh tepat beberapa meter di hadapannya. Apa ia bilang barusan? Hari yang tenang dan menyenangkan? Bisa ia menarik ucapannya barusan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eldest One [FayeXYoko]
Teen Fiction"Mencintai secara tepat di waktu yang terhambat" -Yoko Apasra