39

3.7K 333 156
                                    

>○<

Yoko terdiam di dalam bilik toilet guna menunggu Faye yang pastinya akan menyusul. Gadis cantik bertubuh mungil itu melipat tangannya di dada seraya sesekali membenarkan surai hitamnya yang terkadang jatuh membingkai ke wajahnya.

Saat Yoko mendengar suara langkah yang tak asing bagi dirinya, ia mendekat ke arah wastafel lantas menyalakan keran berpura-pura seolah dirinya memang sudah dari toilet dan kini tengah membersihkan tangannya di bawah air yang mengalir.

"Yo" Yoko tersentak saat ia merasakan lengan-lengan panjang di pinggangnya "Apa ada lagi rahasia selain yang barusan kamu beritahu sama mama?" ujarnya to the point.

Yoko mematikan keran lantas mengeringkan tangan menggunakan tisu sebelum kemudian menarik diri dari kekasihnya yang tampak marah "Aku akan berangkat dalam hitungan minggu dengan Marissa. Tempatnya berada di perkampungan, tidak ada sinyal dan sulit untuk kita berhubungan lewat ponsel"

Yoko bisa melihat rahang Faye mengeras ketika ia menyelesaikan kalimatnya. Tapi gadis itu tak memberikan waktu untuk Faye berbicara karena ia mengangkat tangan lantas menempelkan telunjuknya di depan bibir Faye yang hampir terbuka.

"Kakak nggak usah khawatir. Aku akan baik-baik aja. Dan lagi, aku rasa kakak nggak akan kesepian karena kakak memiliki gadis lain yang bisa menemani kakak"

Yoko memicingkan mata ketika ia melihat Faye menarik bibirnya lurus dan membiarkan gerahamnya bergemeretak karena kesal, wanita cantik itu kemudian menarik sesuatu dari dalam celana yang ia kenakan.

Ponsel berukuran besar dengan bungkus Amor yang bahkan sudah tak asing lagi bagi Yoko dikeluarkan si dosen cantik lantas ditunjukkan pada Yoko "Kamu baca pesan kakak?"

Yoko memiringkan kepalanya ke satu sisi "Maaf, aku masih punya sopan santun" ia menyunggingkan senyum "Semua pesan kakak yang belum kakak baca muncul di layar sehingga membuat aku nggak harus repot-repot menyelidiki isi ponsel kakak untuk tahu kalau kakak diincar oleh banyak perempuan" ujarnya dengan nada sarkastik di setiap kata.

Faye menghempaskan napas berat sebelum kemudian melipat tangannya di dada "Seenggaknya saya tidak pecicilan di depan banyak orang"

Saya? Ulang Yoko di dalam hati.

Dengan kesal, gadis cantik bertubuh mungil itu melipat tangan di dada. Ia tak boleh kalah dari Faye! Harusnya Faye yang tersudut di sini! Bukan dirinya.

"Well, kalau Miss memang mau bermain-main, maka lakukan semuanya dengan mereka. Jangan dengan saya. Saya memang masih muda, tapi bukan berarti Miss bisa mengontrol segala macam hubungan kita di tangan Miss. Saya juga memiliki keinginan sendiri, saya memiliki aktifitas sendiri yang harus saya lakukan, saya memiliki masa depan yang harus saya khawatirkan, dan saya ingin saya merakit itu sendiri" gadis itu menahan napas sebentar untuk melepaskan pandangan mereka berdua.

"Kalau Miss bisa protektif terhadap saya, lantas kenapa saya nggak bisa melakukan hal yang sama?" dengan kasar, Yoko mendorong bahu Faye yang berdiri tegap di hadapannya --seolah tengah mendengarkan dengan seksama.

"Miss Faye tahu? Miss Faye terlalu egois dengan segalanya. Saya pikir Miss sudah matang karena kita terpisah jarak sepuluh tahun. Tapi nyatanya?" gadis itu tertawa sarkastik "Prilaku Miss Faye lebih bocah daripada saya"

Yoko bisa melihat iris mata milik Faye digenangi oleh air mata, tapi wanita cantik itu berhasil menahannya sekuat tenaga sehingga ia tetap terlihat angkuh dengan dagunya yang terangkat tinggi "Lebih baik kita berpisah. Saya tak ingin diperlakukan seperti hewan peliharaan yang harus menurut pada semua perkataan majikannya tanpa mengetahui kalau majikannya memiliki sejuta peliharaan lain di luar sana"

"....."

Yoko bisa melihat ekspresi Faye tampak kosong untuk beberapa saat sebelum kemudian wanita cantik itu menatap padanya dalam-dalam lantas menyunggingkan senyum setelahnya "Kamu mau berpisah?" ulang Faye dengan nada rendah yang terdengar menikam hati Yoko "Fine"

Dosen cantik itu melipat tangannya di dada lantas mengangkat dagunya dengan angkuh "Bukan saya yang rugi" ujarnya seraya langsung meninggalkan Yoko yang menganga tidak percaya.

Apa wanita cantik yang angkuh dan sombong itu baru saja mengatakan kalau dirinya tidak apa-apa jika kehilangan Yoko?

Dengan kesal dan marah, Yoko menghadap ke cermin sebelum kemudian mengikat rambutnya secara sembarangan ke belakang lantas mencuci wajahnya dengan air dingin agar isi kepalanya tidak bergejolak seperti sekarang.

Secara kasar dan terburu-buru, Yoko menghempaskan napasnya sekaligus lantas keluar dari toilet.

Yoko menengadahkan wajahnya ke atas, karena ia yakin kalau ia menunduk, maka ia akan menangis kencang setelah kehilangan sosok Faye sekarang.

Gadis itu tak percaya kalau Faye bertingkah seperti ini terhadap dirinya bahkan setelah segala hal yang mereka lakukan bersama tiga bulan ke belakang.

Masih dengan perasaan kesal terhadap Faye, Yoko akhirnya memutuskan untuk menghubungi salah satu temannya agar ia tak sendirian.

Saat Yoko sadar kalau ia tak membawa tas serta ponselnya yang sengaja ia simpan di meja ketika berangkat ke toilet agar tak dicurigai oleh orangtua Faye, gadis itu meruntuk kesal.

Meski malu, ia memutar langkah lantas kembali ke meja Faye yang tak begitu jauh dari langkahnya barusan.

Ketika ia sampai di meja, ia bisa melihat Faye tengah tersenyum lebar pada ibunya yang juga mengukir senyuman serupa.

Gadis itu kemudian mendekat "Halo tante. Maaf banget, tapi Yoko nggak bisa lama-lama malam ini" ia menaruh kedua tangannya di depan dada ketika ia menyapa ibunda Faye.

Wanita cantik itu mengerutkan kening "Loh? Mau kemana? Mama sudah pesankan makanan kesukaan kamu ini" ujarnya seraya menunjuk udon kumplit di depan kursi yang kosong.

Yoko tersenyum meski ia tak tahu darimana wanita cantik itu mendapatkan informasi ini "Tapi Yoko beneran harus pergi tante. Chet udah nunggu di luar" ia terkekeh di akhir kata meski Faye terlihat berhenti mengunyah untuk sesaat.

"Ahh.. Yaudah kalau kayak gitu" Yoko tersenyum sesaat sebelum kemudian ia mengambil tas dan ponselnya.

Saat ia mengambil ponsel, wanita cantik yang sedari tadi terdiam itu menangkap tangannya "Saya antar" itu bukan penawaran dan melainkan paksaan.

Yoko tersenyum pada mantan kekasihnya lantas melepaskan genggaman tangan si dosen cantik dengan segera "Nggak papa Miss, nggak usah. Saya sudah besar. Miss nggak perlu khawatir" ia tersenyum sesaat "Kalau begitu, aku pamit ya tante" ia memberikan lambaian kecil pada ibunda Faye sebelum kemudian meninggalkan keduanya begitu saja.

Dengan langkah yang terkesan terburu-buru, Yoko berangkat dari keduanya sambil menghubungi Chet untuk datang menemani dirinya yang tengah patah hati.

Tapi, melihat bagaimana Faye bertingkah begitu biasa saja membuat dirinya sadar kalau mungkin saja wanita itu memang mempermainkan dirinya dan ia terluka karena dirinya begitu mudah masuk ke dalam perangkap cantik milik seorang Faye Peraya Malisorn.

Apa dirinya sebodoh itu?

Atau memang Faye yang begitu pandai membuat jebakan untuknya?

Tak apa. Semuanya sudah berakhir sekarang.

Yoko tak perlu mehgkawatirkannya lagi.

Saatnya bersenang-senang sekarang.

>○<
Riska Pramita Tobing.

Hehe. Yoko lagi mabok tuh fotonya wkwk. Peace °▪︎°V

The Eldest One [FayeXYoko]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang