>○<
Faye menatap lurus-lurus pada Yoko dan Phia Fah secara bergantian. Di hadapan ketiganya, ada masing-masing satu kopi yang masih mengepulkan asap tipis dan Faye belum memulai meski kini asapnya sudah mulai menghilang tertelan waktu.
Secara pelan namun pasti, Faye mengambil ponselnya lantas menyimpan itu di tengah-tengah meja bundar yang berada di hadapan mereka bertiga.
"Nggak akan lama. Tapi biarin aku ngomong semua yang aku coba jelasin untuk sekarang" dosen cantik itu melipat tangan di dada sekarang.
"Masalah pertama, aku egois" Faye bisa melihat mata sipit milik Yoko membelalak seolah gadis itu tak percaya kalau dirinya sudah mengaku demikian.
"Masalah kedua, aku tidak terbuka" Faye menghentakkan napasnya "Masalah ketiga, aku kekanakan" ia menatap Yoko lekat-lekat sekarang.
"Dan yang keempat, aku bodoh karena berani melepaskan seseorang seperti Yoko"
Faye mengangkat kembali pandangannya ketika ia selesai bicara. Wanita cantik itu kemudian melirik pada Phia Fah yang tersenyum seolah bangga sebelum kemudian ia melirik pada Yoko yang tak memancarkan ekspresi apapun terhadap dirinya.
Dengan tenang, Faye menatap pada Yoko, ia seolah tengah meminta pengampunan dari dirinya dan Yoko mengalihkan pandangan dari sana --merasa tak ingin untuk terjebak ke dua kalinya.
"Selain itu, kalau kamu mengkhawatirkan perempuan yang mendekatiku, mereka semua bukan orang spesial" wanita cantik itu menyerahkan ponselnya pada Yoko supaya gadis itu memeriksanya, tapi si bocah kecil justru mematikan kembali layarnya "Engfa Waraha, Dia adik tingkatku semasa kuliah. Kami memang sempat berkencan, tapi kita sekarang udah nggak ada hubungan apa-apa. Charlote Austin, well dia gadis yang pernah aku dekati tapi hubungan kita nggak pernah serius. Ariska Putri, kita sempat kencan waktu SMA hingga semester pertama perkuliahan, Thanya, dia asistenku di Amor, dan Lux, kamu sudah kenal sendiri siapa dia"
Yoko menjilat bibirnya yang terasa kering ketika ia mendengar Faye menyebut satu persatu dari perempuan yang pesannya sempat Yoko baca beberapa saat lalu.
"Semua orang punya masa lalu, Yo. Dan sekarang aku sedang memutuskan untuk fokus ke masa depanku. Dan itu kamu"
Yoko hampir saja tersenyum ketika ia melihat iris mata milik Faye berubah menjadi begitu lembut saat ia mengucapkan kalimat terakhir.
Gadis cantik bertubuh mungil itu kemudian melirik ponsel si wanita cantik sebelum kemudian mengambilnya lantas membaca setiap pesan yang dikirimkan dirinya terhadap perempuan-perempuan lain.
Interaksi mereka cukup wajar. Tak ada yang terlalu romantis atau berlebihan. Meski memang sesekali mereka mencoba mengganggu Faye, tapi wanita cantik itu tak membalasnya dengan serupa hingga Yoko merasa lega entah karena apa.
"Terserah kalau kamu mau percaya sama aku atau enggak. Tapi aku memang bener-bener serius sama kamu, Yo"
Yoko menyunggingkan seyum di ujung bibirnya yang tipis sebelum kemudian melipat tangan di dada, mencoba bersikap angkuh seperti sebagaimana Faye pada biasanya.
Gadis cantik bertubuh mungil itu kemudian memiringkan kepala ke satu sisi "Setelah semua yang kakak lakukan ke aku" ia menahan kalimatnya sebentar "Apa kakak pikir aku akan luluh hanya dengan ini?" gadis itu menunjuk ponsel Faye menggunakan jemarinya yang lentik.
"Well, itu dia kenapa kakak ngajak Phia Fah sekarang"
Secara kompak, Phia Fah dan Yoko melirik bersamaan pada Faye yang menyunggingkan senyum "Bukan dalam waktu dekat" ia merogoh saku celana yang ia kenakan sebelum kemudian menggeletakkan satu buah cincin berwarna silver dengan berlian di atasnya "Tapi aku akan melamar kamu"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eldest One [FayeXYoko]
Fiksi Remaja"Mencintai secara tepat di waktu yang terhambat" -Yoko Apasra