>○<
Tak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat sosok seorang perempuan cantik bertubuh mungil dalam balutan bikini.
Faye bahkan tak yakin bahwa itu adalah Yoko. Meski memang wanita cantik itu sudah sering melihat tubuh Yoko bahkan tanpa sehelai kainpun menutupinya, ia tetap merasa aneh jika mellihat gadis itu berpakaian terbuka di tempat ramai seperti ini.
Senja di ujung pantai sudah mulai menyapa, tapi tawa renyah milik Yoko masih terdengar hingga kejauhan seperti ini.
Gadis itu tengah bermain bola voly sekarang dan ia berjingkrakan di atas pasir ketika berhasil mencetak poin.
"Kurasa putrimu baik-baik saja" ujar Faye pada Phia Fah yang memicingkan mata guna menatap putrinya di kejauhan.
Wanita cantik itu menurunkan kacamata hitamnya sedikit "Kamu masih mencintainya bukan?"
Faye mengerutkan kening ketika Phia Fah bertanya seperti itu "Well, yeah" ia menggaruk tengkuknya karena malu.
"Aku sudah memberikan kamu izin untuk berkencan dengan putriku. Setidaknya, aku tahu anakku tak akan hamil diluar pernikahan kalau dia berkencan denganmu. Dan lagi, aku tahu kalau anakku hanya berpura-pura berkencan dengan banyak lelaki agar kamu merasa cemburu dengan tingkahnya"
Faye menatap ke kejauhan. Wanita cantik itu menyipitkan matanya yang tertutup oleh kacamata guna melihat senyum merekah milik Yoko yang terlihat manis di kejauhan dan demi Tuhan, Faye sangat merindukan gadis bertubuh mungil itu.
Selama hampir dua minggu terakhir ini, Faye tak merasa hidup. Hatinya mati dalam keadaan tubuh yang hidup dan akal yang tumpul. Wanita cantik itu tak beranjak dari kamarnya, mungkin sekali-kali keluar dari sana hanya untuk membeli beberapa botol minuman keras sebelum kemudian memutuskan untuk mengurung diri sendiri kembali di kediamannya.
Tak jarang, ia mencoba menepis rasa sepi yang ditimbulkan Yoko dengan pergi ke bar, mengunjungi teman-temannya di sana, mencoba bersenang-senang dengan banyak gadis yang menginginkannya, tapi segalanya tak terasa sama tanpa Yoko.
Dengan tekad yang bulat, Faye mengambil napas panjang sebelum kemudian ia melangkah yakin guna mendekati Yoko yang terlihat cantik di kejauhan.
Semakin dekat dirinya dengan Yoko, semakin kencang pula detak jantungnya. Faye bahkan yakin kalau organ yang memompa darah itu akan meledak hanya dalam hitungan detik jika debarannya terus-terusan seperti ini.
Faye memegang dadanya sekejap, berusaha sebisa mungkin untuk mengatur degup jantungnya yang menggila. Wanita cantik itu kemudian melangkah lagi sebelum kemudian tersenyum ketika ia sudah melihat Yoko hanya tinggal beberapa meter di hadapannya.
Gadis itu belum sadar akan kehadiran dirinya dan Faye berdeham ketika akan memanggil "Yoo?"
Sial. Suaranya bergetar.
Faye bisa melihat Yoko memalingkan wajah untuk menatap padanya, terlihat begitu lambat dan cantik dalam pandangan Faye dan wanita cantik itu menghentakkan napas saat ia melihat Yoko berhenti tersenyum saat sadar akan dirinya.
Gadis cantik itu mengerutkan kening "Ada apa?"
Faye menghentakkan napasnya. Kenapa ia seolah menjadi anak kecil yang pengecut sekarang?
Ia melirik ke belakang sekejap, tepat pada Phia Fah yang masih menatapnya di kejauhan "Boleh meminta waktu untuk bicara?"
>○○○○○<
Dengan jemari saling berkait satu sama lain di atas meja, Faye melirik pada Yoko yang melipat tangannya di dada.
Gadis itu belajar angkuh dari dirinya dengan cepat. Karena jika saja boleh jujur, Faye merasa terintimidasi sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eldest One [FayeXYoko]
Teen Fiction"Mencintai secara tepat di waktu yang terhambat" -Yoko Apasra