ADARAA

429 45 9
                                    

    Sudah 4 jam berlalu, Adara masih berada di ruangan kerja Gibran. Adara mendengus kesal, karena sejak tadi ia hanya bisa menatap suaminya yang sedang bekerja tanpa melakukan apapun.

Adara ingin sekali pulang kembali ke mansion, tetapi Gibran tidak mengizinkannya, karena dirinya sedang hamil saat ini.

Adara yang bosan itu beralih menatap kearah Irsyad yang sedang berdiri di samping suaminya. Entah mengapa tiba-tiba saja Adara merasa kesal melihat wajah Irsyad.

Adara tiba-tiba berfikir ingin mengacak-acak rambut Irsyad yang terlihat sangat rapih itu. Adara cemburu, karena rambut Irsyad lebih rapih dibandingkan rambut suaminya.

"Syad ...." panggil Adara membuat Gibran dan Irsyad langsung menoleh.

"Ada apa, Sayang? Kau lapar?" tanya Gibran.

Adara menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian memanyunkan bibirnya kedepan. "Aku tidak lapar ...." lirih Adara.

"Lalu?" Gibran mengerutkan keningnya ketika melihat istrinya itu yang tampak memasang wajah yang bersedih.

"Aku kesal dengan Irsyad!" jawab Adara sambil menatap Irsyad dengan tatapan yang sangat tajam.

Irsyad dan Gibran langsung menatap satu sama lain, keduanya tampak bingung dengan pernyataan dari Adara tersebut.

"Kamu kesal pada dia karena apa sayang?" tanya Gibran dengan masih mengerutkan keningnya.

"Karena rambutnya!" jawab Adara dengan mendengus kesal.

"Aku ingin sekali menjambak rambutnya," lanjutnya membuat irsyad dan Gibran kembali saling menatap.

"Dar, gue salah apa? Kenapa rambut gue ingin di jambak?" tanya Irsyad dengan menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

"Karena rambutmu lebih rapih dibandingkan Gibran!" sungut Adara sambil berdiri dari duduknya, lalu berjalan kearah Irsyad.

Irsyad yang melihat Adara mulai mendekat kearahnya segera mundur karena kini Adara memasang wajah yang sangat menyeramkan bak psikopat.

"Kamu tidak boleh menjambak rambut Irsyad tanpa alasan yang jelas sayang. Lagi pula Irsyad tidak pernah bersalah padamu, kenapa kamu justru ingin menjambaknya?" seru Gibran membuat langkah Adara terhenti.

"Heu ... kan aku sudah bilang, rambut Irsyad itu terlalu rapi!" ujar Adara dengan tegas.

"Rambut rapi itu memang peraturannya untuk bekerja disini!" ujar Gibran membuat Adara terdiam dan langsung menundukkan kepalanya.

Gibran terlihat bingung melihat istrinya itu yang tiba-tiba diam. Kemudian Gibran di buat terkejut ketika mendengar suara isakan dari arah Adara.

"Sayang, kamu menangis?" tanya Gibran langsung berdiri dari kursi kebesarannya, lalu mendekat kearah Adara dengan segera.

"Hiks ... aku kan hanya ingin menjambaknya. Lagi pula ini bukan keinginanku sendiri, tetapi keinginan si bayi," Adara merengek seraya mengelus perutnya yang masih sangat rata itu.

"Keinginan si bayi?" gumam Gibran.

Adara menganggukkan kepalanya. "Aku pernah mendengar, kalau ibu hamil sedang mengidam dan ngidamnya tak terpenuhi maka anaknya akan ileran!" ujar Adara masih menangis.

Gibran yang mendengar ucapan istrinya itu langsung tersentak kaget. Gibran tidak mau jika anak di dalam kandungan Adara akan lahir ileran.

'Tanpa tes DNA pun, gue sudah tau kalau didalam rahim Adara itu adalah anak Gibran yang sebenarnya. Soalnya sifatnya sama! Sama-sama suka menindasku!' gumam Irsyad dalam hatinya.

SANG MATAHARI   [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang