MANJANYA GIBRAN

574 45 1
                                    

Pagi hari kembali menyapa. Sampai didepan gerbang mansion Adara, Vio dan Naura turun dari motornya.

"Kalian kesini ngak kabarin gue dulu sih, nanti kan bisa gue siapin banyak makan." Keduanya mengangguk kemudian secara bergantian menjabat tangan Adara dan di akhiri dengan pelukan hangat.

"Gak di ajak masuk nih dar? " Tanya Vio yang sedari tadi di cuekin oleh Adara dan Naura

"Berisik bangun sih lo," Cibir Naura pada gadis disampingnya itu.

"Loh kalian kesini juga, terus Gibran mana?" Tanya Adara setelah ia berada didepan mereka yang masih duduk diatas motor.

"Ohh Gibran lagi sakit." Jawab Kevin.

"SAKIT?!" kaget Adara. Bagaimana pria itu bisa sakit, padahal kemarin ia masih baik² saja fikirnya.

"Iya, kemarin malam Bi siti kabarin gue." Pandangan Adara beralih pada Arsya yang tak lain adalah sepupu Gibran itu.

"Tapi Gibran sakit apa?"

"Cuma Demam sih," jelas Arsya lagi.

'Apa Gibran sakit gara² gue?' Batin Devi bermonolog.

"Bang, nanti bisa anterin aku kerumah Gibran gak?" Rasya mengangguk. "Boleh, nanti kita pergi sama²,"

Tak terasa waktu sudah sore, Adara, Naura, Vio, kevin, Irsyad, Rasyad bergegas menuju kerumah Gibran. Dalam perjalanan mereka berhenti sejenak membeli buah tangan, tak mungkinkan mereka pergi kerumah orang dengan tangan kosong.

Mobil mereka sudah sampai didepan sebuah gerbang berwarna putih yang menjulang tinggi. "Lo masuk duluan aja ra, nanti bi siti bakal nganterin lo kekamarnya Gibran. Nanti kita nyusul." Gadis itu mengangguk, ia pun melangkah masuk terlebih dahulu.

Secara perlahan pintu berwarna abu² itu terbuka. Adara berjalan pelan memasuki kamar yang minim pencahayaan itu, menatap iba pria yang tengah tertidur pulas dengan selimut tebal yang menyelimuti tvbuhnya.

Adara mendudukkan dirinya ditepian kasur, tangannya terangkat memegang Dahi Gibran yang nampak berkeringat itu. "Astaga! Panas banget," Ia semakin khawatir kala merasakan suhu tubuh pria itu yang terlampau panas. Ia hendak beranjak tapi sebuah tangan memeluk p1ngganya membuatnya dian tak berkutik.

"Jangan tinggalin gue," Lirihan pelan terucap dari b1bir Gibran yang pucat. Perlahan kedua matanya terbuka. "Tetep disini dan jangan tinggalin gue," Pinta Gibran. Kini ia memindahkan kepal4nya ke p4ha gadis itu.

Sontak Adara dari dibuat terkejut, ia tak tahu harus berbuat apa karna ini adalah yang pertama untuknya. Ia dibuat semakin gugup kala gibran meraih tangannya dan ia letakkan dikepalanya. "Gue pusing," Keluhnya. Adara tahu maksud pria itu, dengan cekatan ia memijit pelipis Gibran agar rasa pusing yang dirasakan pria itu sedikit berkurang.

"Kamu udah makan," Tanya Adara lembut dan dibalas gelengan oleh Gibran

"Pahit! Aku gak suka!" Jawabnya dengan mata terpejam.

Adara menghela nafas panjang. "Kalo kamu gak makan, gimana bisa sembuh?" Gibran semakin menggeleng.
"Yaudah mau aku masakin apa biar mau makan," Tanya Adara sangat lembut. Mata yang semula terpejam kini terbuka, ditatapnya wajah Adara yang berada sangat dekat dari wajahnya.

"Masakan yang kemarin kamu masak," Adara tersenyum kemudian mengangguk.

Hanya 20 menitan Adara sudah selesai memasak. gibran yang sudah menunggu itu perlahan bangun saat pintu perlahan terbuka. adara meletakkan nampan yang ia bawa diatas nakas kemudian membantu pria itu untuk duduk bersandar diranjang.

"Sekarang  makan ya, biar cepat sembuh," Bak anak kecil yang penurut Gibran mengangguk patuh

~••~

" Ra kita harus ke rumah sakit sekarang, ayah kecelakaan" Ucap Rasya

Bak disambar petir, hati Adara tiba tiba terasa sesak.

Sesampai nya mereka di rumah sakit Adara berlari sepanjang koridor mencari ayahnya kini di rawat dibelakang nya juga terdapat teman teman nya yang mengikuti termasuk juga Gibran.

"Gimana kondisi ayah saya dok" Tanya Adara dengan nafas ngos-ngosan

"Jadi gimana kondisi  ayah saya dok? " Kini Rasya yang bertanya pada dokter,

"Jadi gini. Jantung pasien sudah tidak berfungsi normal, pasien harus secepatnya mendapat donor sebelum sesuatu terjadi" Rasya dan Adara yang semula tenang kini berubah seketika, hati nya rapuh.

Tak di sangka dari sisi lain, sahabat Rasya dan Adara mendengarkan percakapan dokter dan keluarga nyaa.

"Om Fatir butuh donor jantung. " Ucap Naura mewakili Semua.

~••~

"Kondisi pasien sangat tidak memungkinkan, kita butuh donor jantung itu sekarang dok" Ucap suster yang baru saja memeriksa nya.

Adara tak bisa berbuat apa apa sekian berdoa, meminta agar diberi kemudahan dan tak kehilangan sosok ayah nya

"Dok gimana kondisi ayah saya? " Tanya Rasya yang ikut khawatir

Kedua orang tua Gibran kini sedang dalam perjalanan, Gibran menghubungi ayah lian untuk memberi tahu kabar bahwa fatir tengah sakit keras. Mereka langsng terbang dari Mexico ke Indonesia.

"Alhamdulillah dok ada seseorang yang berniat mendonorkan jantung kepada pasien. " Ucap suster. Semua pandangan yang tadinya tunduk menahan air mata pun seketika mendongak.

"Ayah kamu bakal sembuh gue yakin sya" Yakin Naura pada semua teman teman nya.

"Iya nau"

"Ara mana,? " Rasya celingak-celinguk mencari adek nya nkun nihil, tak ada sosok Adara di ruangan tersebut.

"Oh itu dia, dia harus tau sya kabar bahagia ini" Ucap Naura girang, sahabatnya kini gaakan sedih kehilangan sosok sayapnya itu.

"Bang ara pergi bentar ya ara ada urusan."

"Loh mau kemana, bentar lagi Gibran, bunda datang lo dan ada tente sama om lian" Rasya merasa ada kejanggalan. Firasat mengatakan akan ada kejadian yang membuat nya tak lagi semangat hidup.

"Kalo mau pergi abang temenin ya. "

"Gausah ara bisa sendiri. "

"Yaudah hati hati. "

SANG MATAHARI   [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang